Menikmati Jamuan Ibadah Ramadan

Oleh: Muhammad Hisyamsyah Dani

Dari Abu Hurairah Ra Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Siapa yang berpuasa di Bulan Ramadan karena keimanannya dan mengharapkan pahala dari Allah swt, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. (HR. Bukhari-Muslim). 

Tidak ada kata yang patut diucapkan selain syukur ke hadirat Allah swt. Rasa syukur tersebut manakala umur kita sebagai hambanya dapat dicukupkan dan disampaikan ‘mencicipi’ Ramadan di tahun ini (1437 H). Tanpa terasa sebelas bulan telah berlalu sebagai ladang dan pembuktian amalan yang telah kita kerjakan di Ramadan tahun lalu. Berhasil atau gagal madarasah Ramadan menempa mental kita atau justru sebaliknya ‘gagal’ belajar dari Ramadhan. Kini, Ramadhan datang menjelang, entah yang kesekian kali mendatangi hidup kita masing-masing, yang pasti setiap kedatangan Ramadan berharap kualitas pribadi kita masing-masing lebih baik dari Ramadan sebelumnya. 

Dari sekian banyak bulan-bulan Hijriyah, dimulai dari Muharram hingga Dzulqaidah, Allah swt memilih Ramadan sebagai bulan yang penuh kedahsyatan. Allah swt menjadikan Ramadhan sebagai lahan yang siap untuk ditanami dan diolah dengan ragam amal yang tentunya bermanfaat kelak. Hasilnya, akan dipanen setelah Ramadan berlalu.

Sebab, Ramadan adalah jamuan Ilahi yang hadir dan singgah dalam setiap fase kehidupan umat manusia. Manakala manusia mampu memanfaatkan momentum Ramadan, maka keberuntungan kelak yang akan diraihnya. 

Tidak berlebihan jika Ramadan diibaratkan sebagai tamu, yang secara berkala datang berkunjung setiap hamba-hamba yang beriman. Ia datang berselang sebelas bulan, dan bertamu selama satu bulan. Kehadirannya tentu saja membawa makna yang berbeda-beda pula oleh masing-masing tuan rumah yang didatanginya. Hal ini tergantung pada ketulusan dan kesungguhan dalam menyambut dan menerima kehadirannya. Bahkan, rasa kehangatan dalam kunjungan sang tamu tersebut, bisa dirasakan berbeda oleh seseorang antara tahun kemarin, tahun sekarang dan mungkin tahun-tahun yang akan datang bila masih punya kesempatan. 

Berbincang masalah tamu, tentu saja Ramadan tidak mengharapkan jamuan dan pelayanan dari hamba yang dikunjungi, sebaliknya Ramadan membawa serta menawarkan suguhan limpahan rahmat kepada siapa saja yang dikunjunginya. Diantara jamuan yang dapat kita nikmati berupa keberkahan, kebaikan, pahala, dan inspirasi. Dari berbagai tinjaun, Ramadan menawarkan kebaikan dan keberkahan. Dari dimensi fisik dan kesehatan, manfaat dan kebaikan Ramadan dapat dibuktikan secara ilmiah tanpa diragukan. Dalam dimensi mental kepribadian, Ramadan menawarkan pendidikan dan pembiasaan yang membentuk karakter disiplin bagi setiap hamba. 

Kunjungan Ramadan tidak lepas dari menawarkan insentif atau pahala. Setiap hamba yang menikmati suguhan Ramadan, akan dapat meraup insentif yang berlipat dari biasanya. Tersaji di atas meja perjamuan, suatu malam yang nilai kebaikannya melebihi seribu bulan. Setiap hamba yang berkenan mengecap kelezatannya, niscaya akan terlahir kembali, tentu menjadi pribadi baru yang bersih, semakin tawadhu’, murah hati, serta baik hati. 

Muara kelezatan tersebut pada akhirnya akan menghantarkan pada tingkat rasa yang dikenal dengan ketaqwaan (muttaqun) sebagaimana akhir ayat 183 dari Surah Al-Baqarah. Tujuan tersebut yang mestinya menjadikan diri kita muhasabah bahwa perjalanan mencicipi hidangan Ramadhan harus benar-benar dilakukan dengan penuh keikhlasan dan menikmati malam-malam serta siang nya tanpa secuil pun memberikan kesenpatan luang pun untuk diri kita menggapai jamuan Sang Ilahi Robbi. 

