Sketsa Manual Bertahan di Era Digital

Oleh: Sari Ramadhani. SAAT ini zaman sudah berubah. Segala hal sudah dikerjakan dengan sentuhan digital. Tak ayal, dunia seni lukis pun juga ikut terkena dampaknya. Saat ini, banyak ditemukan anak-anak muda yang meluncurkan imajinasi seni lukis sketsanya melalui aplikasi digital di komputer. Namun, tak sedikit pula seniman yang tetap bertahan untuk melukis sketsa wajah seseorang secara manual menggunakan pensil dan kanvas.

Dari berbagai sudut kehidupan, manusia sudah bersandingan langsung dengan digital. Mulai dari berko­munikasi, berinteraksi, berkumpul dan kegiatan apapun saat ini selalu berkaitan dengan digital. Banyak ditemukan aplikasi yang memudahkan seseorang untuk belajar digital drawing (meng­gam­bar digital). Kondisi tersebut mem­buat seniman dadakan bermunculan seperti jamur dan menjadikan peluang usaha bagi para pemuda kreatif.

Asnawi, pelukis berumur 40 tahun ini mengaku ide seni lukis sketsanya tak pernah terpengaruh dengan dunia digital yang digemari banyak pemuda saat ini. Ia tetap fokus menekuni pekerjaannya sebagai pelukis sketsa manual yang berbicara lewat pensil atau pena dan kertas kanvas. Saat ini, usaha lukis sketsanya masih bertahan hingga usia belasan tahun. Angin kencang yang memunculkan banyak pelukis digital tak membuatnya gentar untuk tetap bersaing maju.

“Saya suka menggambar. Sudah sejak SMP saya belajar melukis sketsa wajah orang. Akhirnya, pada 2004 saya memberanikan diri untuk menunjukkan langsung karya sketsa saya kepada masyarakat. Lukisan itu saya pamerkan melalui gerai seni lukis sketsa di Pekan Raya Sumatera Utara (PRSU) dan Ramadhan Fair,” kata pria berkacamata itu kepada Analisa, Selasa (1/3)

Sejak itu, ia juga mulai membuka galeri untuk hasil karya seni lukis sketsanya di daerah Jalan Gaharu, Kecamatan Medan Timur pada 2011. Sketsa manual, lanjutnya, berarti seni lukis yang berkembang dari bakat yang dimiliki manusia dan terus diasah hingga akhirnya mahir menjadi pelukis. Asnawi mengatakan, pelukis sketsa manual yang sukses mampu melukis tokoh mirip dan sama dengan wajah aslinya.

Ia tak ingin membandingkan antara manual dan digital, karena semuanya punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Menurutnya, melukis sketsa wajah seseorang secara manual akan tetap bertahan sampai kapanpun. Hal itu disebabkan karena seni itu dilihat dari nilai estetikanya. Masyarakat mampu membedakan mana yang bernilai seni tinggi dari kedua cara melukis tersebut. Semua tergantung selera seni yang dimiliki.

“Jika saat ini banyak yang menyukai sketsa wajah secara digital. Tetapi, tak sedikit pula yang memesan sketsa wajah secara manual untuk dijadikan hiasan di dinding rumah atau sebagai kado ulang tahun. Jadi, semuanya tergantung selera. Saya sebagai seniman lukis sketsa manual akan tetap bertahan dengan bakat ini sampai kapanpun,” ujar lelaki yang juga mengajar seni lukis di banyak sekolah di Medan tersebut.

Alasan yang menjadikan sketsa manual tetap bertahan adalah karena memiliki ciri khas tersendiri. Sketsa manual lebih terkesan klasik jika dilukis hitam putih. Untuk yang berwarna, sketsa manual akan terlihat lebih artistik. Sketsa manual sangat tergantung kepada bakat dan ketelitian. Jika tak terlalu cakap dalam mengayunkan pena dan pensil di atas kanvas, maka karya itupun akan berkurang nilai keindahannya. Sejalan dengan hal itu, maka lukisan pun menjadi tak mirip dengan wajah tokoh yang diinginkan.

Asnawi sudah banyak melukis sketsa wajah orang dan tokoh besar negeri ini. Rahasia yang membuat sketsa manual istimewa tak lain adalah sentuhan tangan pelukisnya. Ia menyarankan untuk para pelukis sketsa manual agar tetap memberikan hasil terbaik kepada para penikmat seni dan jadikan mereka puas dengan hasil karya. Keadaan itulah yang dapat membuat sketsa manual terus bertahan di era yang mengandalkan teknologi digital seperti sekarang ini.

“Jangan sampai para penikmat seni kecewa dengan hasil sketsa yang tidak mirip. Lakukan yang terbaik. Karena saat ini masih banyak ditemukan sketsa wajah yang tidak persis dengan foto atau wajah asli. Sebaiknya, pelukis sket­sa manual memantapkan keahlian­nya ter­lebih dahulu sebelum benar-benar terjun ke publik dan menjadikan profesi ini sebagai mata pencaharian,” pesan­nya.

Ia mengaku, sampai saat ini tidak bisa melukis melalui aplikasi digital drawing di komputer. Namun, tak ada salahnya jika belajar menggunakan aplikasi itu untuk menambah ilmu pengetahuan. Meskipun saat ini orderan sketsa manual tak terlalu ramai seperti sebelumnya, tetapi ia optimis hasil karyanya tak kalah dengan sketsa digital.

“Saya tak terlalu ambil pusing dengan persaingan antara sketsa digital dan manual saat ini. Rejeki sudah diatur yang Maha Kuasa kok,” tutup seniman yang belajar melukis secara otodidak tersebut.

()

Baca Juga

Rekomendasi