Oleh: Syafitri Tambunan
Bangunan bersejarah, semestinya bisa dikonservasi, untuk mengungkapkan perjalanan berkembangan masyarakat saat terjadi. Saat ingin berkembang, orang-orang selalu membuat milestone-milestone (batu pijakan) melihat setiap perubahan. Begitu juga jalan serta bangunan. Setiap perjalanan, bisa ditandai dengan adanya landmark.
Praktisi sekaligus Akademisi Arsitektur, Prof. Nawawi Lubis, mengatakan, keberadaan Masjid Azizi, sebagai salah satu milestone, adanya keberhasilan arsitektur Islam di Langkat. "Ini keberhasilan dari arsitektur Islam, makanya Masjid Azizi Langkat dan Masjid Raya Al Mahsun Medan dibuat dengan topangan-topangan, berbentuk persegi. Bangunan-bangunan sejenis (Masjid Raya dan Masjid Azizi), merupakan sebuah keberhasilan di masa itu dibangun," katanya
Arsitektur, tegasnya, merupakan produk dari budaya dan zaman. Setiap produk dibuat sebagai kebutuhan masyarakat di masa yang sama sekaligus peningkatan kebudayaannya. "Meskipun dibangun di masa Belanda, bangunan ini penting dilestarikan sebab kita selalu punya milestone-milestone setiap perjalanan, ditandai dengan landmark. Pada zaman Belanda, apa yang kita punyai, oh ini (bangunan bersejarah). Kita pelihara agar milestone itu terjaga, dari mana kita datang dan kemana kita menuju," katanya.
Bangunan-bangunan bekas kolonial, salah satunya masjid ini, pun sangat bernilai, melihat bagaimana kemajuan di masa dulu. “Ngapain kita melihat masa kecil, kan sudah lewat. Tidak bisa seperti itu! Karena, orang pulang Lebaran, pasti untuk mengingat masa lalu. Artinya, kita bukan komputer, yang bisa direstart ke nol. Memori kolektif itu, diturunkan ke kita, kemudian dilekatkan kepada gedungnya, supaya jadi pembelajaran terhadap milestone. Kecuali kamu mau menghapus kemanusiaan itu, dibersihkan, diset ulang, itu namanya komputer," jelasnya.
Makanya, konservasi perlu dilakukan untuk merawat milestone ini. “Mulai dari Masjid Azizi, sewaktu Islam masuk. Selanjutnya, masuk zaman liberal yang semuanya tergambar dari gedung-gedung. Memang, tidak harus semua (bangunan) dikonservasi karena kebutuhan masa sekarang. Kalau terpaksa dihancurkan, silahkan, asal jangan yang memorinya terlalu kuat. Kalau kuat sekali memori kolektifnya, akan tidak ada lagi arahnya. Itu akan memengaruhi masalah orientasi," ucapnya.
Orientasi fisik, pada bangunan, juga penting bagi tiap daerah. "Kenapa ada 'landmark', ada Monas (Monumen Nasional), ada gedung ini, itu untuk orientasi. Menunjukkan di mana berada, supaya tahu, kalau sedang ada di sini, berarti rumah kita ada di sananya Monas. Atau, rumahku di sebelahnya Masjid Agung Medan, atau di belakangnya Masjid Azizi, ada penandanya, di situ ada 'landmark'. Maka di dalam kota itu, perlu selalu ada orientasi," jelasnya.