Mitos dan Fakta Monosodium Glutamat

Oleh: Reinpal Falefi. Beredarnya penilaian yang bu­ruk di masyarakat me­ngenai Mo­noso­dium Glu­tamat (MSG) atau pe­nye­­dap tambahan buatan untuk ma­ka­nan men­jadikan MSG sua­tu momok yang harus dihin­darkan, mulai dari be­re­dar­nya MSG yang mengandung ba­han kimia berbahaya hing­ga MSG menyebab­kan kan­ker. Tidak sedikit ma­syarakat menghakimi bahwa MSG adalah barang “haram” kare­na memi­liki anggapan bahwa efek yang ditim­bulkan akan mempengaruhi sistem tu­buh manusia.

Monosodium Glutamat atau MSG merupakan kristal putih yang terdiri dari 12% sodium atau natrium (kom­ponen garam), 78% glutamat (kompo­nen protein) dan 10% air yang semua­nya ter­masuk zat gizi yang dibu­tuh­kan oleh tubuh. Dari kan­dungan terse­but, jelas MSG tidak mengandung ba­han ber­bahaya. Natrium atau sodium me­rupakan mineral pen­ting untuk mem­pertahan­kan volume dalam da­rah, menjaga fungsi dari saraf dan me­ngatur keseimbangan air dalam sel.

Glutamat juga memiliki peran yang penting dalam tu­buh, yaitu membantu da­lam metabolisme gula dan lemak, membantu transportasi kalium, energi untuk otak, mem­perbaiki gangguan ke­­pri­­badian, mengatasi penya­kit epi­lep­si, bisul, obesitas dan dapat menye­hatkan otak. Air sudah tentu sangat di­bu­tuhkan oleh tubuh, selain karena tu­buh manusia me­ngandung 60%-70% air, juga berfungsi untuk pengangkut zat mineral dalam tubuh.

Bukti lain mengapa MSG tidak mengandung bahan berbahaya adalah produk MSG secara komersial yang memiliki nomor registrasi MD dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) diproduksi melalui penja­min­an dan pengawasan mutu dan baik digunakan sebelum tanggal kedaluarsa.

MSG nyatanya tidak me­ru­sak saraf. Sampai saat ini belum ada bukti ilmiah yang mengatakan bahwa MSG me­rusak saraf otak manusia. Dalam pene­litian Olney (1969) pada bayi tikus de­ngan suntikan glutamat dosis tinggi (500-4000mg/kg berat badan) me­nye­babkan keru­sakan saraf otak, tapi ti­dak mungkin dilakukan pem­be­ri­an dosis tinggi pada ma­nu­sia yang setara de­ngan 38. 500-307.000mg/hari/orang. MSG aman dikonsumsi seba­gai Ba­han Tam­bahan Pangan (BTP) yang didu­kung oleh berbagai penelitian dan per­­nyataan resmi dari WHO dan ber­bagai lembaga ke­amanan pangan dan peraturan Men­­te­ri Kesehatan no 33 ta­hun 2012 bah­­­wa MSG aman di­kon­sum­si sebagai ba­­han BPT penguat rasa.

Apakah MSG menyebab­kan kege­mukan atau obesi­tas? Beberapa studi tentang MSG dan kegemukan pada manusia masih terbatas tetapi peneli­tian terkini dengan me­tode lebih baik yang diterbit­kan pada British Journal of Nutririon menunjukkan tidak ada hu­bungan antara asupan MSG dan ke­gemukan setelah dikoreksi dangan jum­lah ma­kanan yang dikonsumsi. Ka­rena itu MSG tidak dapat dikatakan lagi sebagai pe­nye­bab kegemukan un­tuk masya­rakat khususnya masyarakat Indonesia. Pe­nyebab­kan ke­gemukan pada manusia ada­lah pola makan yang ti­dak ter­atur, memakan makan­an berle­bihan tanpa disertai olah­raga atau ma­kanan cepat saji.

MSG tidak menyebabkan bertam­bah parahnya asma dan MSG tera­ku­mulasi da­lam darah adalah mitos yang beredar di masyarakat. Para peneliti di Harvard Medical School melakukan uji klinis untuk mengukur reaksi paru pada dua kelompok subjek yang me­ngalami asma de­ngan hasil tidak ada perbeda­an reaksi atau gejala asma. Me­ngenai MSG yang teraku­mulasi da­lam darah juga me­rupakan mitos ka­rena di da­lam sistem pencernaan, MSG yang mengandung natrium, glu­tamat dan air akan dipe­cah atau diurai­kan sehingga mustahil MSG teraku­mulasi dalam darah.

Banyak masyarakat ber­anggapan bahwa MSG me­ngandung zat adiktif yang dapat menyebabkan kecan­du­an sehingga semakin lama kadar MSG untuk masakan terus bertambah, tetapi mari ki­ta tinjau kembali MSG ter­diri dari natrium, glutamat dan air sehing­ga MSG sama sekali tidak mengan­dung zat adiktif.

