Aliran Sempalan dalam Pandangan Islam

• Oleh: Dr. H. Indra Harahap. MA.

Dalam literatur Barat, aliran sempalan dalam Islam disebut dengan istilah fundamentalisme Islam. Istilah ini, tentu saja, tidak dapat diterima begitu saja oleh umat Islam, karena mengandung konotasi negatif. Kalaupun istilah ini harus digunakan, menurut Muhammad Said al-Asmawi, fundamentalisme harus dibedakan pada dua kate­gori, yaitu: activist political fundamentalism dan rationalist spritualist fundamentalism. Istilah pertama menunjuk pada kelompok muslim yang memperjuangkan Islam sebagai kekuatan politik, sedangkan istilah kedua menunjuk pada kelompok muslim yang menginginkan kembali kepada ajaran Alquran dan tradisi yang dipraktikkan oleh generasi muslim pertama (Nabi dan sahabat). Fundamentalisme dalam pengertian yang kedua inilah yang identik dengan puritanisme, di mana para pengusungnya disebut sebagai kaum puritan.

Istilah gerakan sempalan beberapa tahun terakhir ini menjadi populer di Indonesia sebagai sebutan untuk berba­gai gerakan atau aliran agama dianggap aneh alias menyimpang dari akidah. Istilah ini agaknya, terjemahan dari kata “sekte” atau “sekterian”, kata yang mempunyai berbagai kontasi negatif.

Faktor muncul aliran sempalan

Dalam sejarah Islam, latar belakang kelahiran aliran sempalan/sekte keaga­maan, mulai yang liberal sampai yang radikal, disebabkan oleh berbagai faktor. Untuk mengelaborasi faktor-faktor ini harus dibedakan pada tiga babakan sejarah, yaitu zaman klasik, zaman pramodern, dan zaman modern (kontemporer).

Pada zaman klasik Islam, paling tidak terdapat 3 faktor munculnya gerakan dan komunitas sempalan di dalam Islam, yaitu: Faktor politik; Kelompok keagamaan yang muncul karena faktor politik, yang paling awal, adalah Khawarij. Pada mulanya kelompok ini merupakan pendukung Ali bin Thalib (khalifah keempat), tetapi kemudian memi­sahkan diri karena tidak sepakat dengan kebijakan khalifah menerima tahkim.

Faktor perbedaan faham keagama­an; Kelompok mu’tazilah adalah contoh sekte keagamaan yang lahir karena perbedaan faham ini. Wasil bin Atho` dan Amir bin Ubaid yang pada awalnya adalah mahasiswa Hasan Basri di Bashrah kemudian membentuk kelompok sendiri karena antara dia dengan gurunya tidak sependapat tentang posisi orang berdosa besar (‘ashi).

Faktor geneologis; Kebanggaan terhadap keturunan, apalagi dikaitkan dengan aspek keyakinan, dipandang sebagai faktor lain munculnya kelompok keagamaan dalam Islam.

Gerakan puritanisme adalah faktor paling utama yang mendorong kelahiran komunitas-komunitas puritan di dunia Islam. Faktor pemurnian agama tidak saja menjadi pemicu timbulnya komunitas-komunitas puritan atau gerakan puritanisme pada zaman pramodern, tetapi juga menjadi faktor penting kelahiran gerakan ini sampai akhir abad 20.

Secara teoritik, banyak ahli yang menghubungkan aliran-aliran sempalan atau fundamentalis-puritan di kalangan umat Islam ke sejarah masa lalu. Dalam konteks ini, gerakan salafi dipandang sebagai akar penting yang memberikan inspirasi bagi kelahiran gerakan purifikasi pada beberapa dekade belakangan ini. Kaum salafi adalah gerakan yang menyerukan pentingnya menghidupkan kembali tradisi salaf (generasi awal), yaitu masa 400 tahun dari masa Nabi Muhammad.

