Demam, Antibiotik dan Kepanikan Orangtua

Oleh: Endhika Sri Syahfitri, S.Farm, Apta.

Demam dapat menyerang siapa saja, baik anak-anak maupun orangtua. Akan tetapi, tidak semua demam harus dikhawatirkan, terutama pada anak-anak.

Demam merupakan reaksi normal tubuh yang bermanfaat melawan kuman karena suhu yang tinggi dapat memperlambat pertumbuhan bakteri ataupun virus. 

Demam sendiri diciptakan untuk memerangi infeksi (dalam hal adanya infeksi yang terjadi). Ketika kuman (virus/bakteri) masuk, sel-sel sistem imun kita menghasilkan protein bernama pirogen yang merangsang hipotalamus (termostat di otak kita) untuk menaikkan suhu tubuh dan terjadilah demam. Mengapa wujudnya harus demam? Karena pada kondisi demam, sistem imun (pertahanan tubuh) kita bekerja lebih baik dalam melawan infeksi.

Sel darah putih kita yang bernama limfosit B menghasilkan protein bernama antibodi yang "mengikat" dan membunuh virus/bakteri. Limfosit T bekerja dengan mematikan sel-sel yang terinfeksi virus/bakteri, sebelum makin banyak sel yang dirusak oleh kuman. Ada sel-sel lain yang bekerja dengan cara menangkap kuman, mencernanya, dan menyerahkannya ke sistem imun (antigen presenting cells). Pada saat ini daya tahan tubuh bekerja lebih baik.

Demam memang membuat tubuh tidak terasa nyaman, menaikkan kerja jantung, meningkatkan pembuangan cairan tubuh, dan kebutuhan energi. Akan tetapi, tubuh hanya membuat demam ketika dibutuhkan saja.

Lalu apakah demam boleh diobati? Diturunkan dengan obat penurun panas? Benarkah demikian? Berikut dua penelitian yang pernah dilakukan. 

Pertama, penelitian yang dilakukan di John Hopkins School of Medicine di Baltimore. Peneliti membagi dua kelompok anak yang sedang mengalami cacar air (varisela). Kelompok pertama rutin mendapatkan parasetamol 4 kali sehari selama 4 hari. Sedangkan kelompok kedua tidak diberikan obat penurun panas untuk mengatasi demamnya. Apa hasilnya? Ternyata anak-anak yang tidak mendapatkan parasetamol lebih cepat hilang lenting-lenting kulitnya, dibanding dengan yang diobati dengan parasetamol.

Kedua, penelitian yang dilakukan di Universitas Adelaide di Australia. Peneliti menginfeksi 60 relawan dewasa sehat dengan rinovirus (penyebab common cold). 15 orang mendapat parasetamol, 15 orang ibuprofen, 15 orang aspirin, dan 15 sisanya tidak mendapat obat. Hasilnya seperti dugaan kita. Kelompok yang tidak diobati sembuh lebih cepat dibandingkan dengan yg diobati, dan membentuk antibodi lebih banyak dibandingkan dengan yang diobati.

Namun seringnya demam pada anak menjadi alasan utama orangtua untuk membawa anak konsultasi ke dokter anak dan dokter umum. Padahal, orangtua tidak perlu terlalu terburu-buru membawa anak ke dokter. Yang paling utama yang harus diketahui orangtua adalah penyebab demam anak.

Terkadang orangtua pada saat anak demam lupa melihat terlebih dahulu aktivitas si anak. Jika anak masih bisa beraktivitas seperti biasa seperti masih mau bermain, makan dan minum dengan baik, sebaiknya orangtua tidak perlu terlalu khawatir, akan tetapi tetap waspada. Walaupun banyak orangtua yang memberikan obat penurun panas, perlu ditekankan bahwa tujuan utama obat tersebut adalah membuat anak merasa nyaman, bukan mempertahankan suhu yang normal. Akan tetapi, jika anak tidak rewel maka obat penurun panas tidak perlu diberikan.

Pemberian obat penurun panas pada anak dapat dilakukan jika suhu badan anak mencapai 38 derajat C (pengukuran dari lipat ketiak). Pengukuran suhu tubuh pada anak dapat dilakukan dengan cara berikut: 

Pertama, melalui mulut dengan cara memasukkan termometer di bawah lidah. Katupkan mulut, kemudian baca suhu yang tertera. 

