Medan, (Analisa). Menyediakan fasilitas publik dan pemberdayaan bagi kaum manula (manusia lanjut usia) sudah merupakan kewajiban pemerintah. Untuk pengadaan ini, Kota Medan patut mencontoh konsep pemberdayaan manula di negara Jepang. Hal ini karena Jepang tak hanya sebatas memberi santunan bulanan, melainkan melibatkan kegiatan pemberdayaan, dengan bertujuan meningkatkan kualitas hidup mereka.
Demikian dikemukakan pengamat kebijakan publik di Kota Medan, Prof. Dr. Marlon Sihombing, M.A. pada Analisa, Rabu (6/4). “Di Jepang, mereka (pemerintah) menyediakan semacam rumah atau panti, tapi tidak hanya berkegiatan makan atau tidur. Mereka juga difasilitasi berkegiatan yang mencurahkan aktualisasi diri mereka,” ungkapnya.
Pendapat ini disampaikan merujuk pada program pemerintah, dalam hal ini Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Medan yang memberi santunan dana per bulan kepada manula di Kota Medan. Santunan tersebut dibagikan pada manula sebesar Rp200 ribu per orang. Total penerima sebanyak 175 orang, berdasarkan kuota tiap kota, dari sebelumnya hanya 65 orang. Dana ini merupakan kebijakan Kementerian Sosial dan Tenaga kerja Republik Indonesia diambil melalui PT. Pos Indonesia dan diperuntukkan bagi individu berusia 70 tahun ke atas, atau yang ringkih secara fisik.
Menurut Marlon, dengan hanya memberikan santunan pada manula, kurang efektif. Harusnya ada penanganan khusus, yang lebih humanis, memanusiakan manusia. “Jika hanya pemberian uang, berarti memandang manula hanya sebagai objek. Padahal tidak semua dari mereka dalam kondisi renta, banyak juga yang masih sehat. Seharusnya para manula ini diberikan kasih sayang, demikian dengan kegiatan aktualisasi mereka. Potensi itu harusnya dikembangkan, sehingga mereka tetap bisa bertahan sebagai dirinya,” imbuhnya.
Menuangkan aktualisasi, sebagai conoh, bagi yang sebelumnya berprofesi sebagai guru, mungkin bisa melanjutkan kegiatan mengajar. Asalkan fasilitas dan wadahnya diberikan dengan baik oleh pemerintah.
Selain itu, menurut Marlon, pemberdayaan ini bisa diwujudkan pada kegiatan berbagi pengalaman dalam kelompok lansia yang turut melibatkan generasi muda. Konsep ini berdasarkan pertimbangan bahwa perolehan pengalaman hidup manula yang relatif tidak sedikit bisa dibagikan dan diajarakan kepada pemuda. Informasi dan nilai tersebut bisa diwariskan sehingga dapat dilanjutkan kebermanfaatannya. “Pengalaman hidup tertentu ‘kan mungkin hanya mereka yang merasakan,” jelas Marlon.
Melanjutkan mengenai kegiatan pemberdayaan lansia di Kota Medan, sejauh ini, pria yang juga merupakan dosen Ilmu Administrasi Negara Universitas Sumatera Utara ini melihat kegiatan tersebut masih berasal dari bentukan masyarakat. “Kalau kegiatan manula yang berbasis keagamaan, saya lihat ada. Dari pemerintah yang belum. Kalau ada kerja sama, lebih bagus lagi,” ungkapnya.
Demikian dengan fasilitas publik, masih dirasa minim. Kalau pun mau berbenah, kota ini sudah cukup tertinggal. Padahal hal tersebut merupakan salah satu perhatian pemerintah yang tidak meng-homogen-kan masyarakatnya. Namun, jangankan untuk lansia, untuk individu yang masih muda dan produktif saja, fasilitas itu belum sempurna, seperti tempat pejalan kaki dan penyeberangan.
Kendati pun, tidak berhenti di pemberian dana santunan, Disnaker Kota Medan tengah menjajaki pembentukan ikatan lansia Kota Medan. Dengan ikatan ini, diharapkan para lansia dapat bersosialisasi dan berkegiatan bersama.
"Untuk kepengurusan ikatan lansia, masih kita rundingkan. Teknisnya seperti apa, nanti kita bahas," ujar Zailun selaku Kepala Bidang Pelayanan Sosial Disnaker Kota Medan. (anty)