Koleksi Berharga Pusaka Nusantara

Oleh: Rhinto Sustono.

KISAH keris sakti berluk (lekuk) tiga belas, nogososro begitu masyur di seluruh nusantara. Keris yang sering disandingkan dengan keris sabuk intan itu, merupakan peninggalan Majapahit masa pemerintahan Prabu Brawijaya V (1466 – 148).

Konon, Pangeran Mpu Sedayu atau sering disebut Mpu Supa-lah yang membuat keris itu dengan dapur naga 13 luk dan seribu sisik yang bertahtakan emas. Selain berlapis emas, Nogososro juga bertaburkan intan yang memiliki kesaktian tidak tertandingi.

Ketenaran Nogososro melahirkan sederetan hikayat dan legenda di Tanah Jawa. Bagi orang Jawa, keris tidak semata sebilah senjata untuk pertahanan diri. Namun memiliki makna dan filosofi tertentu, tergantung dari bentuk, sejarah pembuatan, hingga paduan bahan bakunya.

Pahlawan dari Jawa yang menentang kolonial Belanda, Pangeran Diponegoro bahkan memiliki dua keris, yaitu Keris Kiai Nogosiluman yang  selalu diselipkan di pinggangnya saat bertempur dan satu lagi keris pusaka Kiai Bondoyudho. Konon  keris Bondoyudho ikut dikuburkan bersama jasadnya saat meninggal dunia di pengasingan, Makasar.

Kecuali sederet nama keris yang terkenal itu, ada lima lainnya yang juga tidak kalah tenar yang menyertai babakan sejarah kerajaan di Pulau Jawa. Terdiri  keris Mpu Gandring yang terkenal dalam riwayat berdirinya Kerajaan Singosari di daerah Malang, Jawa Timur sekarang keris ini terkenal karena kutukannya yang menewaskan para elit Singosari, di antaranya si pembuat keris (Mpu Gandring), Tunggul Ametung, Ken Arok, dan Anusapati.

Kemudian keris pusaka Setan Kober dan keris Kanjeng Kyai Sengkelat. Keduanya dibuat  Mpu Supo Mandrangi, yang juga membuat Nogososro.  Keris yang dibuat pada masa awal kerajaan Islam Demak Bintoro ini, digunakan oleh Djafar Shodiq atau Sunan Kudus yang kemudian diberikan kepada murid kesayangannya, Arya Penangsang.

Dua keris yang juga terkenal, keris Kyai Carubuk dan keris Kanjeng Kyai Condong Campur yang berbentuk lurus. Konon keris Condong Campur dibuat beramai-ramai oleh seratus orang mpu. Umumnya, keris terbagi dalam tiga bagian, mata, hulu, dan sarung.

Jati Diri                                                                      

Bukan hanya leluhur Jawa yang mewariskan keris kepada generasi berikutnya. Hampir semua etnis di Tanah Air juga punya senjata pusaka yang menjadi penegas jati diri bangsa.

Pada perhelatan Pekan Raya Sumatera Utara (PRSU) 2016 lalu, bahkan ragam pusaka leluhur nusantara sempat dipamerkan. Ada 302 benda pusaka dari berbagai daerah di Indonesia yang dipajangkan. Seperti keris, tombak, pedang, pisau, dan lainnya.

Perhiasan dan peralatan primitif batik abad ke-18 berada pada etalase kaca paling depan, menyambut tamu yang masuk. Ada pula loting (pemantik api), tempat mesiu dan tempat peluru berbahan tanduk, perhiasan dari gading dan perunggu, bahkan cincin kuningan bronze dan patung kuningan persembahan.

Mengamati sejumlah etalase kaca, Analisa begitu terkesan dengan ragam pusaka dari Medan. Puluhan pusaka yang dipamerkan, dari senjata, perhiasan, patung, dan alat dapur primitif.

Masih pada etalase yang sama, sederetan senjata tua khas Sumut dipajang berjajar. Di antaranya tombak Batak, kain Batak panjang, PisoHalasan Batak’ pisau kebesaran pemimpin Batak dengan motif corak Eropa buatan abad ke 18 dengan hulu gading motif belimbing, dan ‘Podang Batak Toba’.

Kemudian pusaka Deli pada etalase berikutnya, berisikan keris panjang berlekuk 7 dengan motif Singa Barong (hulu tanduk), keris Sapit Abon berhulu gading ukir, Badik Bayam Sumatera, penumbuk lada berhias perak Sumatera, Tumbuk Lada Simalungun, Sihin Aceh, Rencong dan Siwah Aceh, Keris Panjang Kalimantan lekuk 9 berhias Intan Banjar, dan lainnya.

Ada pula Podang Karo, Podang Pakpak, Pisau Cukur Karo, pisau Uli Nias, dari Deli ada Keris panjang Berlekuk, luk 27 motif Singa Barong Hulu Tanduk. Pada sisi lain, ada keris Palembang yang berbalut emas lilit rotan dengan hulu gading dan pendokok emas. Juga keris bahari Riau berbentuk lurus dan bersarung gading dibalut emas.

Selain dari berbagai daerah di Sumatera, banyak juga pusaka dari Jogjakarta, Lombok, Jawa Timur, Jawa Barat, Sulawesi, dan lainnya yang turut dipamerkan.  Ketua Pusaka Semenda Deli, H Ahmad Suhyar,  selaku ketua penyelenggara mengatakan, benda-benda pusaka itu merupakan kekayaan intelektual dan kearifan filosofi para leluhur terdahulu.

Dengan mengenalkan kepada generasi sekarang, akan membuka wawasan dan semangat kejayaan kepribadian bangsa masa silam untuk dijadikan cerminan kegemilangan pada masa mendatang. 

Kolektor

Salah seorang kolektor benda pusaka itu, Rudi Oei kepada Analisa menyebutkan ada 60-an koleksinya yang turut dipamerkan dalam ajang itu. Kolektor lainnya yang juga pembuat keris, Mbah Run Singo asal Magetan, Jawa Timur juga ambil bagian.

Selaku pewaris asli keturunan Kyai Mageti (Pendiri Magetan), Mbah Run menuturkan, meski zaman semakin canggih dan banyak terjadi pergeseran makna dalam penggunaan keris, misalnya sebatas pelengkap pakaian adat Jawa, namun pada masa silam keris bisa memberikan kekuatan kepada pemliknya. “Bukan semata senjata, tapi juga untuk kewibawaan.”

Menurutnya, keris Mageti dulunya turut berperan dalam mengusir penjajah. Leluhurnya hanya membuat 64 keris yang dibagikan kepada para muridnya. Kini beberapa di antaranya  diwariskan kepada Mbah Run. Ia juga mewarisi keahlian leluhurnya untuk membuat keris Mageti.

Terlepas dari itu, Rudi Oei dengan optimis menyebut warisan budaya leluhur didedikasikan sebagai jati diri dan masa depan bangsa. Keberadaannya harus dijaga, dilestarikan, dan diperkenalkan kepada anak cucu.

Sebagai generasi penerus, sepatutnya kita mencintai budaya bangsa sendiri. Kekayaan budaya Indonesia yang dibalut rentetan sejarah, tidak tertandingi dengan budaya bangsa mana pun di dunia. Karena demikian tingginya, sungguh tidak ada harga yang bisa membuatnya setara.

()

Baca Juga

Rekomendasi