Oleh: Muhammad Hisyamsyah Dani
“Dan Katakanlah, “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada Allah Yang Mengetahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakanNya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan”.
(QS. At-Taubah : 105)
Sejak awal Allah swt menciptakan makhluk bernama manusia sejatinya adalah untuk menjadi khalifah di muka bumi dan mengabdi untukNya. “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”( Al-baqarah : 30 ). Bukti penghambaan tersebut sejatinya harus diaplikasikan dalam bentuk amaliyah pekerjaan yang mendatangkan buah keberkahan bagi diri dan lingkungan. Setiap insan harus mampu menghadirkan suasana semangat kerja di manapun berada, kerja yang akan mendatangkan dan menghasilkan amal yang bukan hanya sekedar mendatangkan kebaikan di dunia namun berbuah pahala di mata Sang Pencipta.
Agama Islam mencintai setiap muslim yang memiliki kualitas kerja yang giat, mandiri, serta tidak menyusahkan orang lain. Islam sangat tidak menyukai orang yang membuat beban bagi orang lain dan hanya berpangku tangan. Hakikat bekerja dalam pandangan Islam begitu tinggi derajatnya. Rasulullah Saw bahkan menyebut aktifitas bekerja sebagai jihad di jalan Allah. Diriwayatkan beberapa orang sahabat melihat seorang pemuda kuat yang rajin bekerja. Merekapun berkata mengomentari pemuda tersebut, “Andai saja ini dilakukan untuk jihad di jalan Allah, namun Rasul menyela dengan sabdanya, “janganlah kamu berkata seperti itu. Jika ia bekerja untuk menafkahi anak-anaknya yang masih kecil, maka ia berada di jalan Allah. Jika ia bekerja untuk menafkahi kedua orang tuanya yang sudah tua, maka ia di jalan Allah. Namun, jika ia bekerja dalam rangka riya’atau berbangga diri maka ia di jalan setan”. (HR. Thabrani ).
Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin telah jelas dan sangat mendorong umatnya untuk bekerja, sebab bekerja adalah hidup menuju kemuliaan dan tidak menjadi beban orang lain. Islam tidak membatasi pekerjaan, namun membebaskan untuk memilih pekerjaan yang sesuai dengan kecenderungan dan kemampuan. Namun, sekali lagi Islam memberi batasan-batasan dan memberikan nilai yang harus dipegang dan dijaga oleh setiap muslim, agar aktifitas bekerjanya benar-benar dipandang oleh Allah sebagai amal ibadah yang membawa kebaikan baik di dunia maupun di akhirat.
Pertama, Mencari pekerjaan yang halal lagi baik (Halalan Thayyiban ), bukan hanya mengkonsumsi makanan dan minuman yang halal, namun dalam mencari sumbernya atau dengan kata lain mencari pekerjaan harus juga memperhatikan konsep halal. Tujuannya tidak lain untuk mendatangkan keberkahan. Seorang muslim tidak boleh melakukan pekerjaan yang dilarang dalam Islam terlebih pekerjaan yang menimbulkan kemaksiatan dan mendatangkan kerusakan. Diantaranya, memproduksi khamr, berjudi, pekerjaan yang mengandung unsur riba, suap, mencuri, merampok, menipu, dan memanipulasi serta
Kedua, senantiasa bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab dan profesional. Sejatinya, setiap manusia yang dititipkan amanah maupun tanggung jawab harus dapat diemban dengan baik. Begitu pula jika menceburkan diri dalam satu bidang pekerjaan. Maka, pertama kali yang harus dilakukana adalah mencintai pekerjaan tersebut dan bertindak dengan penuh tanggung jawab. Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya Allah mencintai seseorang diantara kalian yang jika ia bekerja, maka ia bekerja dengan baik”. (HR Baihaqi).
Profesional dalam bekerja juga dapat dilihat dari rasa memiliki suatu pekerjaan dan bertindak dengan penuh kehati-hatian agar tidak melakukan kesalahan-kesalahan dalam urusan pekerjaan yang telah diemban kepada seorang insan.
