Kesabaran Seekor Ulat

Oleh: Nia Daniati Nainggolan

PAGI hari masih di selimuti embun, seekor Ulat sedang tertidur pulas di atas dedaunan sebuah pohon di suatu hutan. Ia tiba-tiba tersentak bangun mendengarkan suara tertawa dari binatang-binatang hutan lainnya yang kala itu tengah mengejeknya.  Ulat itu melihat wajah teman-temannya. Kancil, Gajah, Kerbau, Landak, Monyet, Ayam, Burung dan binatang-binatang lainnya. Bahkan Siputpun ada di sana. Pada saat itu binatang-binatang itu belum tau sama sekali kalau Ulat bermetamorfosis. 

“Eh…Ulat! Kenapa kerjamu tidur saja? Mainlah bersama kami???” kata sang Kerbau dengan alis yang dinaik-naikkan memberi ejekan.

“Ulat…yang jalannya paling lambat sedunia, mana mungkin mau main sama kita. Dia tidak pede,” sambung sang monyet disambut dengan tawa semua binatang. Mengenai hal ini, sang Ulat tidak heran lagi. Hampir setiap hari mereka mengolok-oloknya. Hanya saja ia selalu dalam keadaan tenang menghadapi mereka. Itu membuat para binatang lain merasa kesal.

“Waduh…maaf ya kawan-kawan, bukannya aku tak pede. Hanya saja ini adalah hari-hari penentuan buatku,” jawabnya sambil tersenyum. 

Mereka tidak mengerti apa maksud dari perkataan si Ulat. Ejekan demi ejekan mereka lontarkan berharap ia akan menangis dan merasa terpuruk. Melihat si Ulat tidak tergubris sama sekali dengan hinaan mereka, Siputpun mengeluarkan jurus andalannya. Siput ingin membersihkan nama baiknya karena selamanya ini dia dikenal sebagai binatang yang paling lambat sedunia. Dia ingin membuktikan bahwa masih ada yang lebih lambat lagi darinya.

“Hei…Ulat yang malang. Kasihan sekali kau ini. Kau sudah kecil, jelek, paling lambat pula, orang-orang merasa jijik melihatmu. Kasihan…kasihan…kasihan,” kata Siput dengan sombongnya diiringi dengan tawa yang tak terhenti dari teman-temannya.

Mendengar itu pun, Ulat tetap menahan hatinya dan menjawab dengan tenang. Ia menarik nafas dan berkata 

“Haduh…haduh….memangnya secepat apa kamu Siput?” Mendengar hal itu sang Siput sangat tersinggung. 

“Aku memang tidak cepat, tapi aku juga bukan yang paling lambat seperti yang orang-orang ketahui selama ini. Untuk membuktikannya, mari kita adu lari,” tantang Siput dengan wajah kesal dan penuh amarah. Binatang-binatang lainnya merasa heran dengan keberaniannya.

“Kau yang meminta, baiklah. Minggu depan kita adu lari, dihari dan waktu persis seperti saat ini. Aku menunggu kalian sebagai saksinya. Apa kau bersedia Siput?” kata Ulat menjawab tantangan Siput tetap tenang.

Dengan keyakinan penuh dan amarah yang menyala nyala, Siput menjawab ,“Baik, aku akan datang Ulat jelek, tunggu saja.”

Akhirnya hari yang dinanti-nantikan tiba juga. Siput dan binatang lainnya sudah berkumpul pagi hari tepat ditempat mereka mengejek sang Ulat. Namun dengan keheranan mereka mencari-cari Ulat ke sana dan kemari. 

“Kemana dia…kemana dia..?”Tanya mereka satu sama lain. “Dia pasti takut menghadapi kekalahannya maka dari itu dia lari. Dia kan binatang paling lambat sedunia,” kata sang Siput tertawa sinis merasa menang. “Hahahahahahahahaha….kalian sekarang sudah lihat kan akulah pemenangnya. Jadi aku bukan lagi hewan paling lambat sedunia.” sambungnya lagi.

Sebelum Siput selesai dari kesenangannya, tiba-tiba keluarlah seekor kupu-kupu nan indah dengan sayap yang terbentang lebar berwarna hijau kekuningan dengan bintik merah terbang diatas mereka. “Wah…indah sekali,” kata mereka sambil menoleh keatas.

“Kalian sudah berkumpul ternyata. Siput kau tepati janjimu, semoga kau bisa menang,” kata Kupu-Kupu itu dengan tersenyum.

“Eh… siapa kau?” mereka semua bingung.  “Kami sedang mencari Ulat yang sering tidur disini. Apa kau melihat dia? Dia tidak ada dari tadi kami mencari,” sambung Siput.

“Kalian tidak mengenali ku? Aku…akulah dia Sang Ulat, jelek, lambat dan tidak disukai orang-orang seperti yang kalian katakan,”jawab Kupu-kupu sambil melebarkan sayapnya yang indah.

“Eh…benarkah itu kau?” Tanya Siput merasa takut dan akhirnya pergi diam-diam bahkan sebelum Kupu-kupu menjawab pertanyaannya. 

“Bagaimana bisa?” mereka terheran heran. Kupu-kupu cantik itupun menjelaskan kepada mereka dengan sangat sabar sampai mereka mengerti. Binatang-binatang itu menjadi sangat kagum melihat Si Ulat yang sebelumnya menjijikkan itu bermetamorfosis menjadi Kupu-kupu nan cantik. Lalu meminta maaf padanya. Dengan berlapang dada, si Ulat berkata,”janganlah menyombongkan diri sendiri karena bisa menghancurkan diri sendiri.”

()

Baca Juga

Rekomendasi