Dampak Penebangan Liar

Oleh: Ali Munir, S.Pd. Indonesia dikenal se­bagai negara yang memiliki hutan tropis terbesar di dunia dengan keanekaragaman ha­yati nomor wahid. Namun jumlah cakupan wilayah hu­tan alami kini sudah terkikis akibat penebangan secara se­rampangan untuk kepenting­an bisnis dan ekonomi de­ngan mengubah fungsi lahan hutan sebagai penyangga keseimbangan alam. Hutan ditebangi dan dibakar untuk menopang industrialisasi per­kebunan yang dalam hitung­an ekonomi lebih menjanji­kan.

Penebangan hutan juga dimanfaatkan untuk peme­nuh­an kebutuhan kayu bagi dalam dan luar negeri. Se­ba­nyak 70-75 persen kayu yang diambil dari hutan di antaranya ditebang secara liar atau ilegal. Pene­bang­an liar ini mengakibatkan pendapat­an dan devisa negara berku­rang, dan diperkirakan keru­gian negara mencapai 30 tril­yun per tahun.

Secara hitungan ekonomi, sebenarnya dampak pe­ne­bang­an liar itu bukan hanya kerugian finansial akibat hi­langnya pohon, tetapi juga berdampak pada ekonomi secara luas, seperti hilangnya kesempatan untuk meman­faat­kan keragaman produk di masa depan (opportunity cost). Sesungguhnya penda­patan yang diperoleh masya­rakat pelaku penebangan liar sangat kecil, karena porsi pendapatan ter­besar justru dipetik oleh para penyan­dang dana yakni para peng­usaha kayu dan cukong.

Penebangan liar atau illegal logging ini meng­akibat­kan timbulnya berbagai ano­mali di sektor kehutanan. Sa­lah satu anomali terburuk se­bagai dampak maraknya pe­nebangan liar adalah ancaman proses deindustrialisasi sek­tor kehutanan. Sektor kehu­tanan nasional yang secara konseptual bersifat berke­lan­jutan karena ditopang sum­ber daya alam yang ber­sifat terbarui yang ditopang oleh aktivitas industrialisasi kehu­tanan di sektor hilir dan penguasaan hutan di sektor hulu, kini sudah berada di titik ambang kehancuran.

Penebangan liar juga sa­ngat merugikan bagi kehi­dup­an, karena ke­ber­adaan hutan sangat penting sebagai penjaga keseimbangan alam. Salah satu akibatnya adalah terjadi pemanasan global. Pemanasan global bukan ha­nya bersumber dari asap ken­daraan bermotor, tapi juga dipengaruhi oleh keadaan hutan yang tidak seimbang. Kita tahu bahwa daun-daun pepohonan bisa menetralisir karbondioksida. Itulah pe­nye­bab mengapa hutan dise­but paru-paru dunia. Jadi, se­kiranya keberadaan hutan masih terjaga dan lestari, ma­ka global warming tidak akan terjadi.

Kerusakan ekosistem hu­tan juga dapat menyebabkan hilangnya kesuburan tanah. Ketika hutan dibabat pohon-pohonnya, hal ini menyebab­kan tanah menyerap sinar matahari terlalu banyak se­hingga menjadi sangat kering dan gersang. Hingga nutrisi dalam tanah mudah meng­uap. Selain itu, hujan bisa me­nyapu sisa-sisa nutrisi dari tanah. Ketika tanah su­dah kehilangan banyak nut­risi, maka reboisasi menjadi hal yang sulit dan budidaya di lahan itu menjadi tidak memungkinan.

Pohon sangat berkontri­bu­si dalam menjaga siklus air. Melalui akarnya, pohon menyerap air yang kemudian dialirkan ke daun untuk ke­mudian menguap dan dile­pas­kan ke lapisan atmosfer bumi. Ketika pohon-pohon ditebang dan daerah tersebut menjadi gersang, maka tidak ada lagi yang membantu ta­nah menyerap lebih banyak air. Pada akhirnya terjadi pe­nurunan sumber daya air, dan kekeringan pun akan terjadi.

Meskipun hutan tropis ha­nya meliputi seluas 6% dari permukaan bumi ini, namun sekitar 80 hingga 90 persen  spesies hidup dan berkem­bang di dalamnya. Akibat penebangan liar pohon secara besar-besaran, ada sekitar 100 spesies hewan menurun jumlahnya setiap hari. Ke­ane­karagaman hayati dari berbagai daerah hilang dalam skala besar. Banyak makhluk hidup, baik hewan maupun tumbuhan telah lenyap dari permukaan bumi.

