Quo Vadis Hari Lingkungan Hidup Sedunia

Oleh: Johansen Silalahi, S.Hut.

Lingkungan hidup yang didiami oleh makhluk hidup terdiri dari dua komponen utama, yaitu biotik (makhluk hidup) dan abiotik (makhluk tak hidup). Kedua kom­ponen tersebut saling berpengaruh satu sama lain, perubahan dari komponen biotik akan berpengaruh terhadap komponen abiotik, begitu juga sebaliknya.

Menurut A.Fauzi (2004), Kehidupan organisme dan ekosistem disekitarnya akan terpengaruh jika suatu keadaan sudah tidak lagi seimbang karena sesuatu hal, contohnya adalah menurunnya jumlah spesies satwa yang dilindungi akibat kerusakan hutan (kebakaran hutan).

Sejarah Hari Lingkungan Hidup Sedunia

Hari Lingkungan Hidup Sedunia meru­pakan program dari PBB (Perserikatan Bang­sa-Bangsa) dibawah naungan UNEP (United Nations Environment Programme) yang diperingati tiap tahunnya setiap tanggal 5 Juni yang melibatkan semua orang di dunia dari berbagai tempat. Hari Lingkungan Hidup Sedunia (World Environment Day/WED) merupakan acara tahunan yang bertujuan untuk membangkitkan kepedulian dan parti­sipasi manusia dan masyarakat pada ling­kungan hidup yang cenderung semakin menurun bahkan rusak.

Hari Lingkungan Hidup Sedunia menjadi paling banyak dirayakan secara mendunia dan terbesar dengan kegiatan kegiatan aksi lingkungan yang bersifat positif (www.unep.org). Perayaan Hari Lingkungan Hidup Sedunia dimulai pada tahun 1972 dan setelah kejadian tersebut mengalami perkembangan menjadi salah satu kendaraan utama melalui PBB untuk merangsang kesadaran negara negara di seluruh dunia terhadap lingkungan hidup dan mendorong perhatian politik dan tindakan nyata.

UNEP (United Nations Environment Pro­gramme) pada tahun 2016 resmi menge­luarkan tema global Hari Lingkungan Hidup Sedunia, yaitu Go Wild For Life. Arti tema tersebut mengandung makna perlindungan terhadap satwa liar yang diburu dan diper­dagangkan.

UNEP mengajak seluruh masyara­kat untuk ikut serta mencegah keja­hatan terhadap satwa liar yang bertujuan untuk mewariskan generasi yang akan datang. Kerusakan lingkungan seperti perburuan dan perdaga­ngan satwa liar yang melebihi ambang batas akan mengakibatkan kepunahan satwa liar tersebut dan merusak siklus rantai makanan satwa liar di ekosistemnya.

Kebijakan Harus Pro Lingkungan

Dampak kebijakan yang berda­sarkan aspek ekologis (lingkungan) sangat nyata dalam kehidupan sekarang. Beberapa kebijakan yang berlandaskan pada aspek lingkungan secara nyata dapat meningkatkan pendapatan masyarakat (memberikan keuntungan) dan ramah lingkungan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Jefrey M.Muis (2015) pada peternak sapi potong di Sumatera Barat yang menerapkan konsep green marketing dengan mengurangi dampak kerusakan lingkungan (reduce), mendaur ulang limbah perkebunan menjadi pakan dan mendaur ulang limbah ternak sapi menjadi pupuk organik (recycle) dan hasil ikutannya dipakai kembali untuk usaha ternak dan perke­bunan sebagai asupakan makanan (reuse).

Kebijakan pro lingkungan yang memper­timbangkan aspek lingku­ngan oleh Peme­rintah Jepang menjadi contoh nyata bahwa Sungai Ibigawa menjadi sebuah percontohan bagaimana sungai dikelola secara harmonis dengan program One River One Management (Satu Pengelola Untuk Satu Sungai) dari hulu sampai hilir. Program tersebut dapat saling menunjang tanpa berbenturan, sehingga su­ngai tersebut bermanfaat sebagai irigasi, sum­ber air, pengendali banjir, wisata, olahraga dan tenaga listrik (Kusmayanto Kadiman, 2014).

