Medan, (Analisa). Kapur barus, damar dan kemenyan pernah mengharumkan nama Sumatera di mata dunia. Tiga komoditi ini adalah magnet, yang menarik kolonial datang ke Nusantara. Sayangnya, pasca abad 19, kapur barus mulai ditinggalkan sejak orang mengejar status pegawai negeri sipil.
Kendati demikian, kajian tentang asal usulnya masih saja menarik minat sejumlah peneliti. Ketertarikan itu berpangkal pada rasa penasaran terhadap dua kitab suci yang menyatut kata "kemenyan" dan "kapur barus".
Di dalam Al Kitab, Matius 2: 1-12, menyebut saat Yesus lahir, ada tiga orang Majus datang. Satu di antaranya mempersembahkan kemenyan. Siapa orang Majus itu? Literatur menyebut, orang majus itu, orang Persia. Tapi dari manakah asal kemenyannya? Mungkinkah kemenyan yang dipersembahkan saat Yesus lahir berasal dari Sumatera Utara?
Di kitab suci Alquran, ada surah Al Insan ayat 5 menyebut Kafura yang dalam leksikon Arab disebut berasal dari bahasa Persia. Tapi dalam kamus Persia, kafura itu disebut berasal dari bahasa Melayu: kapur, pohon kapur, kapur dari Barus. Jika ini benar maka kapur (kafura) adalah kosa kata Melayu yang masuk ke dalam Alquran. Tapi kafura alias kapur yang disebut Alquran itu sebenarnya bersumber dari mana? Mungkinkah dari Sumatera Utara?
Berpangkal dari informasi ini, tiga peneliti angkat bicara dalam Seminar dan Pameran bertajuk "Jejak Kapur Barus dan Kemenyan Asal Sumatera Utara dalam Peradaban Dunia" yang digelar di Vip Room Serbaguna Universitas Negeri Medan, baru-baru ini. Para narasumber itu, tak lain, Dr. Asnawi, ahli kapur barus (peneliti hasil hutan) dari Balai Penelitian Kementerian Lingkungan Hidup, Eri Sudewo, M.Hum, arkeolog dari Balai Arkeologi Sumatera Utara dan Dr. Phil Ichwan Azhari dari Pussis Unimed.
Asnawi mencoba membuka sesinya dengan menampilkan karakteristik tanaman kapur barus, kristal dan minyak kapur barus. Menurutnya, tumbuhan penghasil getah kapur barus hanya ada di wilayah Sumatera Utara dan Jambi.
Kemudian, Arkeolog Eri Sudewo mencoba mengungkapkan temuan-temuan kuno kemenyan, damar dan kapur barus dari eskavasi arkeologis di berbagai situs internasional sepasti Barus, Padang Lawas, Kota Cina, Pulau Kampai. Di situs Candi Simangambat, Mandailing Natal ditemukan jejak kemenyan damar dan kapur barus menandai masuknya kebudayaan hindu pada abad 9 hingga 11 Masehi. Kemenyan, damar dan kapur barus ini digunakan untuk penyembahan Dewa Siwa.
Di situs candi yang ada di Pasaman juga ditemukan benda berupa getah damar yang belum teridentifikasi. Diprediksi jejak damar itu digunakan sebagai alat memuja Dewa Budha namun tidak diketahui jenis dewa apa.
Begitu juga temuan pada masa Dinasti Sung dan data yang sama juga ditemukan di candi di daerah Trowulan, Jawa timur. Damar ini berfungsi sebagai materi untuk 'menghidupkan' candi bagi tradisi Hindu. Damar menjadi hal yang sakral dan profan. "Kalau tidak ada damar ini, tidak dapat disebut sebagai tempat peribadatan, ia hanya serupa rumah biasa," ujar Soedewo.
Sayangnya, keberadaan damar ini belum mendapat perhatian dari pemerintah dalam rangka menggali sejarah kebangsaan kita di masa lalu. Sebab ada kaitan antara Jawa dan Sumatera bukan hanya soal budaya, tetapi juga perniagaan.
Di situs Kota Cina, pemakaian damar dalam konteks yang profan, juga ditemukan di Pulau Kampei. Ada tiga jenis damar yang ditemukan di Pulau Kampei. Konteks di Pulau Kampei diperkirakan pemakaian damar antara abad 11 hingga 14 Masehi.
Hadirnya produk-produk alam asal Pulau Sumatera juga sampai ke Tiongkok. Ini dimungkinkan karena adanya proses niaga. Masih banyak ditemukan jejak damar, kemenyan dan kapur barus di situs-situs candi di Pulau Sumatera jelas menandai bahwa komoditi ini merupakan salah satu pemicu peradaban di Pulau Sumatera. Ketiga produk-produk alam ini dulu bernilai ekonomi tinggi.
Tak ketinggalan, Dr.Phil. Ichwan Azhari mengungkapkan berbagai literatur tua yang menyinggung kemenyan dan kapur barus. Ia mengaku belum bisa menyimpulkan bahwa kemenyan dan kapur barus yang tertulis di Alkitab dan Alquran itu berasal dari Sumatera. Pasalnya, minim sekali literatur yang mengupas tentang topik ini. Bahkan literatur kuno tidak akurat menjelaskan asal kapur barus itu.
Namun perdagangan abad 19 dan 20 memastikan kapur barus ada di Pantai Sumatera. Karena sumber-sumber tertulis sangat minim dan belum ditemukan. Sementara Yesus Kristus lahir di awal tahun masehi. (dgh)