Oleh: Jessica Veriani
Manajemen transportasi udara kita sepertinya sangat layak dipersoalkan dari waktu ke waktu. Ada begitu banyak masalah yang selalu muncul ke permukaan. Dan pada intinya, sejumlah persoalan yang ada selalu saja berujung pada kerugian para konsumen atau pengguna jasa transportasi udara itu sendiri. Padahal, hak-hak konsumen harusnya dapat dilindungi dana dijamin dapat terpenuhi dengan baik.
Manakala hak-hak konsumen transportasi udara tidak terpenuhi dengan baik, maka harus ada sanksi tegas terhadap maskapai yang telah mengabaikan hak konsumen. Dalam berbagai kesempatan, sering juga kita melihat begitu banyak keluhan dan komplain para pengguna jasa transportasi udara mengenai perlakuan yang mereka alami, dimana sering tidak mencerminkan adanya keadilan.
Lihat saja misalnya dalam hal terjadi penundaan keberangkatan suatu maskapai, para penumpang sering mengeluh karena merasa ditelantarkan. Bahkan lebih dari itu, para penumpang sering merasa haknya tidak diberikan, misalnya ketika terjadi penundaan keberangkatan, para penumpang tidak mendapat kompensasi yang memadai.
Padahal, kalau konsumen yang melakukan kelalaian seperti terlambat untuk datang ke bandara sesuai dengan jadwal keberangkatan, maka dengan begitu mudah maskapai penerbangan akan membatalkan perjalanan yang bersangkutan. Seolah untuk konsumen, tidak ada kata maaf, namun untuk maskapai, selalu saja dimungkinkan adanya upaya untuk memaafkan berbagai bentuk kesalahannya.
Di sinilah sering konsumen merasa sangat dirugikan. Memang belakangan ini, transportasi udara kita mengalami perkembangan pesat yang tentu saja bagus bagi pergerakan roda ekonomi negara kita. Sayangnya, itu tak diikuti peningkatan manajemen pelayanan maskapai-maskapai penerbangan.
Manajemen maskapai-maskapai tersebut sering kali lalai. Itu menyebabkan maskapai penerbangan kita terpuruk di urutan terburuk dalam percaturan penerbangan dunia. Kelalaian dan kesalahan manajemen bahkan mencapai tingkat yang membahayakan keamanan negara. Itulah yang terjadi ketika penumpang rute internasional Lion Air dan Air Asia Indonesia tidak diantar ke terminal internasional sehingga tak melewati pemeriksaan Imigrasi.
Insiden Lion Air terjadi Selasa (10/5) di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, terhadap penumpang pesawat JT161 rute Singapura-Jakarta.
Insiden AirAsia Indonesia berselang enam hari kemudian di Bandara Ngurah Rai, Denpasar, Bali. Kemudian, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan memang telah mengeluarkan surat pembekuan izin layanan penanganan darat (ground handling) kedua maskapai itu. Namun, tentu saja langkah itu tidak cukup sebagai sanksi atas pelanggaran yang berpotensi mengancam keamanan negara itu. Menyuruh kedua maskapai tersebut mencari penumpang mereka yang belum melapor juga bukan merupakan sanksi yang memadai.
Titik Balik
Sanksi sebatas itu justru hanya menunjukkan lembeknya pemerintah. Terlebih kenyataan menunjukkan sanksi baru dikeluarkan setelah adanya insiden kedua. Padahal, sebenarnya sudah terlalu banyak pelanggaran hak konsumen dilakukan kedua maskapai itu. Jika kebiasaan delay, kerusakan teknis, hingga kecelakaan darat yang melibatkan grup maskapai itu tidak mampu menggerakkan kepekaan pemerintah, semestinya insiden inilah yang menjadi titik balik. Lolosnya proses imigrasi sesungguhnya tamparan keras pada pemerintah akan kelonggaran yang diberikan selama ini.
Pantas belaka jika rakyat tidak hanya geram kepada Lion Air dan AirAsia , tetapi juga Kementerian Perhubungan karena membuka celah berulangnya pelanggaran. Oleh karena itu, pemerintah sudah seharusnya membayar kealpaan mereka selama ini dengan menginvestigasi secara menyeluruh manajemen Lion Air Group dan AirAsia Indonesia. Terlebih, perusahaan ground handling Lion Air juga berada dalam payung grup maskapai itu. Dengan begitu, kesalahan penanganan darat sebenarnya wajah dari keseluruhan sistem dan manajemen yang memang bobrok. Sungguh konyol jika Lion Air sudah merasa cukup bertanggung jawab dengan memecat sopir bus yang mengangkut penumpang penerbangan internasional ke terminal domestik.
Alih-alih hanya mengorbankan pucuk terbawah sistem, seharusnya Lion Air melakukan pembenahan menyeluruh. Maskapai tergerak melakukan pembenahan menyeluruh hanya jika pemerintah menjatuhkan sanksi tegas. Kesalahan yang didiamkan akan dianggap kebenaran. Kesalahan yang tak ditindak tegas tinggal menunggu waktu untuk menjadi puncak gunung es yang kelak menjadi bola salju yang menggelinding menimbun dunia penerbangan kita. Permasalahan ini juga menjadi catatan pembenahan infrastruktur bandara secara menyeluruh. Pertumbuhan industri penerbangan semestinya juga diikuti segera dengan infrastruktur bandara yang memadai.
Keseriusan
Terus terang harus kita katakan bahwa diakui ataupun tidak, dunia penerbangan nasional masih dihinggapi banyak kelemahan. Itu paling gamblang tecermin dari relatif seringnya terjadi kecelakaan pesawat di dalam negeri selama beberapa tahun terakhir. Boleh jadi, langkah pembenahan sudah banyak dilakukan. Tetapi, tampaknya, pembenahan-pembenahan itu masih cenderung tambal sulam alias tidak bersifat mendasar.
Itu pula yang membuat potret dunia penerbangan nasional tetap buram terutama karena kecelakaan pesawat masih relatif sering terjadi. Disinilah perlu ada keseriusan dari seluruh pihak terkait agar benar-benar memperhatikan persoalan penerbangan secara menyeluruh dan penuh dengan kehati-hatian, demi terbangunnya tingkat kepercayaan publik bagi dunia penerbangan kita.
Pemerintah juga diharapkan dapat bertindak tegas dan menjatuhkan sanksi yang setimpal pada maskapai penerbangan yang telah nyata-nyata mengabaikan hak-hak konsumennya. Jika manajemen transportasi udara masih saja buruk, hal demikian hanya akan menambah problem bagi kemajuan bangsa kita.
Sekarang, mungkin sangat banyak pihak yang menggunakan pesawat udara dalam melakukan perjalanan dikarenakan faktor keterpaksaan. Mereka tidak ada pilihan lain karena memang kebutuhan menuntut demikian. Namun jika dianya soal pelayanan, mungkin akan banyak yang mengatakan bahwa transportasi udara kita masih sangat buruk dan belum memberikan aspek keadilan bagi konsumennya.
Selain itu, kiranya maskapai penerbangan jangan terlalu mudah hanya mengatakan maaf manakala terjadi kesalahan atau kelalaian tanpa dibarengi niat dan upaya melakukan perbaikan manajemen serta upaya memenuhi hak-hak konsumen yang sering mereka abaikan begitu saja.***
Penulis adalah pemerhati sosial kemasyarakatan di Medan.