Teknologi 3D pada Visualisasi Arsitektur

Oleh: Syafitri Tambunan. Arsitektur lahir dari dinamika antara kebutuhan (kebutuhan kondisi lingkungan yang kondusif, keamanan, dan lainnya, dan cara (bahan bangunan yang tersedia dan teknologi konstruksi). Karya arsitektur semakin hari terus mengalami perubahan. Perubahan terjadi dalam segala hal, baik itu segi gaya hingga proses perencanaan awal penciptaannya. 

Dalam membuat perencanaan bangunan, sewajarnya seorang desainer (perancang) arsitek juga dapat mengawalinya dengan membayangkan bagaimana bentuk karyanya bila sudah divisualisasikan menjadi sebuah produk nyata. Artinya, perlu perencanaan gambar kerja sebelum merancang bangunan.

Pada dunia arsitektur, visual sangat erat penggunaannya terutama pada desain interior. Sampai dengan abad ke 20, seluruh Eropa dan Amerika selalu ada seseorang yang merancang desain interior. Jika zaman dahulu pekerjaan itu dilakukan oleh pembuat mebel, para pedagang tirai, atau bahkan pedagang perabotan rumah tangga. Kini pekerjaan itu dilakukan khusus oleh desaigner interior dan bekerja sama dengan jasa furnitur moderen.

Dulu, orang-orang membuat visualisasi desain interior ke dalam sebuah sketsa pada kertas, atau biasa disebut sebagai visualisasi 2D (dua dimensi). Walaupun sketsa merupakan sebuah bidang datar, namun visualisasi yang digambarkan memiliki kedalaman ruang hingga mirip gambaran nyatanya. 

Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, menjadikan manusia bisa tergambarkan visualisasi desain interior yang lebih nyata. Hasil yang diharapkan yakni ingin melihat suatu konsep ruang yang sesungguhnya. Hingga kreativitas manusia mampu menjangkaunya dengan manampilkan visualisasi desain interior dalam wujud 3D (tiga dimensi).

Arsitek muda Peranita Sagala, menjelaskan, proses penggambaran dengan 3D ini memang biasa dilakukan untuk menciptakan sebuah desain. Sebab, penggunaan teknologi semacam ini akan membantu mempercepat proses terciptanya karya arsitektur itu sendiri. 

Seperti contoh, penggunaan 3D divisualisasikan pada desain ruang tunggu pada Bagan Deli Port of Belawan di area Pelabuhan Indonesia Medan. "(Desainnya) Seperti mal," sebutnya di awal penjelasan.

Namun, lanjutnya, interior ruang tunggu ini terkesan memang memiliki perbedaan dibanding bangunan sejenis. "(Bentuknya) masih 3D itu. Tapi, lampunya terlalu meriah. Boros" ucapnya.

Meski demikian, dia mengaku, perubahan desain seperti ini memang mungkin terjadi dengan tujuan menciptakan imej berbeda dari biasanya. "Mungkin, mereka ingin mengubah imej (citra)," lanjutnya.

Dijelaskannya lebih rinci, penggunaan 3D, seperti yang diterapkan pada ruang tunggu itu, memang sering digunakan seorang arsitek untuk menggambar desain. "3D merupakan program menggambar dan saya juga menggunakan itu. Itu (3D) itu maksudnya visualisasi, teknik presentasi ke klien. Sebelum ada teknologi komputer, arsitek dibantu sama gambar sketsa atau maket/miniatur bangunan," sebutnya.

Visualisasi 2D merupakan suatu bidang yang memiliki ukuran panjang dan lebar. Sedangkan visualisasi 3D merupakan suatu ruang yang memiliki ukuran panjang, lebar, dan tinggi. Tampilan visualisasi 3D banyak diteraakan untuk menampilkan desain yang tampak lebih. Para desaigner interior kini tidak hanya dituntut untuk mampu menuangkan hasil kreasi seni dan hitungan matematisnya dalam bentuk skets bidang datar saja, melainkan juga merepresentasikannya ke dalam visualisasi ruang 3D. 

Manfaat visualisasi 3D dalam desain interior akan membantu setiap ruang dirancang dan divisualisasikan ke dalam bentuk ruang sebenarnya. Di dalam visualisasi tersebut akan dapat terlihat penataan furnitur, elemen dekoratif lainnya seperti sebuah lukisan, patung, foto, dan lainnya dengan tampak leluasa dan mudah di abstraksikan. 

Hal itu dikarenakan 3D dapat menekankan tekstur dan pencahayaan menyerupai kondisi aslinya nanti saat visualisasi tersebut terbangun. Selain itu, visualisasi desain 3D sangat berguna bagi seorang arsitek landskap atau seorang visualizer. Sebab, akan mampu mewujudkan desain landskap dengan detail dan jelas. Penataan kondisi kontur tanah, perkerasan, vegetasi, gazebo, ataupun kolam dan desain landskap lainnya yang banyak dikerjakan oleh desaigner eksterior akan menjadi lebih mudah dan menyenangkan.

Visualisasi 3D memang sangat membantu proses konstruksi lebih efektif dilakukan, dan akan membantu hubungan kerja sama antara klien dan desaignernya lebih mudah. Karena itu, dia mengaku lebih dimudahkan dengan teknologi seperti ini. "Kalau tidak digunakan, ya terpaksa harus menggambar lewat media kertas. Tapi, jika menggunakan kertas, bila ada yang salah, terpaksa diulang lagi dari nol," tambahnya.

()

Baca Juga

Rekomendasi