Langgam Arsitektur Ala Bangunan Berkubah ‘Pantheon’

Oleh: Syafitri Tambunan

‘PANTHEON’ merupakan gedung penyem­bahan dewa-dewa bangsa Romawi. Namun, yang menarik, adalah keberhasilan orangorang di masa itu yang mampu menciptakan gedung yang juga sering diidentikkan bangunan paling indah dalam sejarah. Pada masa itu, gedung kerohanian ini sudah memiliki kubah (dome) di bagian atasnya.

Karena itulah, keberhasilan kubah di masa itu ada di ‘Pantheon’. Pantheon sendiri berde­sain tanpa topangan-topa­ngan, yang dibangun bergaya Yunani, di bagian depannya terdapat tiang dan atap yang berbentuk kubah sangat besar. Untuk menopang kubah ini, dibutuhkan dinding yang terbuat dari batu bata dan beton dengan tebal 6 meter. Bangunan ini diberikan Kaisar Phocas kepada Paus di tahun 609 M yang akhirnya mem­buat bangunan ini sebagai gereja.

Keberhasilan bangunan berkubah, ternyata tidak hanya berada di Yunani. Tetapi, arsitektur Islam di Indonesia, bisa dikatakan berhasil mencip­takan sesuatu yang baru yang juga didominasi dari gaya desain ‘Pantheon’ Yunani.

Menurut akademisi arsitektur, Prof. Nawawi Lubis, keberhasilan arsitektur Islam terlihat kemudian di Indonesia, berupa bentuk bangu­nan berkubahnya yang didesain seperti persegi. “Makanya Masjid Azizi Langkat dan Masjid Raya Medan itu dibuat dengan ada ditopang-topang, seperti bentuk persegi. Seba­liknya, ‘Pantheon’, (berkubah) tidak ada topa­ngan topangan itu. Bangunan-bangunan sejenis, misalnya Masjid Raya Medan, Masjid Azizi dan Museum Daerah Langkat merupakan sebuah keberhasilan di masa itu,” paparnya.

Bangunan Museum Langkat sendiri, be­bernya,­ bergaya sama seperti Masjid Azizi yang berlang­gam arsitektur Eropa. “Eropa dengan Islam, ditambah beberapa (langgam arsitektur) Kordova dan Spanyol. Bangunan ini (Museum Lang­kat) bergaya sama dengan Masjid Azizi. Juga ada unsur Maroko, Timur Tengah, dan tradisional, digabung jadi satu dalam langgam,” katanya.

Dulunya, kedua bangunan dome ini dibuat sebagai salah ciptaan dari hasil eksploitasi per­ke­bunan di sana. Namun, bangunan inilah menjadi salah satu bukti, di masa itu, kesul­tanan (Langkat) pernah tiba-tiba kaya, sama seperti Deli. Namun, waktu revolusi sosial, bangunan lainnya di sekitar dua bangu­nan ini dibakar. “Dibangunlah oleh kolonial, sama seperti Masjid Raya Medan. Alasan diba­ngun oleh kolonial, karena kolonial ber­kuasa, tanahnya itu disewa dari sultan, dan hasilnya dibuatkan oleh Belanda dengan arsitek dari Be­lan­da juga,” sebutnya.

Pantheon, Museum Langkat, Masjid Azizi Langkat atau Masjid Raya Medan merupakan keberhasilan (adanya bangu­nan) kubah di masa itu. “’Pantheon’ ada pada masa Romawi 200-300 sebelum masehi. Artinya, itu adalah keber­hasilan (adanya bangunan) kubah pada waktu itu. Karena kubah di masa itu, lahirnya kan dari batu-batu yang disusun. Tapi, bentuk itu adanya di Mesir maka itulah asal mula dome atau kubah. ‘Pantheon’ itu, sebe­narnya, atap di puncaknya merupakan kubah yang diisi batu-batu.

Lanjutnya, di awal abad 18-19, barulah bermunculan (bangunan) dome yang ber­kubah baja. “Makanya, museum tersebut adalah turunan ‘Pantheon’ tetapi kalau denah keselu­ruhannya membulat. Namun, (Museum Lang­kat) hanya menyontoh saja, sebab, kubah ‘Pantheon’ itu saja berasal dari batu-batu, sedangkan (Museum Langkat, Masjid Azizi dan Masjid Raya), berupa rangka-rangka..

Museum ini tidak bisa di­identi­taskan pada satu langgam saja. "Sebab dia me­ngam­bil banyak langgam. Arsitektur itu sen­diri tidak ada yang murni, se­muanya campur. Artinya, lang­gam museum ini, asal dari pantheon tetapi punya langgam sendiri. Di ambil langgam arsitektur ini sedikit dan itu sedikit. Dia adalah individu yan bebas, tidak sama dengan ibunya tidak sama dengan ba­paknya. Itu termino­loginya. Dia dari banyak langgam makanya tidak bisa dikatakan turu­nannya ‘Pantheon’,” jelasnya.

()

Baca Juga

Rekomendasi