Ketinggian jamuan tersebut adalah timbulnya parameter ketaqwaan. Takwa adalah parameter kemuliaan. Indikatornya tentu saja dapat diukur melalui komitmen mukmin dalam memenuhi kewajiban terhadap Sang Pencipta (Hablum Minallah) dan hubungan sesama manusia (Hablum Minannas) secara utuh. 

Setiap mukmin diharapkan semakin taat dalam mengabdi hanya kepada Allah swt dan banyak menabur manfaat kepada sesama. Tentu saja hal ini dampak dari santapan jamuan Ramadan yang kita jalani dengan penuh kesungguhan dan keikhlasan dalam menuai setiap jengkal ibadah kepadaNya. 

Sebegitu dahsyatnya jamuan Ramadan mendatangi setiap hamba-hamba yang beriman. Jamuan Allah swt yang membuat orang putus harapan timbul rasa harapnya dan bangit dari keterpurukan. Seumpama benih yang telah mati, tiba-tiba diberi pupuk yang membangkitkan kekuatan dahsyat sehingga apapun yang lalu dibuatnya akan tegar kembali. 

Ramadan bukanlah jamuan dari makhluk, tapi langsung jamuan dari Sang Pencipta Alam Semesta yang Maha Tahu dan Maha Melihat lumuran dosa setiap manusia di muka bumi, yang Maha Mengetahui segala penderitaan dan harapan setiap hamba. Amatlah rugi kiranya kita tidak termasuk golongan hamba dalam memasuki gerbang Ramadan tanpa adanya persiapan. 

Rasulullah Saw, suatu ketika pernah berkhutbah ketika menyambut Ramadan. Beliau bersabda : “Wahai manusia ! sungguh telah datang pada kalian bulan Allah dengan membawa berkah, rahmat, dan maghfirah (keampunan). Bulan yang paling mulia disisi Allah. Hari-harinya adalah hari yang paling utama, malam-malamnya adalah malam-malam yang paling utama. Jam demi jam nya adalah jam-jam yang paling utama. Inilah bulan ketika engkau diundang menjadi tamu Allah swt dan dimuliakan oleh-Nya. Pada bulan ini, nafasmu menjadi tasbih, tidurmu ibadah, amalmu diterima, serta doa-doa mu diijabah oleh-Nya”. Demikan lah cuplikan singkat khutbah Rasul tatkala menyambut Ramadan. Betapa luar biasanya jamuan yang dilimpahkan Allah swt. Sekali lagi amat merugilah setiap hamba yang enggan dan tidak pandai memanfatkan kehadiran jamuan-Nya. 

Berlaku bijak dalam menyambut kedatangan Ramadan tentu saja dapat kita contoh dari Tauladan alam, Rasulullah Saw. Beliau mengajarkan bahwa setiap kedatangan Ramadan mestilah dimaknai dan ditanggapi bahwa Ramadan ini adalah ramadhan terakhir kita. Pola pikir tersebut yang akan memotivasi kita bahwa apapun ibadah yang kita perbuat akan melahirkan kesungguhan dan keikhlasan dalam dimensinya. Betapa sempurnanya, khusyu’nya, dan ikhlasnya kita mengerjakan ibadah bila kita menganggap Ramadhan ini adalah tahun terakhir kita. Sebab, tak ada jaminan bagi kita, besok lusa, atau bahkan mungkin berganti jam, menit, maupun detik umur kita masih ada. Posisi seperti inilah yang seharusnya kita hadirkan agar mental ibadah kita semakin berkualitas. 

Jamuan Ramadan bukan hanya sekedar tamu yang secara berkala mendatangi kita sebagai hamba Sang Pencipta, namun kehadiranNya tentu saja membawa berlapis keberkahan dan nuansa pengharapan bagi sekalian Alam. Rasul dalam satu riwayat pernah ditanya sahabat tentang kedahsyatan Ramadan, beliau menjawab : “Andai diberikan kesempatan, Aku akan memohon kepada Allah swt sebelas bulan yang lain adalah Ramadan”. Begitu luar biasanya Ramadan menjadi tamu agung bagi sekalian alam. Bijak dan pandailah kita sebagai umat dalam memanfaatkan Ramadhan yang kembali datang menyapa kita. Sebab, sekali lagi tak ada jaminan bagi kita, Ramadan yang akan datang Allah beri kesempatan kita untuk mencicipi jamuan-Nya yang mulia ini. Semoga ada manfaatnya. Wallahu ‘Alam 

Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN SU Medan, dan Kru LPM Dinamika UIN SU Medan

()

Baca Juga

Rekomendasi