Ketiga, Menghadirkan nuansa keikhlasan dalam setiap bekerja. Nuansa Ikhlas sering kali menarik perhatian. Terlebih jika ikhlas disandingkan dengan setiap aksi pekerjaan yang akan dilakukan. Kita harus menanamkan dalam diri, bahwa ikhlas merupakan niat utama sebelum melangkah ke suatu pekerjaan. Niat ikhlas semata-mata bekerja hanya mengharap ridho Allah swt. “Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan balasan sesuai dengan apa yang diniatkannya.” (HR Bukhari Muslim).
Niat merupakan kunci penting dalam ibadah. Jika kita ingin pekerjaan dinilai sebagai ibadah, maka niat ibadah itu harus terpatri dalam sanubari kita masing-masing. Segala lelah dan setiap tetesan keringat karena bekerja akan dipandang oleh ketundukan amal shaleh disebabkan karena niat. Sebab Allah sangat menyayangi setiap hambanya yang bekerja karena ibadah dan berpeluh di siang hari demi mencari rezeki. Sebab, dari keikhlasan tersebut Allah akan mengampuni dosa-dosa setiap hambaNya yang giat bekerja. Rasulullah Saw bersabda : “Barang siapa yang pada malam harinya merasakan kelelahan dari upaya keterampilan kedua tangannya pada siang harinya, maka pada malam itu ia akan diampuni oleh Allah”. (HR Ahmad ). Dalam hadist lain Rasul juga bersabda bahwa bekerja mencari nafkah dan rezeki halal dinilai sebagai salah satu bentuk jihad. Lelah karena bekerja, bahkan penjadi penggugur dosa-dosa kecil. “Sesungguhnya Allah suka kepada hamba yang berkarya dan terampil. Barang siapa bersusah payah mencari nafkah untuk keluarganya maka dia serupa dengan seorang mujahid di jalan Allah Azza wajallah”. (HR Ahmad ).
Keempat, Tidak melalaikan ibadah dan ingat Allah dalam kegiatan bekerja. Bekerja akan bernilai ibadah apabila kita selalu ingat Allah dalam kegiatan bekerja dan tidak melupakan kita dari kewajiban kewajiban mengingat Allah swt. Contoh sederhana, adalah Salat. Sering kali seorang muslim melalaikan salat demi sebuah pekerjaan yang dilakoninya. Maka, jangan sampai kesibukan bekerja melalaikan kita untuk ingat dan ibadah kepada Allah swt. Bekerja hanyalah rutinitas dan anugerah yang diberikan Allah kepada kita sebagai hambanya. Bukan dengan itu lantas kita menajdikan kerja sebagai alasan untuk lalai dan tidak ingat ibadah kepadaNya. Bekerja dengan mengahdirkan niat ibadah dan mampu memenuhi hak Allah akan berbuah keberkahan dan pahala dariNya.
Kontemplasi perjalanan menuju keberkahan salah satunya di dapat dari hakikat bekerja yang senantiasa dilakukan setiap muslim. Nuansa kelelahan yang senantiasa hadir dalam bekerja akan mendatangkan keberkahan kepada kita. Sebab Allah menyukai hambanya yang merasa lelah dalam bekerja. Itu artinya, hambanya tidak berpangku tangan dan tidak menjadi beban bagi orang lain.
Keikhlasan merupakan kunci utama dalam bekerja, profesionalitas dan rasa tanggung jawab adalah kunci berikutnya. Bekerja akan mendatangkan keberkahan manakala kita menanamkan bahwa bekerja adalah ibadah yang akan menuai pahala baik di dunia maupun di akhirat kelak. Allah mencintai hambanya yang kuat daripada hambanya yang lemah dan hanya berpangku tangan, berdiam diri tanpa ada usaha. Rasulullah Saw Bersabda, Bekerjalah untuk duniamu seolah olah engkau akan hidup 1000 tahun lagi, dan bekerjalah untuk akhiratmu, seolah olah engkau akan mati esok hari. Semoga ada manfaatnya. Wallahu ‘Alam.
Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Siyasah, Fakultas Syari’ah & Hukum UIN SU Medan, & Kru LPM Dinamika UIN SU Medan