Festival Qingming, Tradisi Ragam Warna

Oleh: Liven R

Festival Qingming -jelas dan terang- merupakan tradisi masyarakat Tionghoa. Ditandai dengan kegiatan menziarahi makam leluhur. Jatuh pada rentang masa sepuluh hari menjelang dan sesudah tanggal 4 (atau 5) April (kalender Masehi) setiap tahunnya.

Berdasarkan sejarah, festival ini dikisahkan bermula dari negara Tiongkok, zaman Chun Qiu. Masa Negara-negara berperang. Pada masa itu, selir dari Jin Xian Gong, Li Ji, melakukan pemberontakan mengupaya putranya jadi kaisar, menggantikan putra mahkota Shen Sheng yang dipaksa bunuh diri.

Dalam situasi kacau, Pangeran Zhong Er, adik dari Putra Mahkota Shen Sheng, melarikan diri bersama sekumpulan pengawalnya. Pelarian menghindari upaya pembunuhan yang juga mengincar dirinya. Dalam masa-masa pelariannya, mengalami banyak penderitaan, sebagian pengawal Zhong Er lambat laun meninggalkan dirinya, dan hanya bersisa beberapa yang tetap setia mengikuti.

Karena kelaparan, Zhong Er jatuh pingsan. Jie Zhi Tui, pengikut setia Zhong Er, berinisiatif menolong Zhong Er. Dengan mengiris daging pahanya untuk dibakar dan diberikan kepada sang pangeran.

Sembilan belas tahun kemudian, Zhong Er berhasil merebut kembali kekuasaannya dan menduduki takhta kekaisaran dengan gelar Jin Wen Gong. Dia memberi hadiah dan kedudukan kepada para pengikut setianya, terkecuali Jie Zhi Tui - yang telah terlupakan.

Tatkala seseorang mengingatkan Kaisar tentang budi besar Jie Zhi Tui, Kaisar ingin memberi Jie Zhi Tui sebuah kedudukan di istana. Jie Zhi Tui tak menginginkan kemewahan dan menolak keinginan Kaisar. Dia membawa ibunya yang tua memasuki area Gunung Mian, tatkala mengetahui Kaisar akan datang sendiri ke kediamannya untuk memintanya kembali.

Karena pencarian yang sia-sia selama beberapa hari di gunung, seseorang menawarkan ide kepada Kaisar agar membakar tiga sisi gunung. Membiarkan satu sisi lainnya sebagai tempat Jie Zhi Tui keluar menyelamatkan diri. Upaya pembakaran area gunung yang terjadi tiga hari tiga malam tetap tak menampakkan sosok Jie Zhi Tui bersama ibunya pada sisi gunung di mana mereka menanti. Kaisar akhirnya meminta pengawalnya kembali menjelajahi Gunung Mian.

Di bawah sebatang willow yang telah menjadi arang, Jie Zhi Tui ditemukan tewas terbakar bersama ibunya. Ketika hendak dikebumikan, Kaisar yang berduka mendapati sebatang selongsong willow tergantung di punggung Jie Zhi Tui. Di dalamnya terdapat sehelai sobekan kerah baju, berpuisikan goresan darah: 

Dengan tulus mengiris daging untuk Kaisar; berharap Yang Mulia selamanya jernih dan terang

Menjadi roh di bawah willow; lebih baik daripada sebagai penasihat

Jika Yang Mulia mengingat hamba dalam hati; kenanglah hamba di setiap masa ini dengan selalu introspeksi diri

Hamba di akhirat tiada penyesalan; giatlah menjalankan pemerintahan yang jernih dan terang

Setelah mengebumikan Jie Zhi Tui, Kaisar mendirikan paviliun pemujaan untuk mengenang Jie Zhi Tui di gunung yang sama. Kemudian menetapkan hari kematian Jie Zhi Tui sebagai Hari Han Shi - Festival Makanan Dingin. Pada masa itu rakyat menghormati Jie Zhi Tui. Dengan tidak menyalakan api untuk memasak selama tiga hari menjelang dan sesudah hari kematiannya.

Di tahun kedua saat kembali memasuki gunung untuk berziarah, Kaisar mendapati pohon willow yang mati, tumbuh kembali dengan rimbun. Memandang pada pohon willow; selalu menyimpan puisi goresan darah pada saku -sebagai pengingatnya dalam menjalankan pemerintahan yang bersih dan jelas, Kaisar seolah melihat Jie Zhi Tui kembali.

