Pentingnya Menjaga Kebersihan Air

Oleh: Satriana Sitorus S.Pd.I.

Air merupakan salah satu zat paling penting dalam kehidupan di bumi ini. Hampir semua kehidupan yang ada memerlukan air, terutama bagi kehidupan manusia. Bagi manusia, air merupakan kebutuhan primer yang menyangkut hajat hidup global. Sebab itu, berbagai negara di dunia ini, memberi prioritas khusus untuk menjaga kebersihan dan kelestarian air dari pencemaran.

Di Indonesia sendiri jumlah penduduk mencapai lebih 250 juta sementara untuk ketersediaan air sendiri mencapai 15.500 meter3 per kapita per tahun, masih jauh di atas ketersediaan air rata-rata di dunia yang hanya 8.000 meter3. Meskipun begitu, Indonesia masih saja mengalami kelangkaan air bersih. Sekitar 119 juta rakyat Indonesia belum memiliki akses terhadap air bersih, terutama bagi masyarakat miskin. Ironisnya hanya 20 persen dari total penduduk Indonesia yang bisa mengakses air bersih, Itupun yang dominan adalah akses untuk perkotaan sedangkan 80 persen rakyat Indonesia terpaksa mempergunakan air yang tak layak untuk kebutuhan sehari-hari. (Suarapembaruan.com)

Hal ini tentu berdampak pada kemampuan masyarakat kurang mampu, sehingga mau tidak mau mereka harus membayar jauh lebih mahal guna mendapatkan air bersih. Namun ironisnya, tidak ada pilihan lain bagi mereka selain harus menggunakan air yang tidak bersih bagi mereka yang tidak mampu.

Contoh kasus yang dialami ibu Sukirman warga RT 02 asal Flores di Kelurahan Rawa Badak tepatnya di kawasan Jakarta Utara mengenai krisis air bersih. Ia mengeluhkan kenaikan harga air bersih di Jakarta Utara naik sampai lima kali lipat dari harga sebelumnya Rp.10 ribu per gerobak (isi 6 jerigen) naik menjadi Rp. 50 ribu. Ia juga menambahkan bahwa kelangkaan dan kenaikan harga air gerobakan terjadi akibat terputusnya aliran PAM. (suarapublik. org)

Kinerja PDAM

Belum selesai persoalan krisis listrik di Provinsi Sumatera Utara, sejumlah warga di kota Medan dan sekitarnya mengeluhkan buruknya pelayanan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtanadi Provinsi Sumut. Masyarakat mengeluhkan bukan hanya kualitas air, namun juga sering terjadi penghentian supply air khususnya terjadi di siang hari. Meski sudah mengeluhkan kondisi air namun pihak PDAM tidak memberikan tanggapan serius terkait krisis air tersebut.

Bagaimana bisa tidak terjadi krisis air, hal ini dikarenakan PDAM telah banyak mengalami kendala dalam memberikan pelayanan yang baik akibat berbagai persoalan seperti unit pengolah dan jaringan distribusi yang sudah tua, tingkat kebocoran, memiliki hutang banyak, sulitnya menarik investasi swasta, pengelolaan yang tidak berprinsip kepengusahaan, tarif tidak full cost recovery dan lain sebagainya.

Namun secara umum biaya produksi untuk semua jenis air ternyata lebih tinggi daripada tarif. PDAM yang menggunakan mata air sebagai sumber air baku biaya produksi rata-rata Rp 787/m3 sedangkan tarif rata-rata Rp 618/m3. PDAM yang menggunakan mata air, sumur dan sungai sekaligus biaya produksi rata-rata Rp 1.188/m3 dan tarif rata-rata Rp 1.112/m3. Sedangkan PDAM yang mengandalkan sungai sebagai sumber air baku, biaya produksi rata-rata Rp 1.665/m3 dan tarif rata-rata Rp 1.175/m3.

PDAM di Indonesia termasuk PDAM Sumut belum termasuk mandiri. Hal ini dikarenakan adanya campur tangan pemilik (Pemda) dalam manajemen dan keuangan sehingga cukup membebani PDAM. Pada umumnya pengelola PDAM terdapat sumber daya manusia kurang profesional sehingga menimbulkan inefisiensi dalam manajemen. Dari segi keuangan, tarif air saat ini tidak bisa menutupi biaya operasi PDAM sehingga PDAM mengalami defisit kas dan tidak mampu lagi menyelesaikan kewajibannya. Sampai saat ini PDAM masih mempunyai hutang jangka panjang yang cukup besar dan tidak terdapat penyelesaian yang memuaskan. (suarapembaruan.com)

Menurut Staf Humas PDAM Tritanadi provinsi Sumut, Zaman Mendrofa, persoalan krisis air tidak semuanya menjadi tanggung jawab PDAM Tirtanadi. Padahal krisis air di Sumut disebabkan karena keterbatasan dana pengelolaan operasional perusahaan dan sambungan pasang air baru selalu meningkat dari tahun ke tahun, seperti pada 2012 lalu pemerintah provinsi Sumut menyertakan modal sebesar Rp. 200 miliar. Namun jumlah tersebut belum mampu menanggulangi krisis air yang terjadi.

Mendrofa menambahkan untuk tahun 2016 krisis air di Sumut saat ini dibutuhkan dana segar sebesar Rp. 1,2 triliun untuk biaya operasional prasarana air bersih di tubuh PDAM Tritanadi. Hal tersebut sudah diajukan melalui program Rencana Pembangunan Investasi Jangka Panjang dan Menegah (RPIJPM), tetapi sampai saat ini belum ada realisasinya.(SumutInvest.com)

Saat ini dapat dikatakan dunia mulai mengalami krisis air bersih, terutama di negara beriklim ekstrem yang ada di Benua Afrika. Organisasi-organisasi lingkungan dunia terus menggalakkan budaya berhemat air dan menjaga kualitas air dari pencemaran limbah, namun tetap saja upaya tersebut masih belum memberi dampak berarti.

Pesatnya laju pertumbuhan penduduk dan berkembangnya industri, menjadi faktor utama tercemar dan berkurangnya kualitas air bersih di muka bumi ini. di Indonesia, meski pada beberapa wilayah sering mengalami kekeringan, dampak yang ditimbulkan tidaklah seburuk seperti Afrika.

Namun jika kebiasaan buruk kita yang terus mencemari lingkungan terutama air, maka kondisi yang terjadi di Afrika cepat atau lambat akan terjadi di negara kita ini.

Oleh karenanya marilah kita senantiasa menjaga kebersihan lingkungan terutama air, baik itu air sungai, danau atau laut sekalipun harus dilindungi dari pencemaran limbah, terutama limbah plastik yang saat ini menjadi racun global perusak lingkungan bumi. Jaga kebersihan air demi keberlangsungan kehidupan sekarang dan masa yang akan datang.

(Penulis adalah alumni FAI UMSU, bekerja sebagai pendidik)

()

Baca Juga

Rekomendasi