Peran Buku Tidak Tergantikan Ebook

Medan, (Analisa). Di zaman teknologi canggih saat ini, hampir semua hal memakai sistem digital. Begitu juga untuk bacaan. Meski serangkai pun demikian, buku manual (cetak) memiliki peran tersendiri dibandingkan electronic book (ebook).

Hal tersebut disampaikan Abdul Hafiz Harahap, pustakawan asal Universitas Sumatera Utara (USU) di Fakultas Ilmu Budaya, Selasa (8/11).

"Wabah gadget dan ebook memang menggejala di berbagai daerah di Indonesia. Namun apakah pengguna teknologi sudah memanfaatkannya sebagai pembaca? Pantauan saya belum," tuturnya.

Ia mengatakan, tidak semua hal berbau digital mampu menarik minat masyarakat. Bahkan sebagian besar tidak menyimpan ebook di gadgetnya.

Selain isi di dalam ebook, tampilan dan desain akan sangat mempengaruhi ketertarikan masyarakat, apalagi anak-anak. Itu sebabnya ebook harus mampu menyaingi pesona buku manual yang sudah melekat. Misalnya mendesain ulang sampul, tata letak dan ilustrasi harus eye catching untuk pembaca muda.

"Penggunaan ilustrasi, warna, font dan lainnya sangat memengaruhi desain dan daya tarik ebook. Desainer sedikitnya harus memahami psikologi dan semiotik," jelas pengamat literasi itu.

Wakil Koordinator Asosiasi Pekerja Profesional Informasi Sekolah Indonesia (APISI) Kota Medan, Irsyad Hanif Hutagalung menyebutkan, ebook sebagai penunjang literasi sangat dibutuhkan dalam proses percepatan penyebaran informasi dan pengetahuan.

Namun, di Indonesia koleksi ebook tidak sebanyak buku cetak. Akses untuk mendapatkannya juga belum menjangkau seluruh lapisan masyarakat.

"Jadi, peranan ebook masih hanya sebatas penyebaran informasi dengan cepat. Sedangkan buku cetak masih sangat diminati masyarakat Indonesia," terangnya.

Menurutnya, selain mudah didapatkan, ada gengsi dan kenikmatan tersendiri ketika seseorang membaca buku cetak ketimbang ebook. Untuk peningkatan literasi, kedua jenis buku ini memiliki peranan masing-masing.

"Beberapa kali diskusi, APISI pernah membahas dan disepakati buku tercetak tidak akan bisa diganti ebook sampai beberapa ratus tahun ke depan," sambungnya.

Kondisi itu mengambil contoh konsep e-library atau digital library yang telah ada di beberapa negara. Di Medan bisa ditemukan Digital Library Universitas Negeri Medan.

Tempat ini masih tetap memajang buku-buku tercetak di rak perpustakaannya. Seharusnya jika sudah digital, semua koleksinya juga harus digital. Tidak ada lagi tercetak.

Ebook juga memiliki beberapa kekurangan lain dibandingkan buku cetak.  Membaca ebook tidak efisien karena harus menggunakan media tambahan (listrik dan koneksi internet) untuk mengaksesnya. Apalagi tidak semua kondisi daerah di Indonesia mendapatkan pasokan listrik dan internet dengan baik.

"Untuk buku cetak, tidak harus memerlukan kesemua itu. Ada rasa nyaman dan gengsi tersendiri saat orang lain melihat kita membaca buku," pungkasnya. (dani)

()

Baca Juga

Rekomendasi