Pada matahari bersinar cerah dan terang itu, Kaisar menetapkannya sebagai Festival Qingming. Orang-orang mengunjungi makam leluhur untuk berziarah.

Kebiasaan masyarakat Tionghoa ‘menyebarkan’ kertas sembahyang di atas kuburan leluhur. Bermula dari kisah lain tentang seorang pemuda yang mengikuti ujian kenegaraan dan lulus dengan nilai terbaik serta diangkat menjadi pejabat. Dalam rentang waktu yang lama dalam pengabdiannya di istana, sang pemuda tak dapat kembali ke rumah.

Belasan tahun berlalu saat dia berhasil kembali ke kampung halamannya. Iironisnya kedua orangtuanya telah tiada dan dia bahkan tak tahu di mana makam kedua orangtuanya.

Memanfaatkan momen Festival Qingming, pejabat pemilik kekuasaan, mewajibkan seluruh warga sekampung halamannya. Untuk menyebarkan kertas sembahyang di atas makan leluhur masing-masing. Tentunya seusai aktivitas ziarah. Ketika Festival Qingming berlalu, datanglah sang pejabat ke area perkuburan. Untuk mencari makam yang tak memiliki kertas sembahyang sebagai makam orangtuanya. Kebiasaan menyebar kertas sembahyang di atas makam kemudian dilestarikan secara turun temurun sebagai ‘penanda’ makam bersangkutan telah diziarahi.

Festival Qingming di Masa Kini

Bakti kepada orangtua/leluhur (yang telah meninggal), bagi etnis Tionghoa salah satunya, menjalani tradisi ziarah makam. Dilaksanakan pada Festival Qingming setahun sekali ini. Mengikuti perkembangan zaman, tak dapat dipungkiri tradisi menyangkut ritual perkabungan/ziarah makam bagi etnis Tionghoa telah memasuki era ‘penyederhanaan’. 

Tanpa mengurangi rasa bakti terhadap yang telah menghadap Sang Khalik. Wujud hormat dan perlakuan terhadap jasad yang meninggal, telah memiliki banyak opsi. Tak sekadar pemakaman, namun juga perabuan, pun ‘diairkan’.

Merayakan Festival Qingming, kini tak lagi sebatas menziarahi makam. Juga merupakan festival yang ditunggu-tunggu dan dimaknai sebagai hari melepas rindu kepada sanak keluarga, dan para sahabat. Setahun sekali, anak-cucu etnis Tionghoa di perantauan akan memanfaatkan momen Qingming untuk pulang ke kampung halamannya.

Festival Qingming selain berperan mempererat tali silaturahmi -banyaknya reuni diadakan pada masa-masa Qingming. Kini berpotensi menggeliatkan ekonomi pada sektor kuliner tatkala aroma kampung halaman pada ingatan. Berarti juga tentang apa yang akrab pada lidah di masa lalu.

Bakti yang sesungguhnya tentu lebih bernilai atas sikap dan perlakuan terhadap orangtua semasa hidup mereka. Di sisi lain kerukunan antar-saudara tetap terjalin. Meski orangtua tak lagi ada sebagai benang merah penyatu perbedaan. Seperti harapan Jie Zhi Tui pada Jin Wen Gong agar senantiasa introspeksi diri di hari Qingming; senantiasa jelas dan terang.

Merayakan Festival Qingming, artikel ini penulis tutup dengan sebuah puisi terkenal zaman Dinasti Tang:

Qingming

(Tang) Du Mu

Qingming shi jie yu fen fen, lushang xingren yu duan hun.

Jie wen jiujia he chu you? Mutong yao zhi Xinghuachun.

Qingming

(Tang) Du Mu

Pada Festival Qingming hujan turun rapat, pejalan kaki teramat bersusah hati.

Bertanya di manakah kedai arak adanya? Anak gembala menunjuk jauh pada *Desa Xinghuachun.

*Desa di Propinsi Shanxi, terkenal dengan araknya. 

Penulis; adalah ghostwriter/co-writer; pengarang buku-buku pelajaran Mandarin

()

Baca Juga

Rekomendasi