Oleh: Dr. Muhammad Iqbal, M.Ag. Perjuangan kaum Lesbi, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) di Indonesia semakin berani saja. Mereka menuntut pengakuan dan memandang perilaku mereka sebagai hak asasi manusia (HAM). Beberapa waktu lalu, tersebar berita perkawinan kaum gay di Bali. Berita mengejutkan datang pula dari Batam. Sekitar 3.000 pelajar di Kota Batam Kepulauan Riau diduga sebagai lelaki penyuka lelaki (LSL). Data ini berasal dari Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Anak-anak berusia di bawah 18 tahun itu terkumpul dalam beberapa komunitas LSL, kata anggota DPRD Kepri, Suryani di Batam, Jumat (11/2/2016). "Itu laporan yang saya terima dari Badan Pemberdayaan Perempuan. Data 2015," kata Suryani. Lebih miris lagi, Organisasi Pembangunan Dunia PBB atau United Nations Development Programme (UNDP) mengucurkan dana sebesar delapan juta dolar AS atau sekitar Rp108 miliar yang diperuntukkan bagi kemajuan kesejahteraan komunitas LGBT di Indonesia, Tiongkok, Filipina dan Thailand.
Secara internasional, perjuangan kaum LGBT sudah memperoleh hasil yang menggembirakan bagi mereka. Tahun lalu, masyarakat Republik Irlandia sepakat menjadikan negara mereka sebagai tempat legal untuk pernikahan sesama jenis, baik itu lesbian maupun gay. Irlandia tercatat sebagai negara pertama yang melegalkan perkawinan sejenis melalui referendum, dan sekaligus menjadi negara ke-14 yang mengakui pernikahan sesama jenis. Lebih dari 62 persen suara mendukung amandemen konstitusi negara untuk 'membahagiakan' pasangan gay dan lesbian ini.
Seperti diberitakan oleh Irish Time, Minggu (24/5/2015), Perdana Menteri Irlandia Enda Kenny memuji langkah bersejarah negaranya tersebut. “Dengan suara hari ini telah diungkapkan siapa kita. Sebuah orang yang murah hati, penyayang, berani dan menyenangkan,” katanya. Total 1,2 juta penduduk Irlandia menyetujui legalitas pernikahan sesama jenis ini. Kota Dublin Selatan menjadi kota dengan suara terbanyak, dengan hampir 75 persen warganya setuju. Perdana Menteri Irlandia, Enda Kenny menyambut bahagia atas hasil referendum tersebut, ia pun mengesahkan pernikahan sesama jenis secara formal dan menjadi ketetapan negara.
Pernikahan sesama jenis pertama kali dilegalkan oleh Belanda pada 2001. Menyusul kemudian Kanada, Afrika Selatan, Belgia, dan Spanyol. Kemudian, negara di Amerika Latin yang pertama kali melegalkan adalah Argentina. Berturut-turut negara lain yang juga sudah mengesahkan perkawinan sejenis adalah Denmark, Islandia, Norwegia, Portugal, dan Swedia. Sementara untuk Asia, distrik Shibuya di Jepang adalah yang pertama melegalkannya. Bahkan tidak tanggung-tanggung, Perdana Menteri Islandia, Johanna Sigurdardottir adalah seorang lesbian dan Perdana Menteri Luxemburg, Xavier Bettel, adalah seorang gay.
Hilangnya Nilai Kemanusiaan
Fenomena pengesahan perkawinan sejenis ini, bahkan “kehormatan” untuk orang lesbi/ gay memimpin sebuah negara, memperlihatkan semakin hilangnya nilai kemanusiaan manusia. Allah menciptakan manusia berpasang-pasangan, laki-laki dan perempuan, adalah untuk meneruskan keturunan manusia itu sendiri dalam rangka pelaksanaan tugasnya sebagai khalifah yang mengelola bumi. Allah mengatur hubungan pergaulan yang halal antara laki-laki dan perempuan dalam sebuah lembaga yang sakral bernama perkawinan. Allah mengatur pelampiasan syahwat secara normal dan fitrah, yaitu laki-laki dan perempuan, bukan sesama jenis. Dengan demikian manusia menjadi berkembang biak dengan baik dan derajat kemanusiaannya tetap terpelihara, tidak seperti binatang yang tidak mengenal lembaga perkawinan.
Namun demikian, masih banyak manusia yang tidak mau diatur Allah dan menginginkan pola pergaulan yang jauh dari nilai-nilai kemanusiaan. Atas nama kebebasan dan hak asasi manusia, sebagian anak Adam ini mencoba berekspresi dengan melakukan pernikahan sejenis. Bagi mereka ini adalah hak asasi manusia. Tidak boleh ada seorang pun yang melarang orang lain menikahi orang sejenisnya. Padahal, secara akal sehat saja, tidak ada seorang perempuan pun yang tertarik dan bernafsu pada perempuan lain. Demikian juga laki-laki. Ia tidak akan punya nafsu kepada laki-laki lain. Kalau ini terjadi, maka dapat dipastikan ada yang rusak dalam syaraf-syarafnya. Yang paling fatal adalah kerusakan pada otak dan akal sehatnya. Ini adalah suatu penyimpangan.
