‘Terpana’ Bangkitkan Penasaran, Bukan Emosi

FILM Indonesia bergenre romantis kembali hadir. Kali ini mempertemukan Raline Shah (Adaline) dan Fachri Albar (Rafian) dalam satu kisah garapan Su­tradara Richard Oh, ‘Terpana’. Richard mengajukan alur cerita berupaya mem­bangkitkan penasaran penonton, bukan emosi layaknya drama romantis lain.

Pertemuan dua tokoh bermula di suatu siang. Rafian sebagai sosok pria biasa berprofesi sound engineer tengah menye­berang jalan karena tiba-tiba ingin mende­kat pada Adaline, gadis cantik yang tak dikenalinya namun dikaguminya. Lang­kah­nya terhenti di tengah jalan beraspal tersebut saat bertatapan dengan Adaline.

Tanpa disangka, dalam perhentian tersebut, ia selamat dari tabrakan dengan truk yang melintas. Tanpa pikir panjang, ia berterima kasih pada Adaline yang dianggap menyelamatkan dirinya. Rafian yang pada dasarnya tidak kenal prinsip “kebetulan” dalam hidupnya terus beru­paya memper­tanya­kannya pada gadis yang berprofesi fashion designer berkiprah di New York tersebut.

Pertemuan mereka dilanjutkan dialog demi dialog tentang berbagai hal dalam hidup, khususnya tentang probabilitas (kemungkinan). Pertukaran ide mengalir tanpa bersitegang meskipun kerap berbeda pendapat, mengingat sosok Adaline bertolak belakang dengan Rafian. Adaline percaya segala sesuatu bisa saja terjadi tanpa manusia harus memikirkan penyebabnya.

Latar tempat di tiap scene dibuat berpindah-pindah tanpa kontinuitas. Beberapa menit berada di suatu tempat, kemudian melanjutkan dialognya di tempat lain tanpa ada proses perantara. Konsep ini menurut Richard merupakan simbol. “Ketika kita terpana dan tertarik pada sesuatu, kita akan cenderung fokus dan seolah-olah ‘lepas’ dengan dimensi (waktu dan tempat) di sekitar,” ucap Richard.

Dialog dalam film yang juga meng­hadirkan  Poppy Sovia dan Reza Rahadian ini sarat akan istilah-istilah keilmuan Filsafat, Matematika, dan Fisika terapan dengan selipan canda tawa khas roman­tisme sebagai pasangan. Tak henti-hentinya pertanyaan diajukan, berdasar pada prinsip bahwa untuk mengejar sesuatu yang tidak kita ketahui, akan terus ada pertanyaan. Pertanyaan tersebut tidak memiliki ja­waban menuntaskan masalah, melainkan hanya meningkatkan kualitas pertanyaan-pertanyaan berikutnya.

Lokasi syuting

Lokasi syuting sebagian besar di Su­matera Utara (Medan, Tongging, Gua Kampret, Berastagi, Samosir, Danau Toba) dan Bogor. “Hampir 80 persen pengam­bilan gambar di Sumatera Utara,” ujar Richard.

Kegiatan para kru dan pemeran turut dibantu keluarga Raline di Medan. Salah satunya sang ibunda, Roselina Rahmat dalam mengakses lokasi, juga untuk dialog. Lewat film berdurasi 73 menit ini penonton banyak disuguhi keindahan situs kota lama Medan dan pemandangan alam Sumatera Utara. (anty)

()

Baca Juga

Rekomendasi