Oleh: Erlangga.
Warga Dusun Pagarpinang sedang heboh! Pasalnya, dalam beberapa hari belakangan ini, ayam jago wak Pian sering berkokok di tengah malam – pas antara jam sebelas sampai jam satu dini hari. Menurut kepercayaan warga dusun tersebut, ayam jago yang sering berkokok di tengah malam sebagai pertanda buruk – bahwa di dusun tersebut ada perempuan yang sedang hamil diluar nikah.
Warga pun mulai cemas dan gelisah. Mereka saling berbisik dan bertanya, kira – kira, siapakah perempuan yang sedang hamil diluar nikah tersebut? Di sekitar rumah wak Pian ada tiga orang anak gadis, Ningsih, Wulan dan Melati. Ningsih dan Wulan adalah warga setempat, anak ibu Melda dan bulek Inong. Sedangkan Melati berasal dari luar daerah, Labuhanbatu.
Melati adalah keponakan ibu Ros. Berusia sekitar sembilan belas tahun. Ia baru satu bulan tinggal di dusun itu. Rencananya melati akan kuliah di Medan awal tahun depan. Tetapi untuk sementara, ia bekerja dulu di sebuah pabrik pengalengan buah yang tak begitu jauh dari rumah bibinya.
Dan bisa diduga, Ningsih, Wulan dan Melati pun menjadi tertuduh di dusun Pagarpinang - bahwa salah satu dari merekalah perempuan yang sedang hamil diluar nikah tersebut.
Cerita semakin memanas. Hampir setiap hari masalah itu menjadi topik bahasan warga. Bahkan beberapa orang di dusun itu menjadikannya sebagai bahan untuk pertaruhan.
Ayo gel, taruhan kita seratus ribu, siapa diantara mereka yang hamil itu? “, kata bondan suatu kali pada bogel.
“ Ha, siapa takut..? Aku yakin sekali, si Melatilah yang hamil itu. “, jawab Bogel dengan mantap.
“ Oke, dil kita ya! Kalau aku pegang si Wulan. Kita lihat saja, pasti akulah pemenangnya! “.
Karuan saja, kedua orang tua Wulan dan Ningsih panik. Demikian juga dengan ibu Ros. Mereka benar – benar merasa tak enak pada warga, lalu menginterogasi anak dan keponakannya masing – masing, siapakah diantara mereka yang hamil diluar nikah? Mereka memang sangat percaya dengan khurafat tersebut, sebab katanya sudah dua kali peristiwa seperti itu terjadi di Dusun Pagarpinang. Entah siapa yang memulai cerita tentang ayam jago yang berkokok di tengah malam itu, dan entah apa pula hubungannya dengan orang hamil, tak ada yang tahu. Tetapi yang jelas, cerita itu muncul begitu saja di tengah warga, dan menjadi satu keyakinan pula.
“Mel, apa kau memang seperti yang diperkirakan mareka? “, Tanya ibu Ros pada Melati.
“ Maksud bude, aku hamil, begitu? “.
“ Ya, kalau memang benar, katakan saja siapa lelaki itu, biar cepat selesai urusannya. Daripada kau sembunyikan, nanti diam – diam kau gugurkan pula janin bayi itu, malah bertambah besar pula dosa kita nanti! “.
Nada bicara ibu ros terdengar meninggi.
“Astarghfirullah al aziiim, sampai hati bude bicara seperti itu. Tentu saja aku tidak hamil bude. Aku ini orang baik – baik. Aku tak pernah berhubungan dengan lelaki sekalipun. Hanya abangku saja yang sesekali menjeput atau mengantarku pulang! “.
“ Baguslah kalau begitu Mel. Bude pegang kata – katamu. Berarti, si Wulan atau si Ningsihlah yang hamil “.
“ Astarghfirullah al aziiim, belum tentu juga mereka bude “.
“Jadi, kalau tidak mereka siapa lagi? Hanya kalian saja bertiga perempuan yang tinggal di sekitar rumah wak Pian ini. Kalau pun ada perempuan lain, sudah pada tua dan jelek, peot lagi. Seperti budemu ini. Jadi mana ada lagi lelaki yang mau sama kami “.
“Cuma gara – gara seekor ayam jago yang berkokok di tengah malam, terfitnah pula anak – anak perempuan yang berada di sekitarnya. Kasihan sekali. Apa pula hubungannya antara kokok ayam jago dengan kehamilan seseorang? Itu takhayul bude, khurafat, mungkin juga sudah syirik! “.
“Tapi, paling tidak sudah dua kali peristiwa seperti ini terjadi. Setiap kali ada ayam jago yang berkokok di tengah malam, pasti ada perempuan yang sedang hamil diluar nikah. Yang satu masih berstatus gadis, satunya lagi janda “.
“Mau dua kali, tiga kali, bahkan sampai berkali – kali pun biarkan saja bude, tak usah dipercaya. Semua dosa diampuni, kecuali dosa syirik, bude! “.
Dimana – mana orang – orang membicarakan masalah ayam jago yang berkokok di tengah malam, dan perempuan yang hamil di luar nikah itu. Kira – kira, siapa gerangan? Warga tampak sangat penasaran. Tak Cuma kaum ibu atau perempuan saja - yang katanya suka bergosip - kaum bapak atau lelaki pun tak mau kalah. Bahkan anak – anak pun ikut latah pula membicarakan masalah itu.
Warung bu Entin adalah tempat paling favorit untuk bergosip di dusun Pagarpinang. Seperti di pagi itu…. Tiba – tiba saja mak Ani petir muncul diantara ibu – ibu yang sedang berbelanja…
“Memang keterlaluan sekalilah si Melati itu. Sudah pendatang baru, tapi malah membuat malu pula dia di dusun kita ini! “, kata mak Ani petir sambil bersungut – sungut.
