Sektor Pertanian Aceh Kurang Diperhatikan

Banda Aceh, (Analisa). Kecilnya alokasi dana untuk sektor pertanian di Aceh menandakan kurangnya perhatian atas sektor ini. Alokasi anggaran untuk pertanian yang tidak mencapai 20 persen terus menjadi persoalan serius bagi petani di Aceh.

Hal itu diungkapkan Ketua Umum Pengurus Besar Serikat Tani Islam Indonesia (PB STII), Abdullah Puteh, saat melantik Pengurus Wilayah (PW) STII Aceh, di Banda Aceh, Minggu (21/2). 

“Kalau dilihat fakta, kita bisa mengatakan bahwa pemerintah kurang berpihak pada pertanian. Alokasi dana untuk pertanian hanya lima persen. Khusus dalam pengembangan pertanian di Aceh, saya melihat produksinya rendah,” kata mantan gubernur Aceh itu.

Secara nasional, perhatian terhadap sektor pertanian juga dinilai belum menyentuh petani. Dia membandingkan antara alokasi dana untuk pertanian di Indonesia dengan dana pertanian di sejumlah negara lainnya.

“Di Amerika Serikat, alokasi dana untuk sektor pertanian mencapai 20 persen. Kalau di Indonesia, belum seperti itu. Harusnya, perhatian terhadap pertanian sama dengan perhatian terhadap pendidikan yang dananya dialokasikan sampai 20 persen,” ujarnya.

Dikatakannya, produksi komoditas pertanian yang diusahakan petani masih rendah dibandingkan dengan potensi genetik dan fisik komoditas tersebut. “Hal ini disebabkan beberapa faktor, seperti iklim dan tanah yang tidak sesuai dengan komoditas yang diusahakan,” ujarnya.

Potensi sumber daya alam di Aceh dinilai belum dimanfaatkan maksimal. Padahal, masih luas lahan potensial untuk pengembangan pertanian. Hal itu karena belum adanya informasi tentang keadaan agroekologi, yakni ilmu yang menerapkan prinsip ekologi untuk pertanian di daerah ini.

“Informasi agroekologi ini penting untuk menentukan jenis komoditas yang sesuai dikembangkan di suatu daerah,” katanya seraya mengingatkan, untuk memperkuat masyarakat agraris di Aceh harus dibarengi dengan kekuatan petani.

Dia mengungkapkan, upaya alih teknologi di provinsi itu sering gagal. Teknologi yang dihasilkan balai-balai penelitian dan dirakit Balai Penelitian Tanaman Pangan dalam lima tahun terakhir cukup banyak, tetapi upaya pengalihan teknologi tersebut dinilai sering gagal.

Menurutnya, hal itu karena kurangnya iformasi yang dapat digunakan para peneliti, penyuluh, perencana dan pelaku pembangunan pertanian untuk memahami secara seksama kondisi agroekoogi, sosial ekonomi dan budaya di daerah sasaran.

“Sehingga, teknologi baru yang diintroduksi tidak berlanjut setelah kegiatan berakhir. Pembangunan pertanian perlu ditingkatkan, terutama berkaitan dengan produktivitas,” katanya.

Hal serupa disampaikan Ketua PW STII Aceh, Amin Affan, yang mengungkapkan, nasib petani di Aceh menyedihkan. Karenanya, dia meminta para pemangku kepentingan untuk bersama-sama memperhatikan petani di Aceh.

Gubernur Aceh, Zaini Abdullah dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Sekretaris Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat Aceh, T Nasruddin, mengatakan, pemerintah memasukkan ketahanan pangan dan nilai tambah pertanian sebagai salah satu program prioritas. (bei)

()

Baca Juga

Rekomendasi