Membangkitkan Nias dari Daerah Tertinggal

Oleh: M. Sahbainy Nasution, SE. Baru-baru ini pemerintah Indonesia telah mengeluarkan informasi, bahwa­sanya Nias merupakan salah satu dae­rah tertinggal bersama 118 darah lain­nya yang ada di Indonesia. Nias tersebut mencakup, Kepulauan Nias, Kabupaten Nias Selatan, Nias Utara dan Nias Barat. Artinya, hampir keseluruhan Pulau Nias tersebut masih tergolong daerah terting­gal. Penetapan itu tertuang dalam Peratu­ran Presiden No 131/2015, tentang pene­ta­pan Daerah Tertinggal Tahun 2015-2019.

Dari situs Sekretaris Kabinet, Pera­tu­ran Presiden (Perpres) itu memberikan bah­wasanya defenisi daerah tertinggal ada­lah daerah kabupaten dengan wilayah dan masyarakat yang kurang berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala nasional. Suatu daerah ditetapkan sebagai daerah tertinggal berdasarkan kriteria pre­konomian masyarakat, sumber daya ma­nusia, sarana dan prasarana, kemam­puan keuangan daerah, aksesibilatas, serta karakteristik daerah.

Menurut Perpres ini, pemerintah me­ne­tapkan daerah tertinggal setiap 5 tahun se­kali secara nasional berdasarkan kri­teria, indikator, dan subindikator ke­tertinggalan daerah. Penetapan daerah ter­tinggal dilakukan berdasarkan usulan men­tri dengan melibatkan kementrian/lem­baga terkait dan pemerintah daerah. Da­lam hal adanya pembentukan, peme­ka­ran, dan penggabungan daerah kabu­pa­ten, atau upaya mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, dan bencana alam.

Melihat dari penetapan yang dikeluar­kan oleh pemerintah Indonesia tersebut, me­mang cukup mencenangkan. Pasal­nya, Nias merupakan daerah yang cukup ba­nyak potensi alam yang sungguh sa­ngat luar biasa dibandingkan dari daerah lain­nya yang ada di Sumut.

Daerah yang memiliki luas 5.625 Km2 ter­sebut, didominasi dengan laut dan pan­tainya. Secara otomatis, daerah ini me­rupakan obyek wisata yang meman­faat­kan potensi bahari. Selain itu, dengan me­miliki suku yang cukup panjang se­jarahnya dan masih mempertahankan nilai budaya mereka, menambah keka­ya­­an yang ada di Nias ini. Alama dan bu­daya yang cukup kaya ini merupakan perpaduan yang cukup lengkap.

Namun, dengan diputuskan daerah ter­tinggal oleh pemerintah Indonesia, bu­tuh evaluasi dan pembenahan secara me­rata. Apalagi, daerah yang ditetapkan itu me­rupakan daerah yang cukup kaya atas po­tensi alam dan budayanya. Misalkan kita lihat, Nias Selatan. Daerah ini sebe­nar­nya, potensi pantai ombaknya cukup me­ngaung sampai internasional, seperti di Pantai Sorake.

Pantai ini tak asing lagi terdengar oleh para penggila surfing dunia. Kein­dahan dan ketinggian ombak yang begitu memacu adrenalin ini menjadi tempat yang cukup diminati oleh para selancar dunia.  Pantai Sorake juga disebut the pa­­radise island for surfing. Julukan ini me­mang sangat beralasan, karena ke­ting­gian ombak ini mencapai 30 meter. Ke­tinggian ombak itupun seakan me­mi­liki daya pikat tinggi baik para selancar lo­kal maupun man­canegara.

Tak hanya itu, Nias juga memiliki Pan­tai Pink, Pulau Asu, Kepulauaun Hi­nako dan lainnya. Selain itu, Nias juga me­miliki budaya lompat batu, Danau Me­goto, dan yang paling unik memiliki wi­layah megalitikum yang berada di Desa Orahili, dan masih banyak lagi tem­pat sejarah maupun wisata yang belum tereksplor lainnya.

Sekolah Pariwisata

Setidaknya ada 16 perguruan tinggi plus Universitas Terbuka yang tersebar di 3 kota yakni Gunung Sitoli, Teluk Da­­lam Lotu. Dari 16 perguruan tinggi ter­­sebut yakni Akbid Harapan Keluarga, IKIP Gunung Sitoli, STP Dian Mandala, STT BNKP Sunderman, STIE Pem­ba­ngun­an, STT Syalom Nias, STAI Nias, STT Nias, STAK Emmanuel Agung Nias, STIE Nias Selatan, STKIP Nias Se­­latan, STT Injil Arastamar Nias Se­la­tan, STIH Nias Selatan, STT Imanuel Te­­luk Dalam, Akademi Komunitas Ne­geri Nias Utara, dan Akper Keper­tawaran Gu­nung Sitoli, dan lainnya.

