Supporter, Pendukung atau Perusak?

Oleh: Jan Roi A Sinaga.

Supporter berasal dari bahasa Inggris, yaitu support yang berarti mendukung dan diberi akhiran–er yang menyatakan orangnya. Dengan demikian, pengertian sup­porter secara kharafiah adalah pendukung, yang mana kata ini lebih sering dikaitkan dengan dunia olahraga.

Begitu juga halnya dengan olahraga sepak bola, sama dengan olah raga lain, pastinya memiliki supporter, bahkan supporter didunia sepak bola sangat fanatik kala mendukung klub kebang­gaannya bertanding, mulai dari ben­tuk custom yang digunakan supporter bera­gam dan unik, yel-yel untuk mendu­kung klub kebang­gaan, bahkan sering ada yel-yel untuk menja­tuhkan semangat bertanding klub lawan, sampai bentuk atraksi yang ditampil­kan membuat suasa­na semakin ramai di luar lapangan.

Bahkan, tanpa kehadiran supporter, per­tandingan klub sepakbola seperti liga kam­pung, ataupun hanya latih tanding saja, karena tidak ada teriakan, nyanyian dukungan yang menggema dipinggir lapangan atau didalam stadion. Karena hal tersebutlah supporter menjadi hal yang berharga bagi klub sepak bola dan memberi julukan sebaga pemain ke 12 mereka.

Tanpa supporter mereka tidak ada apa-apanya, dan banyak pemasukan dari sebuah klub sepakbola bersumber dari supporter, mulai dari penjualan merchan­dise, hak pakai logo, dan penjualan tiket pertandingan baik kan­­dang maupun tandang. Bahkan klub rak­sasa sebesar Manchester United sekalipun tidak akan bisa hidup tanpa supporternya di seluruh dunia. Sehingga bisnis mereka begitu berkembang, dan oleh supporter lah mereka berusaha menjadi klub terbaik didunia saat ini.

Supporter di Negaraku

Indonesia terkenal dengan salah satu penggemar olahraga sepak bola didunia dari beberapa Negara lain. Di Indonesia juga, sepak bola merupakan olahraga paling favorit diatas olah raga penyum­bang prestasi terba­nyak seperti Bulu Tangkis. Padahal, sepak bola Negara kita seperti hidup segan mati tak mau. Nir prestasi dalam beberapa tahun bela­kangan, bukannya ada perbaikan dari segi kualitas, yang ada hanyalah saling serang dan rebut kekuasaan para pemangku kepen­tingan dengan dalil ”revolusi total sepakbola”.

Namun, terlepas dari itu semua, klub di Indonesia bukanlah klub semenjana atau tidak berkualitas. Bahkan di tingkat AFC cup, kejuaraan asia level kedua setelah ACL (Asian Champions League), klub-klub Indo­nesia mampu berbicara banyak. Persi­pura contohnya, dalam keikutsertaan terakhir kali sebelum disuspend FIFA, mereka selalu ber­hasil melaju ke babak 16 besar, bahkan pernah sampai ke semifinal sebelum dibantai klub asal Kuwait kala itu.

Dan pertandingan antar klub-klub di dalam negeri selalu menjadi magnet tersendiri bagi penggemar sepak bola di Indonesia untuk menyaksikannya baik langsung maupun lewat siaran TV. Tidak mengherankan bila supporter Indonesia juga tidak kalah heboh dengan supporter yang ada di Inggris, Jerman, dan Spanyol. Bahkan klub Persib Bandung, memiliki basis supporter di seluruh dunia dimana ada orang Indonesia nya.

Ke unikan supporter di Indonesia juga sangat mengagumkan, mulai dari atraksi yang dilakukan didalam stadion, yel-yel yang sangat semarak dan membakar semangat para pemain dilapangan, sampai kekompakan menggunakan seragam klub kebanggaan, menjadi pemandanngan yang sangat indah. Bahkan, pemandangan seperti ini jarang kita lihat di pertandingan liga-liga kelas atas eropa kecuali Italia dan Jerman. Bahkan, kabarnya klub-klub Liga Inggris menggunakan sound khusus untuk menambah kemeriahan stadion. Dari segi ini, kita sebagai orang Indonesia patut berbangga, karena saat ini kebang­gaan kita terletak pada supporternya, baik saat mendukung klub, maupun timnas Indonesia.

Supporter di Indonesia juga sangat fanatik, layaknya supporter timnas Inggris, kemana­pun timnasnya bertan­ding, pasti ada supporter yang mendu­kungnya. Dan dari segi hooli­gan’s nya, supporter di negara kita juga sama de­ngan Inggris. Layaknya Inggris yang terli­bat kerusuhan di Euro Prancis kali ini, sup­porter Indonesia juga kerap menimbulkan masa­lah ketika Timnas Indonesia bertanding, apalagi pada pertandingan, timnas kalah, dan lebih parahnya lagi jika bertemu dengan Negara tetangga, Malaysia.

Ya, pertandingan antara Indonesia dan Malaysia memang sangat klasik, meski­pun tidak bertanding di final, pertandingan ini selalu memicu tensi tinggi, bahkan samapai dikalangan supporter. Bahkan, pada perhela­tan AFF Cu 2010, supporter kedua Negara serumpun ini saling perang di twitter. Dan per­tandingan kedua Negara ini juga disa­makan dengan pertandingan el classic di spanyol, atau derby London antara Arsenal vs Tottenham Hotspurs.

Pendukung atau Perusak

Tapi yang sangat disayangkan, sup­porter di Indonesia kerap berulah, dikala team yang didukungnya tertinggal atau kalah, tidak jarang para supporter melampiaskan kekesalannya dengan tawuran, bentrok antar supporter, menyerang wasit dan pemain lawan. Mereka tidak segan-segan merusak fasilitas stadion, mercun dan kembang api, bahkan ada yang membakar fasilitas stadion, tanpa memikirkan bahwa pembangunan stadion dan fasilitasnya adalah uang Negara.

