Medan, (Analisa). Ketua Umum Majelis Zikir Tazkira Sumut Buya KH Amiruddin MS menegaskan, hubungan antara orangtua (ayah dan ibu) tidak akan terputus, meskipun keduanya meninggal dunia.
Jadi, hubungan antara orangtua dengan anak masih tetap ada, meskipun orangtuanya tersebut sudah meninggal dunia, jelasnya dalam tausiyah di hadapan jamaah Zikir Akbar Majelis Zikir Angkatan Muda Tazkira Sumut di Masjid Raya Al-Mashun Medan, Minggu (20/3).
Hadir dalam kegiatan setiap Ahad ketiga itu Ketua Umum Majelis Zikir Angkatan Muda Tazkira Sumut yang juga Nazhir Rumah Tasawwuf Baitul Mustaghfirin Al-Amir (BMA) Medan Muhammad Dhuha Shalihin SE.
Acara diawali pembacaan Alquran oleh Qori H Muhammad Syafii Ssos. Dilanjutkan Shalat Sunnat Tasbih dirangkai zikir dibawakan Ketua Umum Majelis Zikir Tazkira Binjai Al-Ustadz H Muhammad Shiddik SAg.
Dalam tausiyah bertajuk Orangtua dan Anak, Buya KH Amiruddin MS lebih lanjut mengatakan, adanya Hadits Nabi Muhammad SAW yang menyatakan : Jika mati (meninggal dunia) seorang anak Adam (manusia), maka terputuslah amal ibadahnya harus dicermati secara sungguh-sungguh.
Sebab, sambung pendiri Majelis Zikir Tazkira Sumut yang berdakwah sejak tahun 1976 tidak saja seantero tanahair, tetapi juga ke mancanegara ini, Hadits itu bermakna, seseorang manusia tidak akan bisa beramal lagi setelah dia meninggal dunia. Namun, hubungannya dengan orang lain, khususnya anak-anaknya dalam hal menyampaikan satu pahala kebaikan yang diniatkan kepada kedua orangtuanya yang meninggal dunia tetap tidak terputus.
Misalnya, seorang anak berinfak atau bersedekah yang pahalanya diniatkannya untuk kedua orangtuanya yang meninggal dunia, maka secara hukum Islam pahalanya itu bisa sampai kepada apa yang diniatkannya itu, jelas Buya KH Amiruddin MS yang juga dosen UIN Sumut dan Pasca Sarjana UMSU serta penulis berbagai buku, khususnya mengenai zikir dan tasawuf.
Dia menjelaskan tentang eksistensi orangtua yang tercantum dalam Alquran Surah Luqman ayat 14. Yakni, bagaimana keberadaan orangtua terhadap anak-anaknya.
Misalnya, lanjutnya, keridhoan Allah terletak kepada keridhoan kedua orangtua serta murka/kemarahan Allah juga terletak kepada kemurkaan/kemarahan kedua orangtua.
Selain itu, hubungan antara ibu dengan anaknya terjadi sejak anak masih dalam kandungan berupa pemberian nutrisi melalui plasenta serta hubungan orangtua dengan anak bagaikan sinar/cahaya yang tidak akan pernah berhenti.
Begitu juga hubungan orangtua dengan anak dalam masalah pendidikan. Meskipun (mungkin) kedua orangtua tidak pernah bersekolah, tetapi dia tidak menginginkan putra-putrinya seperti diri keduanya. Mereka menginginkan anak-anaknya berpendidikan tinggi. Sebab, mereka yakin seorang anak yang beriman dan berpendidikan, maka Allah akan meninggikam derajat anak-anaknya itu, sebut Buya KH Amiruddin MS yang juga Ketua Umum Persatuan Tarbiyah Islamiyah Sumut ini.
Karenanya, sebutnya lagi, orangtua khususnya seorang ibu selalu disebut sebagai Keramat, karena keikhlasan dan kehebatannya tidak ada yang bisa menandinginya.
Begitupun Buya KH Amiruddin MS mengingatkan kalangan orangtua dalam memberikan nafkah kepada anak-anaknya haruslah didasari keikhlasan kepada Allah.
Kuliah Tasawwuf
Pada bagian lain tausiyahnya, Buya KH Amiruddin MS menyampaikan bahwa kuliah tasawuf di Rumah Tasawwuf BMA Jalan Suluh No 137 Medan Tembung tetap akan dilaksanakan pada Ahad/Minggu, 27 Maret 2016 dimulai pukul 07.30 – 10.00 WIB. Kali ini saya akan bertausiyah tentang masalah terompah yang sangat menggugah hati. Untuk itu, jamaah diharapkan dapat hadir dalam kuliah tasawuf itu, ujarnya. (rel/hers)