“Ah, belum tentu jugalah mak Ani. Walaupun dia pendatang baru di dusun kita ini, bukan berarti dia pula yang hamil di luar nikah. Masih ada dua anak gadis lainnya “. Bu Entin menimpali.
“ Tapi aku yakin sekali bu, memang si Melatilah yang hamil itu. Kita kan belum terlalu banyak mengenalnya. Selama ini kita tidak tahu bagaimana dia di kampungnya sana. Jangan – jangan dia pindah ke dusun ini pun karena di sana dia membuat ulah. Mungkin saja kan? Kutengok pun dia sering di bonceng antar jeput sama lelaki yang tak pernah kukenal. Tapi kalau si Ningsih dan si Wulan kan memang asli orang sini? “.
“Aduh.., mak Ani, gosip ya gosip, tapi jangan sampailah kita membuat fitnah pula. Kalau yang kudengar, lelaki yang sering membonceng si Melati itu adalah abang kandungnya sendiri “. Salah seorang ibu yang berbelanja di sana menasehati. Tapi, mak Ani petir memang dikenal sebagai orang yang paling suka bergosip di dusun itu. Suaranya paling keras, ceritanya paling banyak, dan tentu saja sudah diberi bumbu banyak. Tak jarang orang tersinggung dan sakit hati padanya, karena bicaranya memang pedas. Itu sebabnya ia diberi nama tambahan petir oleh warga di belakang namanya.
“Memang orang tua zaman sekarang, jarang yang pandai mengurus anak – anaknya. Terutama anak – anak gadisnya, dibiarkan bebas begitu saja, bergaul dengan orang – orang yang tak jelas asal usulnya. Contohnya ya keponakannya ibu Ros itu “. Mak Ani petir terus mengeluarkan unek – uneknya. “ Tak percaya aku kalau yang sering mengantar jeput si Melati itu abang kandungnya. Pasti itu cowoknya “.
“ Tapi, kenapa tidak mak Ani cek saja dulu, lelaki itu abangnya si Melati atau cowoknya? Kan tinggal menanyakannya saja pada ibu Ros “.
“Ah.., percuma saja. Pasti berbohonglah dia kalau pun kutanya, namanya budenya “.
“ Jadi, siapa orang tua di dusun ini yang pandai mengurus anaknya, bu? “, tanya bu Entin sambil mengerlingkan matanya ke ibu – ibu yang lain. Dan mereka pun saling tersenyum, sama – sama mengerti.
Selama ini mak Ani petir memang sering membangga – banggakan anak gadisnya yang semata wayang. Maklum, di dusun kecil itu hanya anaknya saja yang pendidikannya bisa sampai perguruan tinggi. Anaknya memang pintar. Sejak duduk dibangku sekolah dasar sampai esema selalu mendapat ranking, dan juara kelas. Ibu – ibu di warung bu Entin itu sudah tahu dan maklum saja, kalau mak Ani petir pasti akan menceritakan kehebatan anak gadisnya itu.
“Ehm.., bukannya saya sombong ya ibu – ibu, tapi kalau bukan karena didikan saya selama ini, mana mungkin si Dariani anak saya itu bisa sampai duduk di bangku perguruan tinggi seperti sekarang ini. Nilai – nilai mata kuliahnya selalu tinggi. Bahkan sebentar lagi dia pun akan lulus dan diwisuda “.
“Wah, jadi Dariani menjadi orang satu – satunya di dusun Pagarpinang ini yang berhasil menjadi sarjana ya bu “, salah seorang ibu berkomentar.
“Ya, begitulah..., tentu anak saya itu akan menjadi kebanggaan dusun kita ini “, jawab mak Ani petir dengan sombong.
Tiba – tiba hape perempuan itu berbunyi, tililit..tililit… Dengan sigap dan bangga mak Ani Petir mengangkat hapenya, sebab telepon itu datang dari anaknya.
“Ya, ada apa nak? He, mengapa kau menangis? Apa yang terjadi padamu, nak? “. Mak Ani Petir berusaha mendengarkan suara di telepon itu dengan lebih serius. Sesaat kemudian, wajahnya yang tadi cerah ceria tiba – tiba berubah menjadi muram. Tampak dahinya mengernyit, pertanda bahwa sedang ada masalah penting atau serius dari si penelepon.
“ Apa nak, apa..? Kau.. ”. Tiba – tiba sekujur tubuh mak Ani Petir lemas. Pandangannya gelap dan berkunang – kunang. Dunia serasa berputar sangat cepat, seperti ingin melemparkannya jauh entah kemana. Tak sanggup ia berdiri lagi. Setiap sendi – sendi tulangnya terasa lunglai, dan setengah berbisik ia berkata, “ kau..hamil..? “. Perempuan itu pun jatuh terjerembab ke lantai.
Sejak kejadian itu, warga dusun Pagarpinang tidak peduli lagi dengan ayam jago yang berkokok di tengah malam. Mereka tidak mau mengaitkannya lagi dengan adanya perempuan hamil diluar nikah. Mereka sadar, bahwa selama ini telah tenggelam dalam dosa khurafat, fitnah, dan ghibah.Wulan, Ningsih, dan Melati telah menjadi korban karenanya. Dan mak Ani Petir beserta keluarganya pun pindah ke daerah lain, tak sanggup menanggung malu karena aib yang dibuat oleh Dariani anak tunggalnya yang selalu dibangga – banggakannya itu, dan tentu saja karena kesombongannya.***