Kedua, melalui dubur dengan cara memasukkan termometer kedalam dubur kemuadian baca suhu yang tertera. 

Ketiga, melalui ketiak dengan cara meletakkan termometer di bawah ketiak, kepit lengan pada badan, kemudian baca suhu yang tertera. 

Keempat, melalui telinga dengan cara memasukkan termometer digital pada telinga, kemudian baca suhu yang tertera pada termometer.

Tetapi tetap saja yang sebaiknya dilakukan orangtua adalah berkonsentrasi untuk membuat anak merasa nyaman ketika demam dibanding menurunkan suhunya, karena penyebab demam bisa beragam, jika salah mengatasinya usaha menurunkan panas juga bisa memperlambat kesembuhan. Hal ini sering membuat orangtua melakukan pengobatan fisik berdasarkan pengalaman turun temurun.

Pengobatan secara fisik yang sering dilakukan orang tua untuk mengatasi demam: 

Pertama, tirah baring: aktifitas fisik yang tinggi dapat meningkatkan suhu tubuh anak dengan demam dan tanpa demam. Walaupun demikian, pergerakan anak yang demam selama aktivitas normal tidak menyebabkan demam. Memaksakan anak demam untuk tirah baring tidak efektif, tidak disenangi dan mengganggu secara psikologis. Suatu penelitian kontrol-kasus dari 1082 anak dengan demam, ditemukan bahwa tirah baring tidak menurunkan suhu secara signifikan.

Kedua, kompres alkohol: kompres dengan menggunakan etil alkohol 70%/isopropil alkohol dalam air tidak efektif menurunkan suhu, dan lebih superior dengan mengompres dengan air. Inhalasi alkohol selama kompres berbahaya menimbulkan hipoglikemia dan koma.

Ketiga, kompres air hangat (tepid sponging): tepid merupakan suatu kompres/sponging dengan air hangat. Penggunaan kompres air hangat di lipat ketiak dan lipat selangkangan (inguinal) selama 10-15 menit akan membantu menurunkan panas dengan cara panas keluar lewat pori-pori kulit melalui proses penguapan. Jika dokter dan orang tua merasa kompres diperlukan (misalnya suhu tubuh meningkat lebih dari 40 derajat Celsius, maka penting untuk memberikan obat penurun panas terlebih dahulu untuk menurunkan pusat pengatur suhu di susunan saraf otak bagian hipotalamus, kemudian dilanjutkan kompres air hangat.

Keempat, kompres dingin: kompres dingin tidak direkomendasikan untuk mengatasi demam karena dapat meningkatkan pusat pengatur suhu (set point) hipotalamus, mengakibatkan badan menggigil sehingga terjadi kenaikan suhu tubuh. Kompres dingin mengakibatkan pembuluh darah mengecil (vasokonstriksi), yang meningkatkan suhu tubuh. Selain itu, kompres dingin mengakibatkan anak merasa tidak nyaman.

Dengan demikian diharapkan orangtua lebih memperhatikan lagi penyebab demam anak agar tidak salah dalam mengatasi demam pada anak. Jangan sampai kondisi demam anak menjadi semakin parah. Perlu disadari, kebanyakan infeksi yang diderita anak disebabkan oleh virus, bukan bakteri. Demam karena virus biasanya terjadi tiba-tiba dan cepat turun. Sementara demam yang disebabkan bakteri bisa bertahan berhari-hari.

Demam yang disebabkan karena infeksi virus, salah satu gejalanya tampak lesu dan tidak mempunyai gairah untuk bermain. Infeksi virus ditandai dengan batuk, pilek atau diare tanpa darah. Ciri khas infeksi demam yang disebabkan oleh virus adalah demam yang tinggi pada hari 1-2 hari, biasanya pada hari ke 4-5 naik tetapi tidak setinggi hari pertama, umumnya pada hari ke 6-7 akan pulih sesuai dengan kondisi sebelumnya, sehingga dalam penanganan demam yang terinfeksi virus tidak memerlukan antibiotika ataupun cek darah. 