Dampak Kerusakan Lingkungan

Kebijakan yang tidak memper­hatikan ling­kungan berdampak nyata dengan akibat yang dirasakan yang merugikan baik material dan non material. Kejadian yang belum lekang diingatan kita adalah kerusakan hutan yang terjadi di Propinsi Riau. Kerusakan Hutan menurut Herman Hidayat (2011) menim­bul­kan banyak persoalan pada ling­kungan, seperti pergantian iklim, musnahnya spesies biodi­versity (keaneka­ragaman hayati), kebakaran hutan, kekeri­ngan (musim panas), pencemaran air, tanah longsor dan banjir.

Dampak dari kerusakan hutan selain masa­lah diatas adalah harga ekonomi dan sosial yang tinggi, misalnya kebakaran hutan yang terjadi tahun 1997 dan 2005 banyak meng­hancurkan perkebunan kecil dan besar, taman nasional, lahan gambut. Dampak sosial yang dirasakan oleh masyarakat bahkan negara te­tangga seperti Singapura dan Malaysia ada­lah polusi udara akibat asap dari kebakaran hutan.

Dampak ekonomi yang dirasakan menurut Herman Hidayat (2011) khusus dari aspek transportasi udara akibat adanya kebakaran hutan adalah mencapai Rp. 9,3 sampai 31,3 miliar akibat penutupan bandara udara dalam negeri selama 313 hari.

Solusi Mengatasi Permasalahan Lingkungan

Mengatasi permasalahan ling­kungan diluar dan sesuai tema yang ditetapkan oleh UNEP Go Wild For Life, perlindungan terha­dap satwa liar yang diburu dan diper­da­gangkan dapat dimulai dari lingkungan ke­luarga seperti menanam pohon di pekarangan.

Penelitian Myers dan Goreau (1991), program penanaman pohon secara massal adalah cara atau solusi untuk mengatasi akiat keru­sakan hutan dan rumah kaca. Solusi lain adalah kebijakan yang ditetapkan oleh pe­merintah pusat maupun daerah harus berlan­daskan aspek lingkungan (ekologis), ekonomi dan sosial. Penegakan hukum harus tegas kepada predator lingkungan, pelaku pemburu dan pedagang satwa liar tanpa pan­dang buluh dan penguatan masyarakat lewat kampanye dan aksi yang kuat terhadap lingkungan.

Perlindungan terhadap satwa liar tidak dapat dilakukan hanya oleh beberapa pihak saja, namun membutuhkan partisipasi semua pihak. Aksi nyata sederhana yang dapat dila­kukan oleh masyarakat luas dalam mendu­kung perlindungan dan pelestarian satwa liar adalah tidak adanya keinginan untuk membeli dan memelihara satwa liar.

Maraknya perdagangan satwa didukung karena permintaan terhadap satwa liar dipa­saran. Jika terjadi penurunan atas per­mintaan satwa liar oleh masyarakat otomatis perda­gangan illegal satwa liar akan berku­rang. Dengan tidak membeli satwa liar, ma­syarakat telah membantu dalam peles­tarian satwa liar.

Selain itu, pemahaman-pema­haman me­ngenai pentingnya ling­kungan hidup yang selalu berkaitan dengan satwa liar harus dise­marakkan secara luas terhadap masyarakat. Tidak hanya pemerintah, siapapun dapat menyuarakan pentingnnya keperdulian terhadap lingkungan hidup.

Kesadaran masyarakat tentang pentingnya perlindungan terhadap lingkungan hidup dan komponennya akan sangat membantu pelestarian lingkungan dan satwa liar. Akhir kata, penulis mengucapkan Selamat Hari Lingkungan buat kita semua, semoga pada hari lingkungan hidup sedunia ini, kebijakan pemerintah dari tingkat atas sampai dengan tingkat bawah semakin memihak kepada lingkungan dan peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia sebaiknya dilakukan dengan aksi nyata yang bersifat positif dan tidak bersifat seremonial belaka.***

Penulis adalah Peneliti Muda pada Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Aek Nauli.

()

Baca Juga

Rekomendasi