Dari penjabaran perguruan tinggi ter­sebut, tak ada satupun perguruan tinggi di Nias yang berfokus kepada sektor pariwisata. Padahal, jika merujuk ke dae­rah ini, sektor pariwisata sebenarnya sa­ngat menjanjikan daripada yang lainnya. Jika ada masyarakat Nias yang ingin fo­kus melanjutkan ke perguruan tinggi ju­rusan pariwisata, mereka harus  ke  Kota Medan atau daerah lainnya.

Memang sangat disayangkan jika melihat hal ini terjadi. Sudah dipastikan, konsep pariwisata di Nias kebanyakan tergolong pada cara tradisional. Padahal, dengan konsep modern dipastikan jumlah pendapatan masyarakatnya akan mening­kat. Misalkan, merujuk kepada Pulau Bali maupun Lombok yang sudah sangat mo­dern dalam konsep pariwisatanya.

Masih berbasis pada sektor cara tra­disional itu. Tak khayal, jumlah wi­satawan yang datang ke Nias masih jauh dari harapan. Tercatat, pada semester I-2015 dari data dihimpun Tourist Information Centre (Pusat Informasi Wisata) di Bandara Bhi­naka,  sebanya 122 orang wisatawan asing masuk ke Pulau Nias, yang didomi­nasi oleh wisatawan asal Australia.

“Rinciannya, Australia (38%), Ameri­ka Serikat (25%), Brazil (7%), Inggris (5%), Jerman (5%), dan Selandia Baru (5%). Sisanya berasal dari Jepang, Perancil, Swiss, Belanda, Spanyol,”ujar Ta­faowolo O Gea, selaku Kepala Seksi Pe­ngembangan Potensi dan Promosi Di­nas Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olahraga Kota Gunung Sitoli. (nias­satu.com)

Capaian itu bisa dikatakan kurang me­muas­kan, jika dibandingkan dengan pu­lau yang sudah maju dalam sektor pa­riwisatanya. Faktor lain dari masih ber­kon­sep tradisional, banyak dika­langan luar Nias belum terbuka dengan wisata­wan. Pemiki­ran ini masih terbawa sampai sa­at ini, padahal kenyataannya tak semua itu benar.

Untuk menghilangkan itu semua, perlu ada trobosan baru. Pembuatan sekolah pariwisata bisa dikatakan so­lusi yang terbaik. Karena, dengan ada­nya pendidikan yang memfo­kuskan kepada dunia pariwisata, dipastikan Nias akan lebih baik dari sebelumnya. Sebab, yang melakukan pendidikan nantinya sudah pasti masyarakat Nias.

Adanya sekolah pariwisata ini, membuat kalangan pelajar Nias pasti akan lebih terbuka dalam pemi­kiran­nya untuk mengem­bangkan sektor pa­ri­wi­satanya. Dengan adanya ke­mam­puan mana­jemen pariwisata yang baik, akan berdampak positif bagi Nias itu sendiri. Apalagi, di­tam­bah dengan adanya studi banding di pulau Indonesia yang sudah maju atau di luar negeri. Pasti Nias akan menjadi des­tinasi pulau yang cukup dian­dalkan di Indonesia.

Tak hanya itu, masyarakat yang berada di wilayah objek pariwisata maupun penggerak usaha kecil me­nengah (UKM) lebih terbuka ke­pada para wisatawan. Keterbukaan ini membuat wisatawan lebih senang un­tuk datang kembali. Lihat saja Sabang atau Pulau Weh Aceh, yang dengan mudah sektor pariwisatanya berkem­bang, dan menjadi salah satu destinasi wisatawan lokal maupun asing di Indonesia.

Nias Bangkit

Untuk menaikkan Nias dari daerah tertinggal, tentunya tak semudah yang dibayangkan. Namun, dengan konsep sekolah pariwisata maupun keter­bu­kaan masyarakat tentu lambat laun Nias akan bangkit. Pemerintah daerah oun sebaiknya harus lebih bergiat lagi dalam mengem­bangkan sektor dunia pariwisata yang ada.

Sangat jarang terlihat, pemerintah setempat melakukan promosi baik itu di media cetak, elektronik maupun pa­meran lainnya. Ini sangat meng­ham­bat untuk kemajuan sektor pariwisata itu. Tak terkecuali pada infrastruktur jalan di  Nias masih tergolong rusak. Ditambah dengan transportasi umum masih sedikit ditemui di sana. Ini juga salah satu indikator menghambat Nias itu bangkit dari daerah Tertinggal. Untuk itu, harus dikebut oleh pemerintah daerah agar membuat infra­struktur jalan dan trasportasi yang lebih baik.

Secercah harapan kepada trans­por­tasi udara. Garuda Indonesia yang merupakan maskapai terbaik Indonesia ini sudah membuka rute baru di sana. Ini salah satu indikator untuk mem­percepat kemajuan Nias. Ting­gal pemerintah Nias membuat infra­struktur bandara internasional. Ban­dara ini bertujuan untuk memu­dah­kan maskapai luar negeri maupun dalam negeri untuk membuka rute di pulau ini. ***

Penulis adalah alumni Fakultas Ekonomi UMSU dan Aktif di Komunitas Penggiat Alam

()

Baca Juga

Rekomendasi