Tawuran yang terjadi kerap kali menim­bulkan korban jiwa selain dari rusaknya fasili­tas stadion itu sendiri. Baik para suppor­ter, bahkan para pedagang asongan pun ikut terli­bat. Dan yang terbaru, seorang polisi yang mengawasi jalannya pertandingan dan se­orang pedagang minuman menjadi amuk ke­ke­salan supporter, dengan alasan yang tidak jelas dan dengan tujuan yang tidak terarah.

Yang terbaru, setelah tawuran sup­porter PS TNI dengan Gresik United yang juga menimbulkan korban luka-luka, kali ini supporter Persija Jakarta yang menamakan diri dengan sebutan The Jack Mania mela­kukan tindakan anarkis pada saat pertan­dingan antara persija Jakarta dan Sriwijaya FC pada babak kedua. Selain merusak fasilitas Negara di SUGBK yang akan digunakan untuk perhelatan SEA Games 2018, juga me­nimbulkan korban tewas dari pihak aparat. Apakah dengan tuntutan mereka, kerusuhan yang mereka timbulkan menjadi solusi? Bukankah kerusuhan yang mereka lakukan merugikan team kesayangan mereka sendiri? Lalu siapa yang disalahkan atas kasus kerusuhan ini?

Yang jelas, pihak penyelenggara TSC sendiri sudah pasti akan menjatuhkan sanksi kepada klub kebanggaan mereka, Persija Jakarta. Entah itu denda dari puluhan juta hingga miliaran rupiah, ataupun bertanding tanpa bisa dihadiri penonton sama sekali. Ya, jika begitu Persija sudah pasti sangat dirugikan, baik lewat materi pemasukan dari tiket, maupun dukungan moril dari roh per­tandingan sepak bola.

Supporter itu seharusnya mendukung klub kebanggaannya, bukan malah merusak nama baik klub itu sendiri. Lihatlah liga Jepang, atau Liga di eropa, dimana supporter nya amat menikmati pertandingan yang disajikan. Kalah menang klubnya, itu soal biasa, karena mereka sadar bahwa dalam pertandingan, jika tidak kalah, pasti menang, paling tidak hasil akhirnya imbang.

Mereka juga sadar bahwa mereka adalah supporter, pendukung klubnya. Mendong­krak mental klubnya saat terjatuh, dan mem­bakar semangat pemain klubnya saat menang. Bukan malah merusak image klub nya dengan keru­suhan yang mereka timbulkan, yang akhirnya merugikan klubnya dari nilai bisnis.

Pengawasan dan Pembinaan Supporter

Jelas saja, Gubernur DKI, Ahok menyatakan bahwa supporter Persija bukan pendukung Persija, melainkan perusak Persija. Karena bukan kali ini saja mereka berulah, melainkan sudah berulang kali. Hal ini bukan merupakan pembelajaran bagi Per­sija saja dan supporternya, melain­kan bagi seluruh supporter klub se­pak bola di Indonesia. Supporter bu­kanlah wasit pertandingan, bukan juga pengawas pertandingan, tetapi supporter adalah penduukung klub kebanggaannya, mendesak pengurus klub untuk membenahi klubnya menuju perbaikan, bukan malah meng­hancurkan nilai jual klub nya di pasar modal.

Supporter jelas sangat dipen­tingkan oleh sebuah klub sepak bola, sehingga supporter tidak bisa dihi­langkan dari dunia sepakbola. Untuk itu, perlu dilakukan pembinaan ke­pada supporter setiap klub agar lebih menjaga sikap, menanamkan pe­ngertian supporter yang sesung­guhnya, yaitu mendukung, bukan me­rusak image klub kebanggaan me­reka. Sudah saatnya supporter dine­gara kita maju, menjadi nilai bisnis yang mumpuni bagi klub sepakbola kita, dan menjadi supporter yang le­bih dewasa dalam menyikapi dan menyaksikan pertandingan.

Mustahil sebuah klub bisa maju, jika supporternya hanya bermo­dal­kan fanatik semata, namun mengede­pankan arogansi dan anarkisme.

Ni­lai jual sebuah klub akan naik jika memiliki supporter yang mi­litant, kompak, dan tidak kebablasan dalam menyikapi kekalahan atau kerugian klub nya saat pertandingan.

Pengawasan terhadap supporter juga sebaiknya harus ditingkatkan sebelum masuk kedalam stadion. Agar kembang api dan mercon tidak lagi lolos kedalam stadion, pe­merik­saan yang ketat wajib dilakukan. Pan­pel pelaksana juga harus lebih si­gap dalam menanggapi situasi yang sudah mulai memanas didalam stadion, jika perlu, pengawas pertan­dingan ditambah dan ada yang berdiri di tribun penonton layaknya klub-klub di liga luar negeri. Sehingga ke­rusuhan yang akan terjadi bisa segera diatasi dengan mengamankan provokatornya.

Mengutip ungkapan mantan pe­latih legendaris Manchester United, Sir Alex Ferguson berkata, “pendu­kung berhak melakukan protes sela­ma mereka melihat itu tepat, namun jangan sampai merugikan tim, ka­rena kesuksesan merupakan usaha bersama antara manajemen, pemain, dan pendukung”.

Jadilah Supporter yang men­dukung kemajuan sepak­bola kita, bukan malah menjadi sup­porter perusak kemajuan sepak bola kita. Salam Olahraga !***

Penulis, pemerhati olahraga.

()

Baca Juga

Rekomendasi