Kualasimpang, (Analisa). Penetapan rencana usaha kelompok (RUK) program yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2016 harus berdasarkan musyawarah petani di kelompok tani penerima manfaat karena mereka yang mengetahui kebutuhannya masing-masing.
“Untuk tahun ini, jangan sampai RUK yang ditetapkan tanpa melalui musyawarah petani seperti terjadi tahun lalu,” ingat Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Aceh Tamiang, Hendra Vramenia kepada Analisa di Karang Baru, Senin (18/4).
Diungkapkannya, pada 2015, disinyalir jenis sarana produksi kegiatan bantuan sosial padi jagung dan kedele (pajale), seperti herbisida, pestisida dan insektisida, yang merupakan bagian tak terpisahkan dari RUK ditentukan oleh petugas Dinas Pertanian dan Peternakan (Distanak) Aceh Tamiang. Penentuan ini tanpa melalui musyawarah petani atau pengurus kelompok tani.
“Sementara, petani harus menandatangani surat yang telah disiapkan oleh mantri tani sehingga seolah-olah RUK yang ditetapkan sudah melalui musyawarah, padahal tidak,” paparnya.
Untuk itu, KTNA Aceh Tamiang mengimbau agar penetapan RUK untuk program upaya khusus (Upsus) Pajale tahun ini dengan dana dari APBN harus dimusyawarahkan oleh petani di setiap kelompok tani penerima manfaat.
Itu sesuai dengan surat Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian No 18/KPA/SK.310/C/2/2016 tentang Jukni Program Teknologi Tanam Jajar Legowo 2016 dan surat Dirjen Tanaman Pangan No 19/KPA/SK.310/C/2/2016 tentang Juknis Program Gerakan Pengembangan Jagung Hibrida 2016 dan aturan lainnya tentang jukni program peningkatan produksi kedelai.
Hendra melanjutkan, dalam juknis pengembangan desa pertanian organik padi 2016 dijelaskan, RUK adalah rencana kerja usaha tani dari poktan untuk satu periode musim tanam yang disusun melalui musyawarah dan kesepakatan bersama dalam pengelolaan usaha tani sehamparan wilayah poktan yang memuat uraian kebutuhan saprodi yang meliputi jenis, volume, harga satuan dan jumlah uang yang diajukan untuk pembelian saprodi sesuai kebutuhan di lapangan (spesifik lokasi) dan atau pengeluaran lainnya seperti pertemuan poktan.
Seperti tahun sebelumnya, permintaan mayoritas petani selalu berbeda dengan keinginan dinas. Contohnya, pada program GP-PTT jagung hibrida 2015, petani menginginkan benih jagung hibrida merek A, tapi Distannak memberikan jagung merek yang lain. Setelah KTNA menelusurinya, ternyata benih jagung hibrida yang disalurkan Distanak Aceh Tamiang berharga lebih murah daripada yang ditentukan dalam RUK.
Demikian juga pembelian kebutuhan pupuk organik cair program GP-PTT jagung hibrida 2015 yang disinyalir sudah diarahkan oleh dinas terkait supaya membeli merek tertentu yang lebih murah sekitar Rp20 ribu/liter. “Hal ini juga diduga terjadi hampir di setiap program Upsus Pajale 2015,” bebernya.
Menurutnya, jika pada 2015 Aceh Tamiang mendapat alokasi program GP-PTT jagung hibrida seluas 500 hektare dan setiap hektare mendapat alokasi pupuk organik cair seberat empat liter, bisa dibayangkan jumlah kerugian yang dialami petani. Sehingga, dapat dipastikan program yang dilaksanakan tidak optimal.
Karena itu, KTNA menyerukan penetapan RUK setiap program melalui musyawarah petani. Jangan sampai RUK berdasarkan keinginan oknum di dinas terkait demi mencari keuntungan pribadi.
Kadistannak Aceh Tamiang, drh Yusbar, gagal mintai keterangannya melalui ponsel oleh Analisa, Senin (18/4) karena nomor yang dituju sedang tidak aktif.
Menurut sejumlah kalangan, sejak menjadi Kadistannak definitif, ponsel milik Yusbar sering tidak aktif, bahkan berganti nomor. (dhs)