Cattery, Buat yang Suka kucing

Oleh: Yogi Yuwasta

BERAWAL dari sekadar senang melihat kucing, dan memeliharanya, Maulana Ansyari kini menjadi salah satu ‘Cattery’ yang dilirik pecinta kucing khususnya jenis Persia dan Exotic. Pria 27 tahun ini mulanya tidak paham sama bagaimana merawat dan mengembangbiakkan kucing-kucing menggemaskan koleksinya itu.

“Yang buat mahal itu fisik, manja dan akur. Beda sama (kucing) Anggora yang kecil manja tapi kalau sudah besar tidak jinak malah agresif,” ungkapnya, belum lama ini.

Lana, begitu sapaan akrabnya, juga merupakan anggota Indonesian Cat Asosiation (ICA) Cabang Medan. Dari 20 lebih  kucing yang dikembangbiakkan dalam 1 unit inkubator, 7 kandang besi, 8 kandang kaca, dan 6 kandang stainless di dua kamar rumahnya, kucing berbulu hitam lebat halus hingga menutupi seluruh badan dan wajahnya, inilah dinilainya paling istimewa.

Sebab, tidak seperti kebanyakan kucing lainnya, kucing Persia ini sudah beberapa kali memenangi kontes kucing hingga pernah ditawar Rp 17 juta oleh pengagum kucing.

“Tapi khusus yang hitam ini  tidak saya jual,” katanya.

Bapak dua anak ini adalah salah satu pengembangbiak kucing-kucing mewah seperti jenis Persia, Exotic dan Anggora. Bahkan ia sudah memiliki brand sendiri yakni Raja Lubis Cattery.

Terdaftar resmi di Indonesia Cat Association (ICA) dan menjadi anggota di ICA Cabang Medan sebagai komisaris show, membuat Lana tidak sembarangan menjual kucing-kucingnya. Terlebih lagi ia sudah bisa mengeluarkan sertifikat sendiri bersama brand resminya itu, yang terbentuk sejak 5 Mei 2015 lalu.

“Kita sebagai ‘Cattery’, pengembangbiakan kucing ini harus menjaga ras, tidak sembarang mengawinkan kucing. Harus benar-benar berkualitas, melihat gen kucing jantan dulu sehingga anaknya lahir dipastikan bagus dan berkualitas,” sebut pemilik Cattery Number ICA.11.470 ini.

Lana menjelaskan, pihaknya sudah dapat mengeluarkan sertifikat kucing. Tujuan sertifikat tersebut untuk menjaga gen, silsilah kucing sehingga saat ikut kontes jelas asal usul ras kucing tersebut.

"Ibarat KTP, jadi pada saat show identitas kucing ini jelas," katanya sembari menyebut sudah lima kali pihaknya ikut kontes kucing yakni 3 kali nasional cat show di Palladiun Medan, Focal Point Medan, dan Dumai Riau serta 2 kali international cat show di Focal Point dan City Walk Medan.

Bukan itu saja, di cattery-nya selain mengeluarkan sertifikat juga ada microchip yang ditanamkan di tubuh kucing tersebut.

“Microchip ini ibarat penanda darah sehingga jelas. Jadi bila ada sertifikat maka harus ada microchip ini, karena banyak pemalsuan terutama pada show atau kontes kucing," bebernya.

Lana mengawali hobinya pertama kali dengan membeli kucing Anggora (versi medium) yang masih berumur 3 bulan seharga Rp 1,2 juta sekira 5 tahun silam. Setahun merawat banyak yang suka dan menawar. Akhirnya Lana pun pergi ke Bandung belajar tentang kucing di sana. Maksud hatinya untuk membuka rumah kucing (cat house). Lantas Lana pun menginvestasikan uangnya dengan membeli lima ekor kucing jenis Exotic masing-masing dua ekor jantan dan 3 betina ditotal seharga Rp100 juta.

Kelima kucing itu pun dibawa ke Medan dan hanya dipertontonkan kepada masyarakat di setiap ada pameran. Setahun keliling-keliling ikut pameran, Lana ikut organisasi ICA. Karena mengembangbiakkan masih sebatas cat house dan ingin naik tingkat, Lana pun tertarik ikuti diklat cattery di Bandung yakni sekolah kucing dari ICA.

“Tidak mudah mendapat sertifikat ‘Cattery’ ini, jadi kita di sana belajar semuanya, tidak semata-mata hanya untuk merawat atau menjadi tempat penitipan kucing saja tapi lebih dari penangkaran, show dan lainnya,” jelas Lana.

Hobi yang dilakukan Lana berbuah menjadi bisnis menjanjikan. Kucing-kucing yang ia kembangbiakkan kini sudah menghasilkan uang. Bayangkan, seekor kucing Persia berumur 3 bulan sudah dapat dijual dengan harga termurahnya berkisar Rp 4 – 7 Juta (non sertifikat) dan yang bersertifikat berkisar lebih dari Rp 10 juta dan tanpa batas harga tergantung kualitas dan gelar juara show yang dimiliki kucing tersebut.

“Kucing-kucing jenis ini dalam usia 3 bulan (lepas menyusui) sudah bisa diadopsi. Setahun normalnya dua kali melahirkan,” katanya.

Hanya saja Lana mengelak menjual kucing-kucing mahal itu membuat ia banyak mendapatkan keuntungan. Menurutnya, hasil menjual kucing itu pasti akan kembali lagi ke kucing-kucing tersebut dalam hal perawatan dan biaya makannya. “Untuk biaya makan dan vaksin saja bisa habis Rp 3 juta perbulannya,"tukasnya.

Yang terpenting, tambahnya, menjadi seorang pemilik ‘Cattery’, jangan pernah berorientasi pada keuntungan atau ekonomi semata. ‘Cattery’ adalah usaha atau cara  memperbaiki ras dan keturunan kucing. “Bukan hitung-hitungan untung-rugi yang  jadi esensi, namun bagaimana usaha kita  menjaga dan memperbaiki ras kucing yang akan dikembangbiakkan,” pungkasnya.

()

Baca Juga

Rekomendasi