Pesona Gamestone

Ketika Lavender Tak Hanya Bunga

Oleh: Sari Ramadhani. UNGU menjadi warna khas bunga Lavender. Sebagian besar masya­rakat umumnya mengetahui bentuk, warna dan aroma bunga yang berasal dari wilayah selatan Laut Tengah sampai Afrika tropis dan ke timur sampai India. Namun, tak hanya bunga, nama Lavender ternyata juga dijadikan nama sebuah Batu Akik Indonesia yang berasal dari Kabu­paten Batu Raja, Sumatera Selatan. Warga mengenalnya dengan sebutan Batu Lavender.

Batu Lavender hanya ada di Indonesia. Tak ada yang mengira jika batu ini sudah eksis sejak tahun 80an. Awalnya, Lavender hanya dikenal di kawasan Batu Raja saja. Pesonanya hampir luput dari batu-batu lain yang sudah lebih dulu terkenal di Indonesia. Namun, berkat kegigihan para pedagang, penggali dan masyarakat lokal, Batu Lavender kini menjadi salah satu ikon Sumatera Selatan.

Batu ini disebut Lavender karena warna ungu­nya hampir menyerupai bunga Lavender. Tak hanya itu, keindahannya pun mampu memukau mata siapa saja yang melihat. Jadi, ketika meman­dang tumpukan batu Lavender, seseorang merasa seperti melihat beberapa kuntum bunga Lavender yang dijejerkan rapi.

Dalam ilmu gemologist, Lavender termasuk ke dalam kategori Kalsedoni. Lebih tepatnya para ahli menyebutnya Purple Calcedony. Kebanyakan batu dari wilayah Sumsel memang berjenis Kalsedoni. Kalsedoni jenis ini tak kalah apik dengan Kalse­doni lainnya yang juga berasal dari daerah sama.

Banyak batu jenis Kalsedoni dengan beragam warna yang dapat ditemukan di Sumsel. Terutama di Batu Raja yang sangat terkenal dengan daerah penghasil batu alam di wilayah Palembang seki­tarnya. Setiap desa di sana, umumnya mengha­silkan batu akik. Warna yang ditemukan di tiap desa pun berbeda-beda.

"Masih satu kampung tetapi beda desa. Na­manya Kecamatan Lengkiti atau Lengkapayap. Ada yang ditemukan di desa Talang Ogan dan ada juga ditemukan di desa Segara Kembang," ujar Gumara, pria asal Su­matera Selatan yang baru-baru ini datang ke Medan untuk mengikuti pameran dan kontes gemstone di Pasar Gemstone, Jalan Kapten Maulana Lubis Medan.

Untuk skala nasional, Lavender dikenal baru-baru ini ketika batu akik nusantara heboh dibi­carakan di ka­langan masyarakat. Mes­kipun baru, Lavender mampu memikat hati para kolektor gemstone dari Jawa dan sekitarnya. Batu ini terkenal ikonik membawa nama Sumsel di kancah nusantara.

Sebelum batu akik seheboh sekarang ini, Lavender hanya dipakai orang-orang Batu Raja saja. Orang lokal sangat bangga memiliki batu khas daerahnya dan senang mema­kainya sebagai bentuk promosi. Tetapi, seiring perkembangan zaman, gemstone yang juga disebut Batu Ungu ini sema­kin banyak di pasaran.

Batu Incaran

Banyaknya permintaan di pasaran menjadikan Lavender sudah banyak dipakai masyarakat saat ini. Batu Ungu merupakan satu dari banyak batu jenis Kalsedoni yang banyak diincar para kolektor dan pedagang. Semakin pekat kemilau warna ungunya, maka semakin mahal harganya. Seba­liknya, jika semakin cerah warna ungu pada Batu Lavender itu, maka harganya semakin murah. Umumnya, kualitas Kalsedoni Sumsel dilihat dari kepekatan warnanya bukan ukurannya.

Gumara bercerita, batu ini ditemukan di daerah perkebunan di Sumsel. Akses untuk mencapai tempat penggalian si Batu Ungu ini cukup sulit dan memakan waktu. Hal itu disebabkan perkebunannya jauh dari desa dan harus berjalan kaki empat hingga lima jam untuk sampai ke lokasi. Pada dasarnya, penggalian batu di wilayah Sumsel masih dilakukan secara manual. Tujuannya, untuk tetap menjaga alam dan kehi­dupannya serta untuk menghindari merusak lingkungan.

"Jalannya berkelok hingga sampai ke bawah bukit. Kebanyakan batu ini dite­mukan di dekat (ping­gir) sungai, bukan di dalam sungainya," ujar Gumara sambil menunjukkan satu buku berisi perjalanan penggalian Batu Lavender.

Tak hanya jalan yang sulit dan berkelok hingga ke bawah bukit, untuk mene­mukan Batu Lavender masyarakat harus menggali sedalam 12 meter. Peng­galian ini cukup ekstrem. Hal itu disebabkan ra­mainya penggali yang ingin turut serta dalam keme­riahan batu beberapa tahun belakangan. Sebe­lumnya,­ warga hanya perlu menggali sedalam empat sampai lima meter untuk mendapatkan si Batu Ungu.

"Jadi, seperti ini kira-kira perjalanannya. Kita masuk ke dalam hutan menggunakan mobil offroad. Sampai di lahan parkir yang disediakan, para penambang dan penggali ramai-ramai berjalan kaki menuju sumber galian batu itu," jelas pria yang memakai Batu Lavender  di jarinya itu.

Banyak hal yang membedakan selama sebelum dan sesudah masa kehebohan batu. Sebelumnya, Lavender hanya dipakai orang-orang dari Batu Raja saja, tetapi sekarang, para kolektor batu seluruh Indonesia dipastikan memiliki Si Ungu ini sebagai koleksinya.

Harga Batu Lavender saat ini juga sudah jauh berbeda. Saat ini, Batu Lavender dihargai sama mahalnya dengan batu jenis Kalsedoni lain yang sudah lebih dulu eksis. Lalu, penggali di daerah lokal juga semakin banyak dan mengurangi angka pengangguran di wilayah tersebut.

"Kondisi ini cukup menguntungkan masyarakat lokal. Karena yang dulunya pengangguran, kini memiliki lapangan pekerjaan baru dan menghasil­kan uang untuk keluarga," terangnya.

Gumara pun bercerita, mungkin sebagian besar masyarakat menyebut 2016 bukanlah masa kehebohan gemstone lagi. Gemstone sudah tidak booming. Namun, menurutnya para pecinta batu menyebutnya bukan tidak booming lagi, tetapi semacam selektif. Ini membuktikan mana pecinta dan mana yang ikut-ikutan. Ia pun menegaskan, di saat seperti ini masyarakat juga dapat melihat batu mana berkualitas siap untuk dikonteskan dan mana yang tidak.

"Batu berkualitas seperti Batu Lavender ini harganya akan tetap stabil. Orang yang sekarang masih bermain batu berarti benar-benar mencintai dan benar-benar hobi gemstone. Saya menganggap semua batu dari Indonesia ini bagus, tergantung kejelian memilih mana batu berkualitas dan tidak," pungkasnya.

()

Baca Juga

Rekomendasi