Untuk itu orangtua diharapkan lebih cermat mengamati demam yang diderita anak. Sehingga tidak terburu-buru memberikan obat. Adapun jika anak demam pertolongan pertama pada anak antara lain: 

Pertama, selalu periksa suhu tubuh. Kita dapat mengontrol suhu tubuh anak dengan menggunakan termometer, suhu normal pada anak berkisar antara 36-37 derajat celcius, sehingga apabila anak memiliki suhu tubuh yang lebih tinggi 37 derajat maka dapat diberikan terapi ringan terlebih dahulu, misalnya dengan banyak minum air putih sehingga anak tidak mengalami kekurangan cairan.

Kedua, kompres dengan air hangat. Apabila penyebab demam adalah infeksi virus, kita dapat memberikan pertolongan pertama dengan cara mengompres menggunakan air hangat. Air hangat dapat langsung pada pusat tubuh sehingga akan menurunkan suhu secara otomatis. Hindari menggunakan alkohol atau air dingin. Alkohol akan berbahaya karena uapnya berdampak buruk ketika terhirup oleh bayi. Kita juga dapat menggunakan plaster kompres yang sering kali banyak ditemui dipasaran.

Ketiga, berikan obat penurun demam. Kita dapat memberikan obat penurun demam khusus anak sesuai dengan usia, salah satunya adalah dengan memberikan parasetamol. Parasetamol merupakan obat penurun demam yang dianggap memiliki efek samping yang rendah pada tubuh bayi. Meskipun begitu sebaiknya membaca petunjuk dokter agar tidak mengalami resiko gangguan fungsi hati, bila diberikan dengan dosis yang tidak tepat.

Keempat, penanganan dokter. Perlu pengananan dokter, apabila bayi demam pada usia kurang dari 3 bulan dengan suhu tubuh mencapai 38 derajat C atau lebih; bayi berusia 3-6 bulan dengan suhu tubuh mencapai 38,3 derajat C atau lebih; bayi dan anak berusia lebih drai 6 bulan dengan suhu tubuh mencapai 40 derajat C atau lebih; tidak mau minum/telah mengalami dehidrasi, muntah, atau diare, Iritabel atau menangis terus menerus, tidak dapat ditenangkan; kejang, kaku kuduk leher, sakit kepala hebat; sesak napas; demam tanpa batuk pilek sudah berlangsung lebih dari 72 jam; demam dengan kondisi urinnya kental dan kakinya sering kali digerak-gerakkan; atau demam yang tidak turun-turun selama 3 hari lebih disertai dengan mimisan atau bintik merah, maka sebaiknya segera bawa anak anda ke dokter untuk melakukan tes kesehatan.

Kekhawatiran wajar saja dimiliki para orangtua. Akan tetapi tetap waspada dalam mengambil tindakan. Selain memberikan obat penurun demam pada anak, banyak orartua juga memberikan antibiotik untuk mempercepat kesembuhan anak. Padahal tidak semua demam disebabkan oleh bakteri. Demam yang disebabkan oleh virus tidak memerlukan antibiotik. Jika penggunaan antibiotik tidak tepat dapat menyebabkan resistensi.

Sebenarnya permasalahan ini lebih dari dua puluh tahun lalu dihadapi oleh negara maju seperti Amerika Serikat. Namun saat ini di Indonesia masih mengalami dan masih menjadi masalah serius. Menurut penelitian US National Ambulatory Medical Care Survey, pada tahun 1989, setiap tahun sekitar 84% setiap tahun setiap anak mendapatkan antibiotik. Hasil lainnya didapatkan, 47,9 persen resep pada anak usia 0-4 tahun terdapat antibiotik.

Angka tersebut menurut perhitungan banyak ahli sebenarnya sudah cukup mencemaskan. Dalam tahun yang sama, juga ditemukan resistensi kuman yang cukup tinggi karena pemakaian antibiotik berlebihan tersebut. Di Amerika Serikat, karena upaya kampanye dan edukasi terus menerus terhadap masyarakat dan dokter ternyata dapat menurunkan penggunaan antibiotika secara drastis.

Proporsi anak usia 0-4 tahun yang mendapatkan antibiotik menurun dari 47,9 persen tahun 1996 menjadi 38,1 persen tahun 2000. Jumlah rata-rata antibiotik yang diresepkan menurun pada tahun 2000. Rata-rata pengeluaran biaya juga dapat ditekan cukup banyak, pada tahun 1996 sebesar 31,45 dollar AS menjadi 21,04 dollar AS per anak tahun 2000.

