Menonaktifkan Pancaindra

Oleh: Saurma. Berbahagialah kita yang memiliki pancaindra yang lengkap dan berfungsi baik. Kelengkapan itu membuat kita dapat memaksimalkan semua kemampuan kita di berbagai aktivitas dan rutinitas keseharian dalam mencapai harapan. Tidak sedikit dari antara kita yang tidak memiliki semua pancaindra itu dengan lengkap.

Ada pula yang lengkap pancaindranya, namun tidak seluruhnya berfungsi dengan baik. Mungkin ada kerusakan atau sakit dikarenakan suatu hal ataupun memang ada kekurangan sejak lahir. Kenyataan ini sepatutnya membuat kita menganggap pancaindra kita itu sebagai sesuatu yang sangat berharga dan harus kita jaga serta rawat dengan sebaik-baiknya.

Pancaindra kita, yaitu mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, hidung untuk mencium, lidah untuk mengecap atau merasa dan kulit untuk peraba. Ke­seluruhannya memudahkan kita me­ngetahui apa-apa yang terjadi pada diri kita. Bahkan, termasuk untuk mengetahui bagaimana lingkungan di sekitar kita. Simak saja semua aktivitas yang sudah Anda lakukan hari ini, adakah Anda merasakan manfaat keberadaan pancaindra tadi dalam kehidupan Anda? Bagaimana jika Anda tidak memiliki salah satu saja dari pancaindra tadi? Apakah mungkin Anda akan selancar saat Anda dilengkapi dengan pancaindra yang lengkap dan sehat tadi?

Malas Menggunakan

Kita memang dimudahkan oleh per­lengkapan pancaindra yang mengiringi seluruh waktu dalam hidup kita. Tidak pernah ada kata tertinggal sehingga merepotkan kita, saat lupa. Semua ber­siaga di tempatnya masing-masing, siap melaksanakan tugas sesuai amanat yang ditetapkan. Tidak ada kata menolak. Kecuali dalam kondisi kurang sehat, di mana pancaindra juga butuh perawatan sebagaimana bagian lain dari tubuh kita.

Sehingga, jika perawatannya maksimal maka hasilnya juga akan maksimal. Artinya, mata yang sehat misalnya, akan menam­pilkan penglihatan yang jelas dan terang. Tetapi mata bisa juga menjadi kabur dalam melihat karena kekurangan Vitamin A ataupun tidak menghindari penggunaan mata yang salah dalam keseharian. Apakah membaca atau menonton terlalu dekat dan kurang pencahayaan dan sebagainya. Semua ini penting diperhatikan sebagai upaya perawatan yang maksimal. Pera­watan sedemikian juga penting dilakukan untuk empat indra lainnya, sehingga seluruh pancaindra dapat menjalankan tugas sesuai fungsinya.

Keberadaan pancaindra sangat me­nentukan dalam kehidupan kita. Tetapi sayangnya, justru seringkali kita tidak benar-benar mau menggunakannya. Sehingga, pancaindra itu tidak berfungsi maksimal. Kita memperlakukannya persis seperti memperlakukan handphone canggih yang dipergunakan hanya untuk menelpon, sms dan bbm-an. Padahal begitu banyak fitur lain yang ditawarkan tanpa perlu menginstal khusus, karena sudah tersedia sebagai standard sebuah handphone canggih.

Sinyal Baik dan Buruk

Hal ini sebenarnya justru merugikan diri kita sendiri. Akibat kita malas memakainya dengan maksimal maka kita menjadi kurang awas dan seperti tidak mengenali lingkungan di sekitar kita. Juga, kita menjadi tidak menyadari dengan cepatnya perkembangan yang terjadi di sekitar kita. Tidak heran jika kemudian kita terkejut atas suatu peristiwa yang kita anggap tidak terduga sama sekali. Padahal, sebenarnya kita sudah menerima sinyal arah dari perubahan yang akhirnya terjadi tersebut, melalui pancaindra kita. Tetapi kita alpa karena kemalasan kita tadi dalam menggunakan pancaindra, sehingga mengabaikan sinyal baik dan buruk yang disampaikannya.

Selama ini kita lebih banyak meng­anggap pancaindra itu sebagai tempelan yang tidak terlalu penting. Padahal, alat ini disiapkan untuk tugas-tugas yang bersifat sensitif, sehingga justru harus kita rawat dan pergunakan secara maksimal. Tugas­nya itu memberi informasi penting bagi diri kita pribadi dan setiap orang tentang langkah apa yang harus diambil terkait dengan informasi yang dihadirkan si pancaindra kita. Dengan begitu, kita tidak perlu terkejut lagi dengan berbagai keanehan atau bahkan prestasi orang-orang yang ada di sekeliling kita.

Kita juga dapat mewaspadai sinyal yang mengarah pada hal yang kurang baik ataupun semakin semangat atas sinyal baik yang tertangkap oleh pancaindra kita. Sebagai contoh, saat seseorang mulai kesulitan dalam mendengar, itu adalah sinyal yang menunjukkan adanya peng­halang bagi kita untuk mendengar. Dengan mengunjungi dokter spesialis telinga maka pengobatan atau sarannya dapat membuat kita bisa mendengar dengan baik atau seperti semula lagi.

