Sepeninggal Rezim Apartheid

Kehidupan Warga Kulit Putih Kini Mengenaskan

APARTHEID adalah sistem pemisahan ras yang diterapkan oleh pemerintah kulit putih di Afrika Selatan dari sekitar awal abad ke-20 hingga tahun 1990.

Hukum apartheid dicanangkan pertama kali di Afrika Selatan, yang pada tahun 1930-an dikuasai oleh dua bangsa kulit putih, koloni Inggris di Cape Town dan Namibia dan para Afrikaner Boer (Petani Afrikaner) yang mencari emas/keberuntungan di tanah kosong Arika Selatan bagian timur atau disebut Transvaal (sekarang kota Pretoria dan Johannesburg).

Nasib sebagian warga kulit pulih di Afrika Selatan (Afsel) kini mengenaskan. Mereka dipinggirkan Pemerintah Afsel yang lebih mementingkan warga kulit hitam.

Setelah bebas dari rezim apartheid, ratusan keluarga kulit putih Afrika Selatan hidup dalam kemiskinan.

Mereka tinggal di daerah kumuh, mengingatkan pada hari-hari terburuk dari zaman Apartheid.

Di tempat mereka, dijuluki 'kamp liar kulit putih', ratusan keluarga tidak memiliki kekuatan, nyaris tanpa makanan atau air dan harus tinggal di penampungan yang buruk.

Kamp, yang dapat ditemukan di seluruh negeri, dianggap sebagai akibat langsung dari kemiskinan warga kulit putih setelah Apartheid berakhir 22 tahun silam.

Sebagaimana dilansir dari laman Metro.co.uk, Kamis, 25 Februari 2016, dikatakan di bawah rezim supremasi kulit putih, yang berakhir pada 1994, para warga Afrika Selatan kulit putih - disebut Afrikaner selalu dijamin pekerjaan dan perumahan.

Tapi sekarang, banyak dari mereka hidup dalam kondisi mengenaskan karena keadaan ekonomi yang mengerikan di era pasca-Apartheid. Di seluruh Afrika Selatan, terdapat sedikit kesempatan kerja untuk Afrikaner.

Balasan dari Kekejaman

Warga kulit putih masih menguasi perekonomian di Afsel. Namun sebagian dari mereka gagal beradaptasi dengan kehidupan pasca penghapusan kebijakan apartheid.

Aktivis di Afsel memperkirakan ada 400 ribu warga kulit putih yang kini hidup dalam kemiskinan. Mereka tinggal di wilayah kumuh yang selama ini menjadi ciri khas warga miskin kulit hitam.

“Saya tidak mau hidup seperti ini, tapi saya tidak punya uang untuk pergi,” ujar seorang warga kulit putih yang tinggal di wilayah kumuh, Frans de Jaeger, seperti dikutip BBC. 

Jaeger kini hidup sebagai pengangguran. Dia sulit mendapat pekerjaan karena pemerintah mengutamakan pengangguran dari warga kulit hitam.

Warga kulit putih yang memiliki perekonomian cukup juga tidak lepas dari masalah. Mereka seringkali menjadi target tindakan kriminal.

Petani kulit putih Afsel memiliki kemungkinan terbunuh dua kali lipat lebih besar daripada rekannya yang berkulit hitam. Banyak petani kulit putih yang akhirnya memutuskan pergi meninggalkan Afsel.

Pada masa apartehid ada sekitar 60 ribu petani kulit putih di Afsel. Jumlah itu berkurang hingga setengahnya saat ini.

“(Penghapusan Apartheid) memberikan dampak besar bagi warga kulit putih,” terang politisi Afsel Mandla Nyagela.

Nyagela menyebut kesulitan yang dialami warga kulit putih saat ini merupakan balasan dari kekejaman mereka selama masa apartheid. Warga kulit hitam memang mengalami diskriminasi hebat pada masa itu. (oz/bbc/wkp/es)

()

Baca Juga

Rekomendasi