Oleh: Syafitri Tambunan
KEBERADAAN Menara Air Tirtana di Jalan Sisingamangaraja Medan selalu menjadi sorotan, terkait usianya yang menginjak 110 di tahun ini. Terbangun sejak masa kolonial Belanda, reservoir ini nyatanya masih berfungsi. Usianya melewati banyak era dan masih menjadi andalan bagi warga Medan, dalam hal pendistribusian air bersih.
Di masa lalu, eksistensi bangunan reservoir hadir di sejumlah sudut Medan. Kota yang dulu masih disebut 'Tanah Deli' ini sudah dikonsep untuk perencanaan sebuah kota moderen, di masa itu. Maka dibuatlah berbagai utilitas juga fasilitas pendukung yang sesuai.
Akademisi Arsitektur Universitas Sumatera Utara, Isnen Fitri, menyebutkan utilitas seperti halnya menara air ini sebenarnya ada lagi di beberapa sudut. Setiap pembangunan kota, fasilitas-fasilitas lingkungan yang dibutuhkan dalam satu wilayah tersebut pasti dibuat. Jadi, (keberadaan menara air) tidak dianggap sebagai satu hal yang istimewa. Itu adalah bagian dari fasilitas di zaman Belanda dan pasti ada.
Di Pulo Brayan dan Belawan juga ada. Hanya saja, yang di Brayan sepertinya sudah tidak difungsikan, sementara yang di Belawan masih dalam skala kecil saja," ujar Master of Engineering ini.
Ditambahkannya, Menara Air Tirtanadi, dan beberapa bangunan reservoir sejenis, bukan ciri konvensional atau tradisional. "Itulah utilitas dan fasilitas yang ada di konsep kota moderen. Medan dari dulu sudah moderen, di tahun 1878, sejak kota ini diklaim sebagai kotamadya, ibukota dari residence Sumatera Timur. Setelah dikonsep moderen, maka dibuat utilitas dan fasilitas yang sesuai," ucap kandidat doktor ini.
Menara Air Tirtanadi ini salah satunya, dibangun tahun 1906, untuk mencukupi kebutuhan distribusi air di Kota Medan sejak kolonial Belanda. “Selain itu, ada lagi di Belawan, Pulo Brayan, yang dibuat pada zaman kolonial. Bentuknya itu juga tergantung permintaan, tidak semuanya bulat, ada yang segi empat, seperti yang di Pulo Brayan," ujar anggota Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Sumut ini.
Hanya saja, utilitas dan fasilitas sejenis itu sedikit saja yang difungsikan atau bahkan tidak bisa digunakan.“ Eks Menara Air yang di Pulo Brayan Medan sudah tergantikan oleh utilitas yang baru, meskipun sebenarnya masih bisa jika ingin difungsikan lagi. Sementara, yang di Belawan, menara airnya masih bagus dan sepertinya tetap dipakai, tapi skalanya terbatas. Kalau fungsinya mau dimaksimalkan lagi, masih bisa,” papar anggota Badan Warisan Sumatera ini.
Tidak tahu persis sejak kapan fungsi reservoir lain sudah tidak digunakan."Sejak ada PDAM, setelah pelayanan sampai sana dan dirasakan itu sudah memadai, fungsi menara air itu lama-lama menurun. Hilang karena sudah dicover oleh pemerintah kota, untuk mendistribusikan air bersih ke warga. Sementara kalau dulu, menara air di Pulo Brayan itu dibuat di sekitar kompleks rumah-rumah buruh di masa itu," sebutnya.
Menara Air Tirtanadi, lanjutnya, memang diciptakan menutupi kebutuhan distribusi beberapa radius. Sementara dulu, ungkapnya, distribusi itu tidak tercover sampai ke Brayan. Makanya dibuatlah menara air itu. Tapi, hanya mengcover area yang di situ saja, di otoritasnya. Konsep perencanaan kota moderen seperti ini sekarang masih digunakan di Malaysia, tepatnya di luar Kuala Lumpur, di kawasan urban. Mungkin, beberapa daerah itu jauh dari jangkauan distribusi air bersih kota, makanya (menara air) dibuat sendiri. Di sana ada danau kecil, mereka buat reservoirnya.
Seperti itulah, bangunan kota-kota bekas kolonial di Indonesia yang ada di zaman kolonial. “Pada saat itu kita (Indonesia) belum punya perusahaan air minum yang mendistribusikan air ke rumah-rumah. Dulu Brayan atau Belawan, mungkin, belum terjangkau fasilitas yang ada di tengah Kota Medan. Jadi, mereka ‘bikin’ sendiri fasilitas airnya, jadi wajar ada Menara Air Tirtanadi,” jelasnya.
Kalau yang di Medan itu maksimal fungsinya karena konstruksi dan besarannya yang masih logika untuk mengcover. "Kita merasa, untuk di Medan, PDAM sudah bisa mengcover kebutuhan air bersih, tapi efektif atau tidak, dipertanyakan. Sebab di beberapa sisi ada juga yang masih mati-hidup airnya, tapi itu lain hal. Yang jelas, otoritasnya mengatakan yang memegang untuk distribusi air bersih. Jika per kompleks mau mengelola itu, ya bisa saja sebenarnya. Namun, yang pasti, untuk (menara air) Tirtanadi, memang perusahaan air minum yang sudah dibangun pada zaman Belanda," jelasnya.