Memperhatikan Sinyal

Begitupun ketika kita bisa mendapat sinyal bahwa orang-orang di sekitar kita mulai berbenah meningkatkan pendidikan atau keterampilan. Hal ini tentu bisa kita sikapi dengan juga mulai mengarahkan diri kita pada peningkatan di bidang pendidikan atau bidang pilihan lainnya. Tetapi jika kita mengabaikannya, maka kita akan tetap seperti itu dari tahun ke tahun dan selalu mendapat kejutan atas prestasi rekan-rekan kita yang terus berkembang pesat. Sinyal yang disampaikan indera mata itu menjadi sia-sia saja.

Hal yang sama terjadi pada alat indra perasa kita. Kalau selama ini kita meng­anggap menu yang rutin kita makan sebagai yang terenak, tidak ada salahnya kita mulai mencoba menu baru yang mungkin akan lebih menggugah selera makan kita. Dengan demikian, kita tidak menjadi merasa aneh saat orang-orang lain mulai mengejar trend kuliner yang terbaru dengan berbagai variasi rasa yang menarik. Kita bahkan juga bisa saja justru mulai menciptakan resep baru untuk jadi pilihan menu yang boleh dibagikan ke orang lain. Hal ini tentu akan memperkaya rasa dalam kuliner pilihan Anda. Indera perasa juga memberi informasi atas kesehatan kita, misalnya rasa pahit di lidah bisa saja menunjukkan kita kurang sehat dan perlu ke dokter, misalnya.

Demikianlah, penting bagi kita untuk memperhatikan sinyal yang diungkapkan oleh pancaindra kita.

Sikap kita untuk tidak memerdulikan sinyal yang disampaikan oleh pancaindra kita dapat menjadi sesuatu yang tidak kita sangka kemudian. Jika kita tidak menganggap sinyal tersebut dengan sungguh-sungguh maka kita tidak akan tertinggal dan harus siap menerima aneka kejutan lain.

Seperti informasi pencegahan ataupun mengetahui kondisi payudara agar terhindar atau dapat ditangani sejak dini jika terkena kanker payudara. Pihak medis sudah menganjurkan untuk melakukan teknik pengamatan pribadi melalui cara tertentu dengan melakukan beberapa teknik rabaan pada payudara. Dari hasil rabaan tersebut kaum perempuan dapat mengetahui gejala awal yang ditandai dengan benjolam tidak wajar, misalnya. Seorang perempuan yang mensyukuri keberadaan pancaindranya lewat kulit, tentu dengan serta merta lantas melakukan perabaan sebagai teknik periksa payudara sendiri. Setelah kulit memberi sinyal maka ia tidak akan menyia-nyiakan informasi tersebut sebagai informasi awal tentang kesehatan payudaranya.

Nonaktif

Hal-hal di atas hanya contoh kecil yang ada di hadapan kita. Ada banyak contoh lain yang efeknya lebih besar dan dahsyat, tidak saja untuk diri kita sendiri tapi juga bagi kekuarga dan masyarakat kita. Sebagai contoh, apa yang kita lihat atas gerak-gerik mencurigakan, bisa saja yang akan maling di tetangga ataupun seperti anggota teroris. Atau kita juga menemukan anak-anak di sekitar kita mulai mengenal narkoba hingga seks bebas, misalnya. Jika kita me­nonaktifkan pancaindra kita maka hal-hal demikian dapat berkembang pesat dan tidak terhindar dari lingkungan di sekitar kita. Tapi jika kita aktif menyikapi panca­indra kita maka kita dapat menginisiasi lingkungan kita untuk bertindak atas hal-hal demikian. Jangan sampai kita menjadi heran, ketika sesuatu yang dahsyat itu terjadi di dekat kita, hanya karena kita abai di kesempatan pertama, saat mendapat sinyal dari pancaindra kita.

 Sikap menonaktifkan pancaindra ini dalam skala yang lebih luas juga dapat menjadi bencana dan membuat diri sendiri atau keluarga kita menjadi korban. Hanya karena melihat sesuatu, bahkan bolak-balik terlihat, tapi tidak kita respon, sehingga berlalu begitu saja dari pan­dangan kita, misalnya. Lalu, kita justru baru menya­darinya ketika kemudian kita mendengar suatu kejadian terkait apa yang kita lihat itu. Kita pun bereaksi bahwa kita sebenarnya sudah melihat tanda-tanda akan ada kejadian dimaksud, tetapi karena kita sekadar melihat  maka tidak terpikir untuk menstimulasi lingkungan untuk bersama-sama menyikapinya.

Begitulah kalau kita menonaktifkan pancaindra, walaupun kita melihat sesuatu tetapi seperti tidak melihat apapun. Sayangnya, banyak pula diantara kita yang tidak memerdulikannya sehingga seringkali dengan sengaja tidak menjalankan fungsi seluruh pancaindranya tadi dengan baik. Tidak heran jika ada banyak diantara kita yang punya mata tapi tidak mau melihat, punya hidung tapi tidak mau mencium, punya telinga tapi tidak mau mendengar, punya lidah tapi tidak mau merasa, punya kulit tapi tidak mau meraba. Bagaimana dengan Anda?

()

Baca Juga

Rekomendasi