Berlaku Adil Terhadap Alam

Oleh: M. Arif Suhada

Bencana alam yang menimpa bangsa Indonesia akhir-akhir ini, seperti asap di Sumatera dan Kalimantan, banjir yang tengah meneror warga, mungkin akibat ketidakadilan kita terhadap alam. 

Di saat yang sama, kekeringan di sebagian wilayah tanah Jawa, sudah cukup membuktikan bahwa alam tidak lagi bersahabat dengan manusia. Alam telah mengeluarkan peringatann melalui berbagai bencana itu bahwa alam benar-benar murka atas apa yang dilakukan manusia terhadapnya.

Pada prinsipnya, sikap kita terhadap alam sangat menentukan bagaimana sikap alam kepada kita. Banyak keterangan menyebutkan, kita dan alam sebenarnya terikat pada hubungan yang bersifat simbiosis mutualisme. Di mana manusia membutuhkan alam demi menjaga keberlangsungan hidupnya. Demikian juga sebaliknya, alam membutuhkan manusia untuk menjadi pemakmurnya. 

Meskipun sebenarnya hubungan ini boleh jadi tidak seimbang, karena pihak yang paling mendominasi kebutuhan ini adalah manusia, bukan alam. Pertanyaannya, benarkah alam membutuhkan manusia? Apakah alam akan hancur dengan tidak adanya manusia? Bukankah dalam realitanya, keberadaan manusia itu yang membuat kerusakan dan kehancuran pada alam? 

Sebagaimana lazimnya hubungan simbiosis mutualisme yang seharusnya menguntungkan kedua belah pihak, sepertinya tidak berlaku pada alam. Alam tidak merasa termakmurkan oleh tindakan manusia. Jika alam termakmurkan, tidak mungkin alam akan memberontak. Faktanya manusia yang telah mencoreng hubungan simbiosis mutualisme tersebut. 

Manusia tidak menjalankan kewajibannya dalam menjaga kesimbangan alam, konon lagi memakmurkannya. Manusia kerap egois memakmurkan dirinya sendiri tanpa memperdulikan alam. Wajar jika kemudian alam menjadi murka terhadap manusia. Manusia saja bila diperlakukan secara tidak adil pastilah akan murka, demikian juga halnya pada alam. 

Prinsip Keadilan

Murkanya alam dengan berbagai bencana yang ditimbulkannya, semestinya bisa menjadi bahan refleksi bagi manusia. Sudahkah manusia berlaku adil terhadap alam? Sikap keadilan inilah yang mampu memperbaiki hubungan manusia dengan alam. 

Manusia mesti berlaku adil terhadap alam atas segala tindakannya yang memanfaatkan alam. Prinsip keadilan ini akan senantiasa menciptakan keseimbangan pada alam, meskipun alam digunakan untuk kepentingan manusia, tapi manusia juga mempedomani kemakmuran pada alam dengan menjaga dan melestarikan komponen yang terdapat pada alam, seperti tumbuhan, hewan, sampai pada bagian mikro organisme sekalipun.

Menurut Sonny Kerap (2010:175), prinsip keadilan tidak hanya berbicara tentang perilaku manusia terhadap alam semesta. Prinsip keadilan lebih berbicara tentang bagaimana manusia harus berprilaku satu terhadap yang lain dalam kaitannya dengan alam semesta dan bagaimana sistem sosial harus diatur agar berdampak positif pada kelestarian lingkungan hidup. Apa yang diutarakan Sonny Kerap dalam bukunya “Etika Lingkungan Hidup” tersebut mencermati kondisi sosial di mana adanya ketimpangan akses yang tidak merata bagi suatu kelompok atau anggota masyarakat dalam menentukan kebijakan pengelolaan alam. 

Hanya pihak dengan kekuatan modal dan kekuasaanlah yang kemudian seolah-olah menjadi pemilik alam semesta. Mereka bebas melakukan tindakan apapun yang berkenaan dengan alam. Tidak peduli apakah tindakannya itu bersebrangan dengan etika dan prinsip kelestarian alam. Bukan urusan, apakah tindakanya termasuk dalam kategori merusak dan mengesploitasi alam, yang terpenting adalah keuntungan apa yang bisa diperoleh dari tindakannya terhadap alam tersebut.

Di sisi lain, kelompok masyarakat bawah yang termarjinalkan, sebut saja masyarakat adat misalnya, tidak punya akses apa-apa untuk memberikan perlawanan dalam upayanya menjaga alam dari kerusakan. Padahal mereka adalah kelompok yang sangat rentan untuk terkena dampak dari pengelolaan alam yang merusak tersebut. Mereka pula yang akhirnya harus menanggung beban dan menjadi korban atas kebiadaban para konglomerat yang tamak dan penguasa yang zalim yang jauh dari prinsip keadilan.

Sampai di sini, prinsip keadilan seyogianya bukan hanya dipandang dari segi manusia yang mesti adil terhadap alam, melainkan juga keadilan antar sesama manusia itu sendiri untuk memberikan akses yang sama dalam pengelolaan alam. Bila ketimpangan pengelolaan alam masih terus terjadi, di mana adanya pihak yang merasa superior untuk menggunakan alam, maka berlaku adil terhadap alam akan sulit terwujud. 

Bagaimana pun kecenderungan salah satu pihak bisa dengan mudah berlaku sewenang-wenang atas pengelolaannya terhadap alam. Padahal alam diciptakan Tuhan untuk kepentingan manusia, tanpa terkecuali. Manusia diberi mandat oleh Tuhan dalam menjaga dan memakmurkan alam, juga tanpa pengecualian.

(Penulis adalah mahasiswa UIN Sumatera Utara, peminat masalah lingkungan)

()

Baca Juga

Rekomendasi