Menjemput Azab
Padahal sejarah telah menjelaskan kepada kita betapa umat Nabi Luth As. dihancurkan Allah karena perilaku homoseksual (liwâth) ini. Laki-laki mencintai laki-laki lain yang terlihat kemayu, lemah lembut dan mendayu-dayu. Merekalah yang pertama kali dalam sejarah kemanusiaan melakukan perbuatan yang sangat menjijikkan ini, yang menjerumuskan mereka sendiri ke jurang kebinatangan. Bahkan binatang jantan sendiri pun tidak berhubungan dengan sesama jenisnya. Pasti ia mencari betina.
Lebih parah lagi, ketika datang dua orang malaikat ke rumah Nabi Luth untuk menyampaikan bahwa umat beliau akan mendapat siksaan Allah dan supaya Nabi Luth segera menyingkir menghindari siksaan tersebut, kaum beliau malah meminta kepada Nabi Luth supaya malaikat yang menyerupai laki-laki tampan tersebut juga diserahkan kepada mereka untuk mereka cumbu dan gauli. Akhirnya, setelah Nabi Luth menghindar, Allah pun membalikkan negeri mereka dan menurunkan hujan batu panas yang meluluhlantakkan tubuh mereka yang durhaka tersebut. (Lihat antara lain surat Hûd, ayat 78-82 dan al-`Ankabût, ayat 33-34).
Menarik dicermati nasihat Nabi Luth kepada kaumnya sebelum datang azab Allah. Dalam nasihatnya beliau mengatakan bahwa kaumnya melakukan perbuatan fâhisyah, yang tidak pernah dilakukan oleh umat manusia sebelumnya. Kata fâhisyah berarti sebuah perbuatan atau perkataan yang hina dan merendahkan derajat kemanusiaan manusia. Perkawinan sejenis jelas merupakan perbuatan hina yang merendahkan derajat kemanusiaan. Perbuatan ini menjerumuskan manusia ke derajat yang lebih hina dari binatang.
Sejarah kaum Nabi Luth berulang kembali pada masa modern sekarang. Manusia yang sudah hilang nilai kemanusiaannya mencintai sesama jenis. Iblis telah menghiasi perbuatan keji mereka melalui dalih HAM, kreativitas manusia dan demokrasi. Atas nama HAM, hak manusia untuk mencintai sesama jenis tidak boleh dikebiri dan dihalangi. Atas nama kreativitas, boleh dong laki-laki mencoba “mencicipi” laki-laki juga, atau sebaliknya perempuan juga demikian, sesuatu yang katanya menimbulkan sensasi luar biasa. Kalau mengikuti mainstream laki-laki menikahi wanita, itu biasa. Yang luar biasa itu menikahi sejenis. Atas nama demokrasi, kejahatan moral dan kekejian pun dilegalkan. Yang penting disepakati bersama. Apakah bertentangan dengan moral, kemanusiaan dan agama, itu tidak jadi soal.
Yang lebih ironis, perjuangan LGBT ini malah didukung penuh oleh beberapa pemikir Muslim yang liberal. Mereka membela mati-matian kaum perilaku syahwat menyimpang ini dengan berbagai dalih. Ada yang berdasarkan HAM; ada pula yang mengatakan bahwa yang dilarang Allah bukan homoseksual atau lesbian, tetapi perilaku sodomi. Inilah cara berpikir nyeleneh beberapa pemikir Indonesia yang bahkan akrab dengan kajian-kajian keislaman.
Pendapat-pendapat yang mendukung LGBT ini dikecam habis pakar kesehatan Prof. Dadang Hawari. Menurut Dadang, perilaku LGBT itu bukan fitrah atau gen, tapi penyakit. “LGBT itu penyimpangan atau kelainan. Bisa dikoreksi (disembuhkan) karena bukan dari gen, tapi pengaruh lingkungan. Yang penting yang bersangkutan menyadari bahwa apa yang dia lakukan tidak sesuai fitrahnya,” terang Prof. Dadang. Ia melanjutkan, perilaku LGBT adalah akibat nalar dan jiwa yang sakit. Suara-suara yang menghalalkan perkawinan sejenis (homoseksual dan lesbian) sebenarnya lebih bersumber dari jiwa yang sakit, emosi yang tidak stabil dan nalar yang sakit.
Jelasnya, perkawinan sejenis telah menghilangkan akal sehat dan mematikan syahwat wajar mereka terhadap lawan jenis. Apa jadinya kalau dunia ini dipenuhi oleh orang-orang yang sudah tidak punya syahwat terhadap lawan jenis? Alamat kutukan Allah yang datang untuk manusia. Alangkah beraninya manusia menjemput azab dari Yang Maha Kuasa. Tidakkah kita mau belajar dari sejarah umat Nabi Luth?