Namo tassa bhagavato arahato sammasambuddhassa.
Di dalam kehidupan kita sehari-hari sangat penting artinya untuk memiliki landasan moral, yang merupakan cikal bakal bagi tercapainya kebahagiaan, kedamaian dan keharmonian dalam sosial masyarakat.
Lima sila (moralitas dasar) seorang Buddhis merupakan acuan penting untuk menjaga kemurnian tingkahlaku seseorang. Hidup di era ketika kita selalu diprovokasi melalui setiap kesempatan yang ada untuk menyimpang dari norma dan kebenaran, dan ketika berada pada titik ketidaktenangan sosial, kesulitan ekonomi, dan konflik politik yang memicu berkobarnya emosi diri, kebutuhan terhadap perlindungan diri menjadi suatu keharusan.
Maka oleh karenanya sebagai umat Buddha, kita diajarkan untuk senantiasa dapat mempraktikkan Pancasila Buddhist dalam kehidupan seha-hari, yang terdiri dari;
1. Tidak menyakiti atau membunuh makhluk hidup.
2. Tidak mencuri atau mengambil barang yg tidak diberikan.
3. Tidak berbuat asusila.
4. Tidak mengucapkan kata-kata yg tidak benar atau berbohong.
5. Tidak minum minuman keras memabukan serta barang-barang yg dapat menyebabkan lemahnya kesadaran.
Sebagai umat Buddha hendaknya kita menyadari bahwa diri sendiri ini sebagai pribadi yang sama dengan manusia lainnya, sama-sama tidak ingin menderita, tidak ingin disakiti.
Demikian pula sebaliknya semua orang mendambakan kebahagian, kedamaian dan kerharmonian. Dengan demikian kita akan memperlakukan sesama manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya, tanpa membedakan, sehingga kita dapat saling mencintai, welas asih, rukun, serta bersikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
Orang tidak akan saling mengganggu karena orang lain dianggap sama seperti dirinya sendiri.
Namun karena dalam hal ini Pancasila bersifat mengindari atau pasif, maka dibutuhkan Dhamma sebagai pendukung agar pelaksanaan dari kelima nila-nilai moralitas diatas dapat terhujud dengan sempurna.
Maka oleh sebab itu disinilah letak peranan penting Panca Dhamma yg bersifat aktif. Sifat aktif inilah yang membuat Panca Dhamma sering disebut sebagai Kalyana Dhamma yang memuliakan seseorang yang mempraktikannya dengan kesungguhan.
Kelima Panca Dhamma tersebut, yaitu;
a. Metta-Karuna
Yaitu perasaan cinta kasih dan welas asih yang terwujud melalui suatu keinginan untuk membantu makhluk lain mencapai kebahagiaan seperti yang diharapkan oleh diri kita sendiri. Cinta kasih dan welas asih merupakan bahasa hati, bahasa dari hati ke hati.
Cinta kasih dan welas asih adalah suatu kekuatan yang mengaitkan hati dengan hati untuk menyembuhkan dan menyatukan kita dalam kebersamaan yang sesungguhnya.
Pikiran-cinta kasih dan welas asih memiliki kekuatan magnetis yang dapat mempengaruhi dan menarik hati orang lain.
Dengan cinta kasih dan welas asih kebahagiaan, kedamaian dan kerharmonian manusia bertambah, dunia menjadi lebih cerah, lebih mulia dan lebih suci. Cinta kasih dan welas asih merupakan pengharapan kesejahteraan dan kebahagiaan terhadap semua makhluk hidup, tanpa dibatasi oleh sekat apapun.
b. Samma-ajiva
Yaitu matapencaharian benar. Bermata pencaharian benar berarti memiliki mata pencaharian atau pekerjaan yang dilakukan dengan tidak merugikan diri sendiri maupun makhluk lain. Perlu ditekankan disini bahwa bermatapencaharian benar merupakan suatu pendukung besar bagi pelaksanaan sila kedua.
c. Santutthi
Yaitu memiliki perasaan puas terhadap apa yang kita miliki. Dalam pelaksanaannya dengan sila ketiga, perasaan puas ini dapat dibedakan menjadi dua :
1. Sadarasantutthi yaitu perasaan puas memiliki satu istri. Dengan kata lain tidak meninggalkan istrinya pada waktu sehat maupun sakit, pada waktu muda maupun tua, dan tidak berusaha untuk pergi atau mencari wanita lain.
