Mengembangkan Teori Sastra Melalui Alam Semesta

Oleh: Elsa Vilinsia Nasution.

Membahas tentang sastra memang tidak ada ujungnya. Bisa kita ketahui berdasarkan kesepakatan bahwa sastra mengandung kebebasan dalam berimajinasi. Apakah teori sastra selalu berkaitan dengan puisi? Karya sastra, prosa rekaan, kajian sastra, pendidikan, sastrawan, pembaca, psikologis, sosiologis dan alam semesta? Jawabannya, ia.

Sebelum megetahui seluk-beluk tentang sastra, seharusnya beberapa teori dan pendekatan di atas menjadi salah satu pengantar wajib. Pendekatan ini harus diketahui oleh penggemar sastra baik pemula ataupun senior.

Di antara banyaknya teori mengatakan, sastra adalah kehidupan, nafas, bagian tubuh, keindahan, hati, benda dan lain sebagainya. Pernahkah Anda berpikir bahwa teori sastra ada berkaitannya denganalam semesta?

Pada generalnya, alam semesta merupakan segala isi yang hidup dan mati. Sastra dan alam semesta memiliki hubungan erat yang menjadi energi bagi penikmatnya.

Jika berdasarkan kutipan yang ada di dalam buku pengantar teori sastra, teori sastra berasal dari kata theria(bahasa latin). Secara etimologis teori berarti kontemplasi terhadap kosmos dan realitas. Pada tataran lebih luas, hubungannya dengan dunia keilmuan, teori berarti perangkat pengertian dan konsep. Preposisi mempunyai korelasi yang teruji kebenarannya.

Pada umumnya, teori dipertentangkan dengan praktik. Setelah suatu ilmu pengetahuan berhasil untuk mengabstraksikan keseluruhan konsepnya pada suatu rumusan ilmiah, dapat diuji kebenarannya. Teori itu sendiri. Teori mesti dioperasikan secara praktis, sehingga cabang-cabang ilmu pengetahuan sejenis dapat dipahami secara lebih rinci dan mendalam.

Teori sastra juga berfungsi untuk mengubah dan membangun pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan. Menurut Fokkema dan Kumme-ibsch (1977:175) penelitian terhadap karya sastra pada umumnya memanfaatkan pada teori-teori yang sudah ada. Tradisi seperti ini dianggap memiliki kelemahan sebagai akibat penyederhanaan, eklektisisme dan penyimpulan yang salah.

Keuntungan yang diperoleh jelas. Peneliti diberikan kemudahan peneliti. Tinggal menguji kembali dan menyesuaikannya dengan sifat-sifat objek.

Perkembangan teori baru dalam sastra sebenarnya memanfaatkan pada teori yang sudah ada. Apalagi bagi pemula yang sedang memahami teori-teori sastra.

Menulis karya sastra, ternyata apa yang diperlukan untuk menulis berbeda-beda antara satu sastrawan dengan sastrawan lainnya. Proses sastra, selalu dialami para sastrawan dalam tahapannya. Seperti dorongan menjadi pengarang dan kegiatan sebelum menulis. Selama menulis dan kegiatan setelah menulis. Munculnya teori baru dalam dunia sastra, sering dijadikan objek yang dipikirkan penulis sebelum menulis salah satunya alam semesta.

Dalam menanggapi alam semesta menurut Poedjawijatna, manusia juga mengakui alam semesta. Hasil proses mengakui terhadap sesuatu disebut pengetahuan. Pengakuan manusia terhadap sesuatu sesuai dengan keberadaan secara objektif sesuatu tersebut. Walaupun semuanya menyatu dalam diri manusia, aspek tahu dapat dikelompokkan atas pengindraan, tanggapan, ingatan, dan fantasi.

Jika kita mencermatinya, kebanyakan karya sastra disusun berdasarkan alam semesta. Baik dari segi puisi, cerpen, prosa dan novel yang menyelipkan alam semesta pada bagiannya.

Perkembangan teori sastra untuk penulis yang baru dan mencari hal-hal yang berhubungan dengan pengalaman bermula melalui berjalan-jalan. Membaca, mendengarkan dan peka terhadap sekeliling kita. Semua itu ada pada  alam semesta.

Karya sastra ini lebih dominan imajinasi sastrawan. Bahan yang sama, bisa diolah dan ditanggapi secara berbeda oleh beberapa sastrawan. Bahkan, dengan judul yang sama uraian karya sastranya bisa berbeda-beda. Misalnya saja dapat ditelusuri dari ungkapan Muhammad Yamin dalam puisinya “Tanah Air”. Puisi Rustam Effendi “Tanah Air”. Kedua puisi ini memiliki judul yang sama. Uraian mereka berbeda meskipun tujuan maksudnya sama.

Sebagai generasi muda dalam kegiatan menulis, mengembangkan teori baru dalam dunia sastra tidaklah mudah. Masih ada permasalahan keterkaitan cara dan argumentasi bagi masing-masing penulis. Dari tahun ke tahun penulis selalu melakukan penyegaran pikiran sebelum menulis. Atau sedang mencari inspirasi dalam hal ide yang ingin ditulis agar menambah wawasan dan pengetahuan.

Solusinya adalah alam semesta. Ketika sedang berpetualang dan berdialog sekaligus merasakan langsung lukisan maha pencipta. Banyak penulis mewujudkan kekagumannya melalui karya sastra berupa puisi dan cerpen. Karena itu, alam semesta menjadi ide pertama dalam proses besastra bagi penulis dimanapun berada untuk meliarkan imajinasinya.

Penulis; MahasiswaSastra Indonesia FKIP UMSU danBergiat di Komunitas FOKUS UMSU.

()

Baca Juga

Rekomendasi