Terancam Tak Ada Petani

Petani Kerap Dikelompokkan Marjinal

Medan, (Analisa). Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Pertanian (BPPSDP) Kementan RI menyatakan Indonesia terancam kekurangan petani akibat rendahnya minat generasi muda terhadap usaha di sektor Pertanian.

Menanggapi hal itu, Pengamat Pertanian dari Universitas Sumatera Utara (USU) Prof Abdul Rauf MP mengakui akan hal tersebut. Ia mengatakan banyak penyebab generasi muda saat ini enggan menjadi petani akibat ketidakpedulian pemerintah. Apalagi tidak adanya penghargaan untuk melihat keberadaan petani yang sering dikelompokkan pada kaum marjinal. 

"Petani kerap dijadikan marjinal dan dianggap berada pada kelompok marjinal itu. Petani sesuatu yang tidak menjanjikan. Tidak ada upaya pemerintah menjadikan petani itu sebuah kebanggaan," katanya belum lama ini.

Menurut Rauf, pemerintah hanya membuat sebuah program-program dan bantuan tetapi tidak mengubah mindset manusia untuk membuat sektor pertanian sebagai pekerjaan yang menjanjikan. Sehingga yang diperlukan adalah sosialisasi dan penyuluhan agar memberikan contoh bahwa petani bisa sejahtera. Semua pihak dapat terlibat baik itu pemerintah, pengusaha, akademisi dan lainnya agar dunia pertanian bisa menjanjikan dan ada kehormatan untuk petani. 

“Sebaiknya harus kita jadikan dulu pertanian sebagai pekerjaan yang menjanjikan. Karena faktanya banyak sarjana-sarjana di luar bidang Pertanian pun bangga menjadi petani itupun dia bangga secara pribadi bukan dari kondusif pemerintahan. Yang anehnya, menjadi petani sulit mendapatkan modal pihak bank jarang mau meminjamkan uang ke pada petani, berbeda dengan pelaku UKM” ucap Ketua Program Pascasarjana Ilmu Pertanian USU itu. 

Ia berharap pemerintah juga mau memberikan pembinaan kepada generasi muda dari kegiatan bersifat membangun patriotisme pemuda dengan modal lahan. Pemerintah juga harus memberi perhatian serius yang bisa mengatasi kemiskinan dan jaminan kesejahteraan. 

Terancam

Sementara itu, Pengamat Pertanian dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Syahri Syawal Harahap menambahkan 10 tahun kedepan Indonesia tidak akan ada lagi petani karena sudah tidak produktif. Karena rata-rata petani sekarang ini berusia 53tahun. 

"Usia rata-rata petani saat ini 53 tahun artinya petani yang muda tidak ada. Sementara di Jepang usia petaninya 42 tahun. Sekarang usia petani di Indoensia umurnya 65 tahun sudah tidak produktif. Sementara petani yang produktif itu berumur 30an tahun. Makanya nanti 10 tahun kedepan, Indonesia tidak akan ada lagi petani Karena sudah tidak produktif," jelasnya. 

 Sekarang ini,lanjutnya tugas pemerintah untuk menciptakan agar dari sektor pertanian menjadi pilihan bukan alternatif bagi generasi muda. "Sekarang ini pun jurusan pertanian enggan untuk bertani. Ini merupakan salah pemerintah sejak dulu. Karena tidak konsisten membangun dari sektor pertanian," jelasnya.

Ia berkeyakinan tidak ada lagi petani 10 tahun mendatang. Penyebabnya adalah kurangnya komitmen pemerintah dan jaminan dari bidang pertanian. "Contohnya saja memang pembangunan secara makro Indonesia meningkat ekonominya, tetapi skala mikro ekonominya kerakyatannya merosot. 

Contohnya harga bawang sudah mencapai 45 Kg. Padahal bawang begitu mudahnya panen selama 75 hari tapi kenapa stok bawang tidak ada. Seharusnya petaninya difasilitasi tanam bawang. Tetapi ini tidak dibiarkan saja," ujarnya. 

Syawal menambahkan tidak ada bantuan pemerintah terhadap pembangunan pertanian itu. Dia melihat dari infastruktur yang menghimpun untuk pengembangan dan penempatan sumber daya alam yang tidak tepat. "Ini kesalahan pemerintah bukan kesalahan siapa-siapa. Siapa warga negara yang tidak mau sejahtera bila menjadi petani kalau pemerintah mau menjamin keberadaan produksinya," paparnya. (wita)

()

Baca Juga

Rekomendasi