2. Pativatti, yaitu rasa setia kepada suami. Rasa setia tidak terbatas pada waktu. Sekalipun suaminya telah meninggal dunia, ia lebih memilih menjanda seumur hidupnya meskipun sebenarnya oleh tradisi dan hukum negara diperkenankan untuk menikah lagi.
d. Sacca
Yaitu kebenaran atau kejujuran yang diwujudkan sebagai kemurnian hati. Kebenaran dan kejujuran dapat diwujudkan dalam tindakan melalui pikiran, ucapan, dan badan jasmani.
e. Satisampajanna
Yaitu kesadaran dan pengertian benar. Dalam hubungannya dengan pelaksanaan sila, satisampajanna ini sering diartikan sebagai kewaspadaan. Kewaspadaan tersebut dibagi menjadi :
1. Kewaspadaan dalam hal makanan dan minuman.
2. Kewaspadaan dalam hal pekerjaan.
3. Kewaspadaan dalam hal bertingkah laku.
4. Kewaspadaan terhadap hakikat hidup dan kehidupan.
Hubungan antara Panca Dhamma dan Pancasila Buddhis.
a. Hubungan metta-karuna dengan sila pertama Pancasila Buddhis (Tidak menyakiti atau membunuh makhluk hidup)
Jika setiap orang memiliki sifat metta dan karuna, megembangkan dua sifat ini setiap saat maka tidak akan ada pelanggaran Pancasila Buddhis pertama. Mereka yang memiliki cinta kasih tidak akan tega untuk menyakiti makhluk lain, dan mereka yang memiliki welas asih juga tidak akan tega melihat orang lain menderita tetapi ingin melihat makhluk lain bahagia, bebas dari penderitaan.
b. Hubungan Samma-ajiva dengan sila kedua Pancasila Buddhis (Tidak mencuri atau mengambil barang yg tidak diberikan)
Mereka yang memiliki mata pencaharian benar dan menanamkan dalam dirinya untuk selalu bermata pencaharian benar tidak akan melakukan pekerjaan yang merugikan makhluk lain. Dengan demikian ia tidak akan melanggar sila kedua dari Pancasila Buddhis.
Karena itulah panca dhamma kedua ini disebut sebagai pendukung praktek dari Pancasila Buddhis sila kedua, yaitu tidak mencuri atau mengambil barang yang tidak diberikan.
c. Hubungan Santutthi dengan sila ketiga Pancasila Buddhis (tidak berbuat asusila)
Dengan memiliki rasa puas terhadap pasangan suami atau istri akan mendukung praktek pancasila buddhis ketiga yaitu tidak melakukan perbuatan asusila, karena mereka yang puas akan tetap setia terhadap pasangannya dan tidak akan melakukan perbuatan asusila.
d. Hubungan sacca dengan sila keempat Pancasila Buddhis (Tidak mengucapkan kata-kata yg tidak benar atau berbohong).
Kejujuran diartikan sebagai mengatakan sesuatu sesuai dengan kebenaran. Memiliki kejujuran berarti akan mengatakan sesuatu dengan benar, beralasan, bermanfaat, dan dikatakan tepat pada waktunya. Hal ini sesuai dengan ucapan benar dalam Jalan Mulia Berunsur Delapan. Dengan memiliki ucapan benar, maka akan mendukung praktek Pancasila Buddhis sila keempat yaitu tidak berbohong.
e. Hubungan Satisampajanna dengan sila kelima Pancasila Buddhis (Tidak minum minuman keras memabukan serta barang-barang yg dapat menyebabkan lemahnya kesadaran).
Sikap waspada dan pengertian dalam berbagai segi kehidupan termasuk waspada dalam makanan, minuman, pakaian, tingkah laku, maupun hakikat hidup dan kehidupan, maka dapat mendukung praktek Pancasila Buddhis yang kelima yaitu tidak mebuk-mabukkan.
Dengan waspada dan pengertian dalam makanan orang akan berhati-hati ketika akan mengkonsumsi makanan dan minuman, serta penuh pengertian bahwa makanan atau minuman yang dikonsumsinya tidak dapat melemahkan kesadaran.
Memiliki panca dhamma membawa manfaat yang besar, yaitu akan membuat mulia bagi yang melaksanakan dan mengembakannya.
Sifat-sifat mulia panca dhamma sebagai pendukung pancasila ini dimiliki oleh para ariya.
Oleh karenanya kita sebagai insan yg mendambakan kebahagiaan,kedamaian serta kerharmonian dalam hidup hendaknya senantiasa selalu mengembangkan panca dhamma dalam diri kita masing-masing.
Sabbe satta bhavantu sukhitatta.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.