Oleh: Gurgur Manurung
Hampir semua orang mengakui danau itu indah. Apalagi kalau danau itu Danau Toba yang terluas di Asia Tenggara. Kalau sesuatu yang indah maka tindakan yang benar adalah menjaga keindahan. Hampir semua pula mengetahui bahwa budidaya ikan di Keramba Jaring Apung (KJA) merusak keindahan danau. Lalu, mengapa pemerintah memberikan izin kepada perusahaan raksasa untuk budidaya KJA di berbagai danau di Indonesia?. Mengapa pula pemerintah tidak melakukan kontrol terhadap usaha-usaha jaring apung di Danau Toba?.
Mahasiswa di Fakultas Perikanan wajib mengetahui bahwa di perairan darat maupun lautan mengetahui apa yang disebut kelimpahan plankton yang tidak terkendali yang disebut blooming. Hal itu menjadi dasar ilmu perikanan dalam ilmu Planktonologi. Blooming terjadi karena terjadinya eutrofikasi ( kesuburan) danau maupun waduk dan situ. Jika mahasiswa perikanan mengetahui, mengapa mereka yang sarjana perikanan dan kelautan mau bekerja di perusahaan raksasa semacam PT Aqufarm di Danau Toba selama ini?. Dalam konteks inilah yang membedakan mana yang menjadi sarjana yang menyelesaikan kurikulum saja dan mana yang menjadi sarjana yang disebut intelektual. Inilah yang saya tentang selama ini sebagai orang yang pernah kuliah di Fakultas Perikanan dan Kelautan agar Danau Toba tidak layak budidaya KJA. Danau Toba cocok untuk pariwisata.
Di Fakultas Perikanan dan Kelautan belajar Ekologi, Produktivitas primer, Planktonologi, Pengelolaan Kualitas Air, Pengelolaan Kualitas Tanah Dasar, Teknologi Benih Ikan, Biologi Perairan, Ekologi Perairan, Limnologi dan mata kuliah lain yang berkaitan dengan pengelolaan danau. Dari semua disiplin ilmu itu dapat menyimpulkan bahwa KJA tidak layak dilanjutkan demi masa depan sebuah danau. Budi Daya KJA layak dilakukan hanya demi uang sesaat. Pada titik tertentu ekosistem danau terganggu.
Pemilik perusahaan KJA seperti PT Aqufarm di Danau Toba hampir dipastikan memahami dampak kehadiran budidaya KJA. Pengusaha itu pasti tahu pada tahun keberapa kegiatan usaha ini pasti bermasalah. Tetapi dia paham pula, sebelum bermasalah pengusaha sudah meraup keuntungan yang tinggi. Dengan kata lain, sudah mengerti jumlah untung yang diraupnya sebelum dipaksa hengkang atau hengkang sendiri karena kualitas air danau tidak memenuhi kegiatan budi daya KJA. Kalaupun sekarang hengkang, perusahaan itu sudah meraup untung. Kini, kita hanya menikmati danau yang rusak, masyarakat, khususnya di wilayah Danau Toba hanya mengeluh.
Penyebab Kematian Ikan
Banyak pendapat tentang penyebab kematian ikan di awal Mei di Danau Toba. Anehnya, belum ada jawaban resmi pemerintah tentang kematian ikan itu. Ada yang mengatakan ikan itu mati karena kekurangan oksigen. Mengapa kurang oksigen?. Jika jawaban hanya karena kurang oksigen sama halnya dengan pertanyaan mengapa seseorang meninggal dunia lalu dijawab dengan karena lupa bernafas. Kematian ikan itu hampir dapat dipastikan penyebabnya. Kejadian semacam ini sudah berulang-ulang di hampir semua waduk, danau, situ yang pernah melakukan budi daya KJA di seluruh nusantara.