Faktor faham mesianisme (ratu adil); Beberapa kasus munculnya komunitas sempalan baru di dunia Islam berkaitan dengan faham adanya Ratu Adil yang akan memperbaiki keadaan umat Islam. Sebagai contoh sini adalah latarbelakang kelahiran Syi’ah Al-Muntazhar di Iran, Darul Arqam di Malaysia, dan Gerakan Ratu Adil di Jawa. Pandangan sekelompok kaum syiah tentang menghilangnya Imam Ja’far al-Shadiq dan meyakini kehadirannya kembali untuk memimpin kaum syiah telah melahirkan sekte baru dari kalangan kelompok ahlu bayt yang kemudian disebut sebagai Syiah al-Muntazhar. Darul Arqam juga termasuk gerakan messianis, karena mereka meyakini kedatangan Mahdi dalam waktu sangat dekat, dan mempersiapkan diri mengambil peranan di bawah kepemimpinan Mahdi nanti.

Faktor lain yang mendorong munculnya aliran sempalan di zaman mo­dern adalah penolakan faham sekula­risme dan modernisme.

Tipe aliran sempalan

Seorang sosiolog Inggeris, Bryan Wilson berusaha membuat tipologi yang tidak terlalu tergantung kepada konteks budaya Kristen Barat. Tipologi ini disusun berdasarkan sikap sekte-sekte terhadap dunia sekitar. Ia melukiskan tujuh tipe sekte.

Pertama, conversionist, yakni gerakan sempalan yang mengarahkan perhatiannya kepada perbaikan moral individu dengan kegiatan utamanya men-tobat-kan orang luar. Di Indonesia gera­kan yang mirip tipe ini adalah gerakan dakwah seperti jemaah Tabligh.

Kedua, revolusioner, suatu gerakan sempalan yang mengharapkan perubahan masyarakat secara radikal, sehingga manusia itu lebih baik.

Ketiga, introversionis, kelompok yang mencari kesucian diri sendiri tanpa mempedulikan masyarakat luas. Seperti gerakan Mesianistik (yang menunggu atau mempersiapkan kedatangan Mesias, Mahdi, Ratu Adil) dan Millenarian (yang mengharapkan gerakan Sempalan di kalangan umat Islam meletusnya zaman emas) merupakan contoh tipikal

Keempat, manipulationist atau gnostic ("ber-ma'rifat"), yakni suatu gerakan sempalan yang cenderung tidak perduli terhadap keselamatan dunia sekitar, akan tetapi mereka mengklaim bahwa mereka memiliki ilmu khusus yang biasanya dirahasiakan dari orang luar, seperti aliran kebatinan dengan amalan-amalan khusus dan sistem bai'at.

Kelima, thaumaturgical, yakni gerakan sekte yang mengem­ bangkan sistem pengobatan, pengembangan tenaga dalam atau penguasaan alam gaib.

Keenam, reformis, yakni gerakan yang melihat usaha reformasi sosial se­bagai kewajiban esensial agama. Aqidah dan ibadah tanpa pekerjaan sosial dianggap tidak cukup. Yang membedakan sekte-sekte ini dari ortodoksi bukan aqidah dan ibadahnya dalam aeri sempit, tetapi penekanannya kepada konsistensi dengan ajaran agama yang murni (termasuk yang bersifat sosial).

ketujuh, utopian, yakni suatu gerakan sekte yang berusaha menciptakan suatu komunitas ideal sebagai teladan untuk masyarakat luas. Mereka menolak tata­nan masyarakat yang ada dan menawarkan suatu alternative, tetapi tidak mempunyai aspirasi mentrasformasi seluruh masyarakat melalui pro­ses revolusi.

