Menurut Penelitian Baru

Kenaikan Air Laut Bisa Naik Drastis

LEVEL permukaan laut global bisa naik sebesar le­bih dua kali lipat perkiraan se­karang, demikian menurut analisis baru seputar peru­bahan iklim di Antartika.

Dalam beberapa dekade ke de­pan, level permukaan air laut akan me­ningkat lebih cepat dari perki­ra­an sebelum­nya. Penelitian ter­ba­ru me­ngungkap bahwa es di An­tar­tika tidak stabil yang dikira.

Sementara itu, badan PBB yang me­nangani masalah pe­rubahan ik­lim telah mem­pre­diksi bahwa level permu­kaan air laut akan meningkat hingga satu meter pada abad ini.

Ber­dasarkan penelitian yang di­muat di jurnal Nature, runtuhan la­­pi­san es Antartika akan menye­bab­kan naiknya permukaan air laut hingga dua kali lipat, yaitu dua me­ter, pada 2100. Hal tersebut ter­jadi jika emisi karbon tidak ber­kurang.

Sebelumnya, melelehnya es di An­tartika hanya dise­babkan karena suhu udara dan air laut yang hangat. Na­mun, saat ini diketahui bahwa pro­ses aktif, seperti runtuhnya te­bing es besar, turut menjadi pemicu naik­nya permukaan air laut.

"Hal tersebut (naiknya per­mu­kaan air laut) dapat me­nyebabkan ben­cana bagi ko­ta-kota yang be­rada di tempat rendah," ujar Pro­fesor dari University of Massachu­setts Amherst, Robert DeConto.

Seperti yang dikutip dari The Guardian pada Kamis pekan lalu, DeConto juga menjelaskan jika pe­manasan global tak dihentikan, ke­naik­an permukaan air laut akan berubah dari milimeter men­jadi sen­­timeter per tahun. "Pada titik itu yang dibahas bukan tentang tek­­nik pen­cegahan lagi, namun (orang-orang) harus pindah (dari kota)," tandasnya.

Perubahan iklim tak hanya me­nye­babkan kenaikan per­mu­kaan air laut, namun juga membuat ba­dai semakin ganas. Kota-kota yang memi­liki permukaan tanah rendah, seperti New York, Mum­bai, dan Guang­zhou, juga dapat me­ngalami kehancuran besar akibat kombinasi dari hal tersebut.

Banyak kota-kota di pesisir ber­kem­bang pesat. Berda­sar­kan ana­lisis dari World Bank dan staf OE­CD, menunjukkan bahwa ke­rusakan aki­bat ban­jir dapat me­nga­­kibatkan keru­gian hingga $1 tri­liun atau Rp 13.260 triliun di ta­hun 2050, kecuali ada tindakan yang dilakukan.

Wilayah yang beresiko besar mengalami kerusakan di antaranya Miami, Boston, Nagoya serta kota-kota di Tiongkok, Vietnam, Bang­ladesh, dan Pantai Gading.

Permukaan Air Laut Lebih Tinggi

Penelitian terbaru yang me­lan­jut­­kan penelitian sebe­lum­­­nya, mem­­­beri peringatan tentang ke­mung­kinan run­tuh­nya lapisan es di Antartika dan menduga kenaikan per­mukaan air laut.

"Kabar buruk dari tinggi­nya emi­si adalah, kami mem­perkirakan ke­mung­kinan besar Antartika ber­kontribusi pada kenaikan per­mukaan air laut pada 2100," ujar De­Conto kepada the Guardian.

Namun dia menjelaskan apabila emisi dapat ditekan, maka kenaikan permukaan air laut dapat dikurangi, walau­pun masih terdapat 10 persen kemungkinan kenaikan signi­fikan. "Ini adalah kabar baik­nya. Ini tak terlambat untuk dilakukan dan luar biasa." ujarnya.

Proses fisik aktif diketahui me­ru­pakan salah satu cara untuk mem­buat lapisan es re­tak. Namun air yang mencair dari permukaan es akan mengalir ke bawah melalui celah-celah dan membuat retakan es semakin lebar.

"Air yang mencair meru­pakan dampak yang sangat merusak. Hal ter­sebut menye­rang es, baik dari atas maupun bawah," jelas De­Conto.

Kenaikan permukaan air laut menjadi ancaman (Foto: Reuters).

Dia juga menyatakan bah­wa tem­peratur musim panas telah men­dekati atau melebihi titik beku di se­kitar Antartika. Berdasarkan ke­ada­an itu ia mengatakan, "Tak di­per­lukan suhu panas yang banyak un­­tuk melihat peningkatan dra­ma­tis (melelehnya permu­kaan es) dan hal tersebut akan terjadi dalam wak­tu cepat."

Peneliti telah menggu­na­kan mo­del terbaru yang me­masukkan hi­lang­nya lapisa­n es dari pesisir An­tar­tika. Run­tuhnya bukit es dapat menga­kibatkan tebing es setinggi 1.000 m menjulang di Sa­mu­dra, dan jika runtuh akan me­nga­kibat­kan permukaan air laut me­ningkat lebih jauh.

Para ilmuwan menga­li­brasi mo­del mereka dengan catatan geologi pada peristi­wa 125 ribu dan tiga juta ta­hun yang lalu, ketika tem­peratur hampir sama dengan suhu saat ini namun dengan permukaan air laut yang lebih tinggi.

Kenaikan permukaan air laut juga disebabkan karena ekspansi air ketika bertambah hangat. Pada bulan Januari, il­muwan menduga bah­­wa faktor tersebut telah dire­meh­­­kan dan menambah beban meng­­khawatirkan atas ke­naik­an per­mukaan air laut di masa depan.

Saat ini, suhu rata-rata di seluruh du­nia telah meme­cahkan rekor. Es di Arktik telah berkurang dan ter­catat me­miliki ukuran terkecil sejak 1979. (bbc/grd/ng/es)

()

Baca Juga

Rekomendasi