Sejak awal, pemerintah sudah melakukan kesalahan fatal. Pemerintah selalu fokus tentang dokumen lingkungan seperti UKL/UPL dan AMDAL. Pemerintah tidak menentukan Daya Dukung Lingkungan. Tidak ada sejak awal jumlah maksimal KJA di Danau Toba atau di setiap Wilayah. Pemerintah akan memberikan izin pengelolaan KJA. Jika seseorang atau perusahaan mampu melengkapi syarat administratif atau siapa saja masyarakat yang memiliki modal untuk budi daya KJA, maka tidak ada alasan pemerintah untuk menolak rencana kegiatan KJA. Padahal, jika KJA terus bertumbuh melampaui Daya Dukung lingkungan maka secara serentak mengalami kematian.
Sisa pakan dan feses ikan yang jumlahnya berton-ton tiap hari lepas ke perairan danau akan menghasilkan eutrofikasi (kesuburan) danau. Eutrofikasi ini akan menghasilkan pertumbuhan plankton yang terdiri dari fitoplankton dan zooplankton. Pertumbuhan yang melimpah ini yang disebut blooming. Blooming fitoplankton biasanya ditandai dengan warna air hijau pekat, coklat pekat, hijau biru pekat. Ketika terjadi blooming maka fitoplankton ini bisa mengeluarkan racun. Racun inilah yang kemungkinan penyebab kematian ikan. Kemungkinan lain adalah proses pembusukan fitoplankton. Ketika fitoplankton mengalami proses pembusukan maka terjadilah penyerapan oksigen dalam jumlah yang tinggi. Ketika oksigen diserap proses pembusukan plankton maka ikan-ikan mati karena oksigen habis tersedot. Inilah penyebab kematian ikan secara massal.
Masa Depan Danau
Dampak lain dari eutrofikasi danau adalah tumbuhnya biota danau seperti enceng gondok (eichornia crassipes), lumut dan lain sebagainya. Dalam pengamatan saya, nelayan di pinggir danau Toba di daerah Gopgopan, Panamean Toba Samosir apabila melempar jala ke danau maka jala itu mengambang diatas tumbuhan lumut. Jika lumut itu berkembang tidak terkendali maka danau sebagai alat transportasi juga tidak berfungsi lagi. Sebab kapal tidak bisa bergerak dengan pertumbuhan lumut. Kapal akan kesulitan melewati lumut yang menggumpal. Enceng gondok (eichornia crassipes) yang pertumbuhannya tidak terkendali juga akan mengganggu transportasi di perairan danau. Bisa dibayangkan, apa yang terjadi jika danau terus mengalami eutrofikasi seperti waduk dan situ di beberapa daerah yang 100 persen ditumbuhi tanaman enceng gondok (eichornia crassipes) dan lumut. Eutrofikasi menjadi penyebab utama rusaknya danau-danau di seluruh dunia.
Badan Otorita Danau Toba
Rencana pemerintah pusat untuk membangun Badan Otorita Danau Toba perlu didukung, tetapi langkah pertama untuk menentukan Daya Dukung dan Daya Tampung lingkungan tidak bisa ditawar lagi. Kesalahan fatal pemerintah tidak menentukan Daya Dukung dan Daya Tampung lingkungan ketika sebelum memutuskan untuk menyetujui kehadiran KJA di Danau Toba tidak boleh terulang lagi.
Badan Otorita Danau Toba harus melaksanakan amanat UU nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) pasal 15 ayat 1 yang berbunyi “pemerintah dan pemerintah daerah wajib membuat Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program”.
Di dalam KLHS itulah jelas secara detail apa saya yang bisa dilaksanakan di kawasan danau Toba dengan mutlak dibatasi oleh Daya Tampung dan Daya Dukung Lingkungan. Masyarakat melaksanakan usaha tidak hanya berdasarkan syarat administratif tetapi wajib berdasarkan Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan.
Jika kita berpikir objektif dengan indikator objektifnya melestarikan keindahan Danau Toba, maka kegiatan yang tepat untuk Danau Toba adalah pariwisata. Seluruh dunia datang untuk melihat keindahannya tanpa merusak. Kegiatan KJA merupakan tindakan merusak keindahan, oleh karena itu kegiatan KJA wajib dihentikan.***
Penulis adalah praktisi lingkungan, alumnus pascasarjana bidang Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan IPB. Juga alumnus Fakultas Perikanan dan Kelautan UNRI Pekanbaru