Diabadikan Fotografer Digital

Awan 'Pelangi' Cantik Hiasi Langit Jepang

PELANGI atau bianglala adalah gejala optik dan me­teorologi berupa cahaya bera­n­eka warna saling sejajar yang tampak di langit atau medium lainnya.

Di langit, pelangi tampak sebagai busur cahaya dengan ujungnya mengarah pada horizon pada suatu saat hujan ringan. Pelangi juga dapat dilihat di sekitar air terjun yang deras.

Cahaya matahari adalah cahaya polikromatik (terdiri dari banyak warna). Warna pu­tih cahaya mata­hari sebe­nar­nya adalah gabungan dari berbagai cahaya dengan pan­jang gelombang yang berbe­da-beda.

Mata manusia sanggup mencerap paling tidak tujuh warna yang dikan­dung caha­ya matahari, yang akan ter­lihat pada pelangi: merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu.

Sehubungan dengan pela­ngi yang terbentuk di awan dan menjadi pemandangan menakjubkan berhasil diaba­dikan oleh seorang fotografer Je­pang  dalam beberapa jepretan.

Menurutnya awan unik de­ngan semburat ‘pelangi’ yang dibidiknya me­ru­pakan hasil dari contrail atau jejak kon­densasi dari pembakaran pe­sawat jet yang mengudara sebe­lum­nya di langit Oshino­mura, Ya­manashi.

Menurut Kagya yang dikutip dari Daily Mail, Sabtu pekan lalu, warna warni itu muncul saat jejak konden­sasi pesawat yang terbentuk dekat matahari dan cahayanya me­mantul­kan jutaan tetesan air atau kristal es yang terbentuk setelah jet melintas.

Fenomena contrail terjadi ketika pesawat terbang di atas 25.000 kaki, di mana suhu udara sekitar minus 86 Fah­renheit.

Dalam kondisi tersebut, uap air yang dipancarkan  mesin pesawat jet mengkristal dan membentuk garis-garis putih yang di langit, dikenal sebagai contrail.

Biasanya jejak itu tak akan bertahan lama di langit.

Tapi tak demikian jika su­dah ada sejumlah besar uap air di atmosfer. Jejak putih di angkasa itu akan ber­tahan lama bahkan hingga berjam-jam, karena uap air berlebih dari me­sin jet di udara di se­kitarnya mele­wati titik jenuh.

“Meskipun pelangi dan contrail menghasilkan gam­bar yang menak­jubkan, mere­ka juga bisa menjadi alasan radiasi matahari lebih banyak mencapai permukaan,” demi­kian para ilmuwan mempe­ringatkan.

Fotografer Kagya yang me­­motret penampakan lang­ka  itu lantas mem­bagikan gambar cantiknya itu di Twi­tter.

Kagya telah bekerja seba­gai seni­man digital sejak ta­hun 1990-an dan mengambil gambar bertema natural di sebagian besar bidikannya, seperti alam semesta, planet biru dan umat manusia.

Termasuk karya awan ‘pelangi’ yang baru-baru ini dipotretnya.

Hasil dari Polusi?

Para peneliti telah mene­mukan data baru yang me­nun­jukkan lapisan kristal yang tertinggal dari contrail menye­babkan terjadinya penyebaran cahaya.

Tidak ada cukup data un­tuk men­dukung berapa ba­nyak efek kabut es yang di­tinggalkan oleh pesa­wat itu, namun para peneliti percaya mung­kin itu telah mengubah sistem iklim.

“Kabut ini disebabkan oleh pesa­wat terbang  dan secara bertahap me­mutihkan langit biru,” tandas Charles Long dari Earth System Research Laboratory NOAA, pada kon­ferensi pers pekan ini di Geophy­sical Union Fall Meeting Amerika.

“Kami mungkin akan b­enar-benar melakukan bebe­rapa geoengineering — kon­sep memanipulasi iklim bumi guna melawan efek pema­nasan global — yang tidak disengaja di sini.”

Teori ini berasal dari studi sebe­lumnya tentang berapa banyak sinar matahari men­ca­­pai permukaan bumi.

Dari tahun 1950 hingga 1980-an, cahaya matahari tam­pak dianggap kemudian mulai datang kembali dengan kekuatan penuh, membuk­ti­kan energi yang tidak konstan.

“Ketika para ilmuwan men­cari pe­nyebabnya, mere­ka mencoba meng­­hubungkan perubahan ini  dengan varia­bel yang dikeluarkan oleh matahari,” kataMartin Wild dari Institute for Atmospheric and Cli­mate Science at ETH Zurich selama konferensi pers.

Sejumlah besar aerosol terdeteksi ke atmosfer perte­ngahan abad 20, yang akhir­nya memblokir sebagian energi matahari.

Hal ini disebabkan oleh tingkat polusi yang melonjak, tetapi ketika negara-negara yang sangat padat seperti AS dan Eropa mengalami penu­runan kadar polusi, termasuk jumlah aerosol, maka mata­hari akan bersinar lebih cerah dari biasanya.

Selain temuan ini, Long dan rekan-rekannya menemu­kan bahwa sebagian cahaya matahari turun lang­sung ke permukaan bumi, tetapi lain­nya tersebar saat melalui atmosfer.

Dengan sedikit polusi, ca­haya me­nyebar akan langsung turun ke Bumi. Jika seba­liknya, maka akan akan re­dup.

Long percaya lalu lintas udara me­rupakan alasan semua partikel-par­tikel itu tercipta, dari knalpot mesin pesawat memiliki aerosol dan uap air.

Kondisi di atmosfer yang sangat dingin dan menjadikan partikel-par­ti­kel itu berfungsi sebagai inti untuk kristal es yang membentuk contrail ter­lihat cerah mengalir di bela­kang pesawat.

“Beberapa contrail dise­butkan berkontribusi terha­dap perubahan iklim,” demi­kian menurut para ilmu­wan lainnya.

Sebuah contrail mungkin hilang, tapi itu tersembunyi di balik kabut tipis yang di­ngin.  (tlg/drlc/dm/es)

()

Baca Juga

Rekomendasi