Di Indonesia belum ada data resmi tentang penggunaan antibiotik. Sehingga banyak pihak saat ini tidak khawatir dan sepertinya tidak bermasalah. Tetapi berdasarkan tingkat pendidikan atau pengetahuan masyarakat serta fakta yang ditemui sehari-hari, tampaknya pemakaian antibiotik di Indonesia jauh banyak dan lebih mencemaskan dan secara tidak langsung mencegah tubuh kita agar tidak terinfeksi bakteri jahat.

Rekomendasi dan penyuluhan kepada para orangtua dan dokter di Amerika Serikat telah dilakukan atas kerjasama CDC dan AAP (American Academy of Pediatrics) sejak 10 tahun lalu. Penyuluhan ini untuk memberikan pengertian yang benar tentang penggunaan antibiotik. 

Di Indonesia, mitos dan kekeliruan masih banyak dianut sebagian dokter di Indonesia. Berikut adalah kondisi yang sebenarnya tak perlu menggunakan antibiotik: 

Pertama, pilek, panas dan batuk adalah gejala dari Infeksi Saluran Pernapasan Atas yang disebabkan virus.

Kedua, perubahan warna dahak dan ingus menjadi kental kuning, berlendir dan kehijauan adalah merupakan perjalanan klinis infeksi saluran napas atas karena virus, dan bukan merupakan indikasi antibiotik. 

Ketiga, pemberian antibiotik tidak akan memperpendek perjalanan penyakit dan mencegah infeksi tumpangan bakteri.

Keempat, sebagian besar kasus penyakit pada anak yang berobat jalan penyebabnya adalah virus. Dengan kata lain, seharusnya kemungkinan penggunaan antibiotik yang benar tidak besar atau mungkin hanya sekitar 10-15% penderita anak. Penyakit virus adalah penyakit yang termasuk "self limiting disease" atau penyakit yang sembuh sendiri dalam waktu 5-7 hari. 

Sebagian besar penyakit infeksi diare, batuk, pilek dan panas penyebabnya adalah virus. Secara umum setiap anak akan mengalami 2 hingga 9 kali penyakit saluran napas karena virus. Sebaiknya jangan terlalu mudah mendiagnosis sinusitis pada anak. Bila tidak terdapat komplikasi lainnya secara alamiah pilek, batuk dan pengeluaran cairan hidung akan menetap paling lama sampai 14 hari setelah gejala lainnya membaik.

Kelima, sebuah penelitian terhadap gejala pada 139 penderita pilek (flu) karena virus didapatkan bahwa pemberian antibiotik pada kelompok kontrol tidak memperbaiki cairan mucopurulent dari hidung. Antibiotik tidak efektif mengobati infeksi saluran napas atas dan tidak mencegah infeksi bakteri tumpangan. Sebagian besar infeksi saluran napas atas termasuk sinus paranasalis sangat jarang sekali terjadi komplikasi bakteri.

Sangat diharapkan kepada para orangtua untuk tidak terburu-buru memberikan obat ke anak. Anak baru demam, batuk, pilek atau mencret satu hari langsung diberi obat. Padahal itu belum diperlukan. Berilah kesempatan kepada tubuh untuk bekerja seoptimal mungkin tanpa bantuan obat.

Seperti yang dikatakan dr. Agnes Tri Harjaningrum dalam buku “Smart Patient”, bahwa dokter dokter di negara maju sangat pelit memberikan obat kepada anak. Dokter di sana tidak mau memberikan obat ke anak jka si anak hanya menderita batuk, pilek, demam atau mencret ringan saja. Mereka akan memberikan obat jika ada gejala lain yang menyertai. Bahkan obat penurun panas pun hanya diberikan jika suhu mencapai 40 derajat C. Apalagi memberikan antibiotik sangat tidak dianjurkan.

Kalaupun kita ke dokter, janganlah memaksa dokter untuk selalu memberikan obat kepada anak. Jika hal ini dipaksakan membuat dokter tidak rasional memberikan resep. Jika pun harus ke dokter hanya untuk konsultasikan saja dan memastikan bahwa tidak ada penyakit yang perlu dikhawatirkan. Nah, itulah yang saya terapkan selama ini untuk anak-anak saya.

(Penulis adalah Wakil Ketua PC Ikatan Apoteker Indonesia Kota Binjai)

()

Baca Juga

Rekomendasi