Medan, (Analisa). Sakramen Perjamuan Kudus memeringati pengorbanan Yesus di kayu salib pada dasarnya hendak mengingatkan bahwa kita adalah orang yang hina, penuh dosa, lebih mementingkan ego duniawi dan sering meninggalkan Tuhan, dan bukan sebaliknya seperti anggapan ebagian umat bahwa Tuhan yang meninggalkan umat-Nya.
"Karena itu bersyukurlah dengan pengorbanan Yesus karena melalui pengorbanan-Nya, kita bisa kembali dipersekutukan dengan Allah," kata Pdt. Oeke V Hattu, MTh, Ketua Majelis GPIB Jemaat Kasih Karunia Medan pada Sakramen Perjamuan Kudus Ibadah Jumat Agung di GPIB Jemaat Kasih Karunia Medan, Jumat (25/3).
Menurut Pdt Oeke Hattu, pengorbanaan Yesus untuk mendamaikan manusia yang berdosa dengan Allah hanya dilakukan sekali saja. Mengambil bacaan Injil Markus 15 ayat 33 – 39 yang mengisahkan detik-detik kematian Yesus di kayu salib, Pdt. Oeke Hattu mengajak umat merenungkan makna sakramen perjamuan kudus pada ibadah perayaan Jumat Agung. Ia lalu mengutip Markus ayat 37-38 yang berbunyi “Lalu berserulah Yesus dengan suara nyaring dan menyerahkan nyawa-Nya. Ketika itu Bait Suci terbelah dua dari atas ke bawah.”
Ayat tersebut menurutnya melambangkan bahwa tirai yang memisahkan antara manusia dengan Allah akibat telah terkoyak. Hubungan antara manusia dengan Allah telah kembali dipulihkan oleh karya Yesus. Ayat tersebut juga menegaskan kehadiran Allah dan bahwa Allah itu adalah sang Penguasa dan Pengendali Kehidupan.
Pengorbanan
Pulihnya hubungan manusia dengan Allah lewat pengorbanan Yesus harus disyukuri umat. Karena itu umat diminta untuk tidak menyia-nyiakan pengorbanan tersebut dengan menyakiti lagi Tuhan atau berbuat dosa lagi.
Lewat sakramen perjamuan kudus yang disimbolkan umat dengan memakan tubuh (roti) dan meminum darah (anggur) Kristus, umat juga diingatkan bahwa pada akhirnya setiap orang percaya akan memperoleh kemenangan atau suka cita dalam hidup mereka. Sekalipun dalam kehidupan sehari-hari umat menghadapi pergumulan atau tantangan hidup yang keras. Bahkan terkadang muncul kesan seolah umat mengalami "kekalahan" dibandingkan kehidupan orang yang banyak merancang kejahatan.
“Umat harus tetap percaya dan setia terhadap Allah, pada akhirnya perjuangan kita akan menjadi suka cita,”kata Pdt Oeke Hattu.
Lewat sakramen perjamuan kudus yang mendudukkan umat sebangku dan semeja, Pdt Oeke Hattu juga mengingatkan bahwa hal itu menandakan bahwa umat Kristen mempersiapkan masa depan kehidupan mereka dengan satu hati, seia sekata untuk berbuat dan berkarya bagi Tuhan. (rel/rrs)