Kriteria Ajaran Sempalan

Pada 6 November 2007 Majelis Ula­ma Indonesia (MUI) Pusat mengeluarkan fatwa tentang 10 Kriteria Aliran Sempalan sebagai pedoman identifikasi aliran sesat, adapun kesepuluh kriterianya, antara lain, mengingkari salah satu dari rukun iman dan rukun Islam. Meyakini dan atau mengikuti aqidah yang tidak sesuai dengan Alquran dan sunnah. Meyakini turunnya wahyu sete­lah Alquran. Mengingkari otentisitas dan atau kebenaran isi Alquran. Melakukan penafsiran Alquran yang tidak berdasarkan kaidah-kaidah tafsir. Mengingkari kedudukan hadis nabi sebagai sumber ajaran Islam. Menghina, melecehkan dan atau merendahkan para nabi dan rasul. Mengingkari Nabi Muhammad sebagai nabi dan rasul terakhir.

Mengubah, menambah dan atau mengurangi pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan oleh syariah, seperti haji tidak ke baitullah, salat wajib tidak 5 waktu. Mengkafirkan sesama muslim tanpa dalil syar’i seperti mengkafirkan muslim hanya karena bukan kelompoknya.

Setelah mengetahui kriteria dari pada aliran Sempalan ini, berdasarkan hasil penelusuran tentang kelompok ini diperoleh informasi tentang ajaran-ajaran yang jauh dinilai menyimpang dari pokok-pokok Ajaran Islam, antara lain, mereka menghilangkan rukun Islam kemudian menganggap bahwa Rasul pimpinannya adalah tokoh pemimpinnya yang ingin merubahnya sebagai ajaran baru dan keyakinan yang baru. Sementara Nabi Muhammad Saw dina­fikan. Menghilangkan syariat salat lima waktu dalam sehari semalam, dengan diganti salat lail. Bagi mereka dalam dunia yang kotor seperti sekarang ini syariat Islam tidak perlu diterapkan dan demikian tidak layak kaum muslimin melakukan salat lima waktu.

Menganggap orang yang tidak masuk kepada kelompoknya dan menga­kui bahwa pemimpin mereka adalah Rasul adalah orang musyrik.

Dalam dakwah, mereka menerapkan istilah sittati ayyâm (enam hari) yang mereka terjemahkan menjadi enam tahapan, yaitu tahapan sirran (diam-diam, sembunyi-sembunyi, bergerilya), tahapan jahran (terang-terangan), tahapan hijrah, tahapan qital (peperangan), tahapan futuh (ekspansi), serta tahapan khilafah (pemerintahan). Untuk membuktikan kebera­daan aliran Sempalan ini, pada umumnya mereka mempunyai ciri tersendiri. Ciri khas dari aliran Sempalan adalah, memisahkan diri dari jama'ah Islam (mayoritas Islam). Mereka hanya mau berguru dan mau berimaman hanya dengan kelompok mereka sendiri, memiliki masjid sendiri dan tidak mau salat di masjid di luar kelompok mereka.

Banyak orang meski intelek atau mahasiswa, namun jarang mempelajari Alquran dan Hadis. Sehingga begitu bertemu dengan orang yang sesat yang menafsirkan Alquran dan Hadis sesuai dengan pikirannya sendiri, dia pun ikut tersesat.

Paham dan aliran yang tidak sesuai dengan ajaran Rasulullah tersebut terus berkembang, dan mulai merasuk kedalam sistim kekuasaan dan peme­rintahan di Indonesia ini tanpa disadari oleh sebagian besar umat Islam. Sebagai pedoman bagi umat Islam Indonesia pada 6 November 2007 MUI telah mengeluarkan 10 kriteria aliran atau paham yang menyimpang dari ajaran Islam yang benar.

MUI meyakini jika ada aliran keagamaan yang terindikasi memiliki atau menganut salah satu poin di atas, maka ini sudah bisa menjadi dasar untuk mengelompokkan organisasi tersebut sebagai kelompok aliran Sempalan (sesat).

Penulis adalah Sekretaris Prodi Study Agama-Agama Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam UIN Sumut.

()

Baca Juga

Rekomendasi