Puncak dari semua mitos mengenai MSG adalah MSG dapat menyebab­kan kanker. Sampai saat ini belum ada penelitian yang menunjuk­kan MSG dapat menyebab­kan kanker. Faktor resiko kanker sangat kompleks baik itu dikarenakan infeksi, ke­tidakseim­bangan hormonal, pola makan, ke­turu­nan, serta paparan radikal bebas d­e­ngan pertumbuhan sel-sel tubuh abnormal sehingga berubah menjadi kanker. Faktanya, WHO atau Badan Ke­sehatan Dunia, Kementerian Kese­hat­an dan lembaga-lembaga lainnya me­nyatakan MSG aman dikonsumsi.

Fakta mengkonsumsi mo­nosodium glutamat

Fakta pertama dari MSG yaitu MSG hanya untuk di­konsumsi sebagai Bahan Tam­bahan Pangan (BTP). Da­lam peraturan Menteri Kesehatan No 33 tahun 2012 dinyatakan 27 golongan BTP aman digunakan seperti Fla­vour Enhancer atau penguat rasa. Contoh­nya adalah Mo­nosodium Glutamat (MSG), sehingga MSG yang memi­liki sifat gurih dan tidak da­pat diguna­kan selain makan­an.

Beberapa orang dalam ma­syarakat juga memiliki alergi atau sensitif ter­ha­dap MSG, orang yang memiliki aler­gi ini disebabkan karena adanya aler­gen yang masuk ke dalam atau me­nyentuh tubuh. Makanan yang dapat me­nyebabkan alergi biasanya me­ngan­­dung protein atau asam amino se­perti seafood, susu atau telur, terigu dan ka­cang-kacangan. Penelitian me­nun­jukkan ada orang ter­tentu sensitif terhadap MSG yang memiliki kan­du­ng­an asam amino, suatu kom­po­nen pro­tein dalam ma­kanan, hal inilah yang me­nyebabkan beberapa orang alergi, tapi tidak bisa kita salahkan MSG karena MSG mengandung ba­han penunjang tubuh sama hal de­ngan telur, seafood dan sebagainya untuk ke­banyak­an orang juga tidak alergi terhadap makanan tersebut.

Pengetahuan mengenai MSG yang paling umum ada­lah MSG dapat me­ningkat­kan selera makan, ini dikare­na­kan glutamat dapat me­rang­sang pro­duksi cairan lu­dah dan lam­bung dan cam­puran glutamat dan natrium ini me­nimbulkan rasa gurih. Setiap orang dari masyarakat selalu menikmati ma­kanan bersifat gurih dari ri­bu­an ta­hun lalu, sehing­ga ada pepa­tah “bagaikan sayur tanpa ga­ram” yang menunjuk­kan ma­kanan nikmat adalah makan­an memiliki rasa gurih.

Apakah kandungan natri­um ter­sebut lebih tinggi atau lebih rendah di­ban­dingkan garam? Jika dibandingkan de­ngan kadar natrium garam dengan kadar natrium MSG maka kandungan natrium MSG jauh lebih rendah di­bandingkan garam dengan kandungan natrium MSG se­besar 12% sedangkan kadar natrium dari garam sebesar 39%.

Bagi bayi tidak diperke­nan­kan me­ngon­sumsi MSG. Bayi hanya diper­ke­­nan­kan mengkonsumsi ASI yang su­dah memiliki glutamat be­bas. Bah­kan dalam Peraturan Pemerintah No 33 tahun 2012 tentang pemberian ASI Ekslusif dari bayi lahir sam­pai usia 6 bulan. Untuk usia 6-12 bulan barulah di­perke­nankan memberi makanan pendamping ASI, itupun ju­ga tidak diperkenankan me­nambahkan MSG kecuali ekstrak khamir.

MSG diproduksi dari ba­han-bahan alami, bukan dari campuran bahan ki­mia apa­lagi bahan kimia berbahaya. Glu­tamat yang diproduksi secara komersial diperoleh dari bahan-bahan mengan­dung karbohidrat seperti sing­kong, jagung, atau tetes tebu dalam pro­ses fermentasi dengan menggu­na­kan bakteri Brevi-bacterium lactofren­tum.

Karena MSG aman dikon­sumsi oleh masyarakat ber­dasarkan peneli­tian bahkan pernyataan dari WHO, maka dilarang menuliskan TANPA MSG pada label produk pa­ngan dari Food and Drug Administration (FDA) dan BPOM yang merupa­kan lem­baga pengawas dan penjamin mutu dan kua­litas pangan. Tidak hanya itu saja yang me­latarbela­kangi dilarang­nya penulisan tanpa MSG, alasan lainnya yaitu kan­dung­an natrium, glutamat dan air juga terdapat secara alami ham­pir semua jenis pangan.

Dengan adanya in­formasi yang jelas, diharapkan untuk kita semua agar tidak lagi menjadikan MSG suatu mo­­­mok yang harus dihindarkan de­ngan mitos-mitos yang mengerikan, tetapi tidak pula dianjurkan menggu­na­kan MSG secara berlebihan kare­na s­e­suatu yang berlebihan akan berdam­pak buruk mes­ki­pun belum ada pe­nelitian tentang bahaya mengon­sum­si MSG secara berlebihan.

(Penulis adalah mahasis­wa Universitas Islam Negeri Sumatra Utara, Fakultas Ke­sehatan Masyarakat, jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat angkatan 2016)

()

Baca Juga

Rekomendasi