Salah satu fungsi hutan adalah menyerap dengan ce­pat dan menyimpan air da­lam jumlah yang banyak ke­tika hujan lebat terjadi. Na­mun ketika hutan digunduli dan ditebang secara liar, mem­buat aliran air tergang­gu, menyebabkan air meng­ge­nang dan kemungkinan besar aliran air dari hutan akan langsung meluncur ce­pat ke areal pemukiman ma­syarakat sekitar hutan. Salah satu contoh kasus yang ter­jadi baru-baru ini adalah ada­nya bencana banjir ban­dang di daerah Garut, Jawa Barat.

Upaya yang perlu dilaku­kan

Deforestasi jelas sangat berdampak pada pemanasan global. Pohon berperan da­lam menyimpan karbon diok­sida yang kemudian diguna­kan untuk menghasilkan kar­bohidrat, lemak dan protein yang membentuk pohon. Da­lam ilmu biologi, proses ini disebut fotosintesis. Ke­tika ter­jadi deforestasi, pepo­hon­an yang sengaja ditebang dan dibakar mengakibatkan le­pas­nya karbondioksida di da­lamnya, dan hal ini akan me­nyebabkan tingginya kadar karbondioksida yang lepas ke atmosfer.

Dengan melihat dampak­nya yang sangat mengerikan, maka pelestarian hutan perlu dan harus segera dilaksana­kan. Ekspoitasi hutan yang terus menerus terjadi, ber­lang­sung sejak dulu hingga sekarang tanpa dibarengi dengan penanaman kembali menyebabkan kawasan hutan menjadi rusak.

Pembalakan liar yang se­ring dilakukan manusia me­rupakan salah satu penyebab utama terjadinya kerusakan habitat hutan. Padahal hutan merupakan penopang keles­tarian kehidupan di bumi, sebab hutan bukan hanya menyediakan bahan pangan maupun bahan produksi, me­lainkan juga penghasil oksigen, penahan lapisan tanah, dan penyimpan ca­dang­an air yang diperlukan saat musim kemarau.

Alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian dan perke­bun­an semakin merebak dari dulu hingga kini. Demikian juga penebangan hutan sema­kin tak terkendali baik untuk memenuhi kebutuhan indus­tri perkayuan, untuk bahan bangunan, untuk perkakas dan perabotan rumah tangga maupun untuk bahan bakar. Kita bisa menghitung berapa volume kayu untuk semua kebutuhan tadi dan berapa yang dibutuhkan untuk ke­pen­tingan dalam negeri atau untuk diekspor.

Sekarang ini, kurang dari separuh Indonesia memiliki hutan. Ini merepresentasikan penurunan signifikan dari luasnya hutan pada awalnya. Antara tahun 1990 hingga 2005, negara Indonesia telah kehilangan lebih dari 28 juta hektar hutan, termasuk 21,7 persen hutan perawan. Penu­run­an luas hutan-hutan pri­mer yang kaya secara biologi ini adalah yang kedua setelah Brasil pada masa itu dan se­jak akhir 1990-an penggusur­an hutan primer makin me­ningkat hingga 26 persen. Kini hutan-hutan Indonesia adalah hutan-hutanyang paling terancam di muka bumi.

Luas hutan hujan Indonesia semakin menurun mulai tahun 1960-an ketika 82 per­sen luas negara ditutupi oleh hutan hujan, menjadi 68 per­sen di tahun 1982, menjadi 53 persen di tahun 1995, dan yang tersisa hingga kini ku­rang dari 49 persen.

Ada beberapa hal yang per­lu kita lakukan bersama untuk melestarikan keber­ada­an hutan ini misalnya dengan upaya reboisasi atau pena­nam­an hutan kembali yang telah digunduli sebelumnya, melarang pembabatan hutan secara sewenang-wenang, menerapakan sistem tebang pilih dalam menebang po­hon, menerapkan sistem te­bang-tanam dalam kegiatan penebangan hutan, menerap­kan sanksi yang berat bagi mereka yang melanggar ke­tentuan mengenai pengelo­laan hutan, dan menetapkan moratorium (penghentian se­mentara) izin-izin HPH un­tuk membuka lahan baru di dalam hutan.

Hutan adalah paru-paru dunia dan penyang­ga kehi­dupan kita. Bila hutan rusak, maka kehidupan kita pun akan rusak.

()

Baca Juga

Rekomendasi