Oleh: Dra. Yusna Hilma Sinaga.
Setiap tahun berulang menjadi pembicaraan para orangtua yang memiliki anak usia sekolah. Tahun ini juga begitu. Para orangtua bingung menghadapi sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang dijadwalkan serentak dibuka 27 Juni hingga 2 Juli 2016 untuk SMP, SMA dan SKM sederajat.
Menjadi problem PPDB disebabkan jumlah calon siswa baru yang mendaftar selalu melebihi daya tampung sekolah yang ada. Akhirnya dilakukan tes masuk sekolah. Sistem tes yang dilakukan membuat para orangtua bingung sebab terlalu ribet. Bukan saja tes akademis tetapi juga ada tes non-akademis seperti bina lingkungan. Sedangkan tes akademis juga membingungkan sebab ada penilaian berdasarkan hasil nilai Ujian Nasional (UN) dan ada juga berdasarkan hasil tes tertulis yang dilakukan sekolah.
Hampir semua orangtua merasakan "jalan berliku" ketika memasukkan anaknya sekolah pada satu sekolah. Dalam kondisi "jalan berliku" itu terkadang harus lewat "jalan belakang" karena sistem PPDB belum transparan dan jujur.
Menjadi pertanyaan, apakah tes masuk sekolah itu hanya untuk mendapatkan calon siswa yang pintar atau berkualitas saja yang bersekolah di sekolah tersebut? Apakah karena daya tampung sekolah tidak mencukupi dengan jumlah calon siswa yang mendaftar?
Dua pertanyaan ini harus mendapat jawaban yang jelas agar bisa ditentukan solusinya. Bila daya tampung sekolah yang tidak mencukupi dengan jumlah calon siswa yang mendaftar maka baiknya siapa yang dahulu mendaftar itu yang diterima. Artinya, jika daya tampung sekolah sudah cukup maka pendaftaran ditutup. Kemudian pemerintah atau pihak sekolah perlu memikirkan penambahan daya tampung sekolah untuk tahun mendatang.
Sedangkan tes masuk sekolah untuk mendapatkan calon siswa yang pintar atau berkualitas bersekolah di sekolah tersebut maka tidak dipermasalahkan daya tampung sekolah. Dari dua pertanyaan menghasilkan dua jawaban yang berbeda maka menjadi dua cara penanggulangannya.
Calon Murid yang Pintar Saja
Munif Chatib, seorang konsultan pendidikan nasional dan penulis buku berjudul, "Sekolahnya Manusia", menuliskan dalam bukunya sekolah yang baik itu pada dasarnya bukanlah sekolah yang hanya menerima siswa pintar secara akademik, tetapi juga menerima anak yang kurang pintar bahkan yang bodoh dalam akademik. Sekolah yang baik itu katanya bukan saja menerima calon siswa yang baik perilakunya akan tetapi juga menerima calon siswa yang nakal masuk ke sekolah yang baik itu.
Pendapat Munif Chatib ini dapat diterima kebenarannya sebab fungsi utama sekolah itu mendidik anak didik yang bodoh menjadi pintar dan anak yang nakal menjadi baik. Andaikata sekolah menerima anak yang pintar secara akademik dan yang baik dalam perilaku saja maka bagaimana nasib anak yang bodoh atau kurang pintar dan anak yang kurang baik perilakunya bisa bersekolah. Sementara fungsi utama sekolah mendidik anak menjadi pintar dan sejalan dengan amanat Undang Undang Dasar (UUD) 1945 bahwa setiap warga Negara Indonesia mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan.
Bila sekolah hanya menerima calon siswa yang pintar secara akademik dan baik perilakunya saja maka amanat UUD 1945 itu belum diimplementasikan dan fungsi utama sekolah mendidik anak menjadi pintar dan baik perilakunya belum difungsikan.
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hamid Muhammad itu mengatakan penerimaan siswa baru dilakukan tanpa melalui tes akademik. Penerimaan siswa baru berdasarkan pertimbangan hasil ujian sekolah, nilai rapor dan rekam jejak prestasi siswa saat sekolah serta daerah domisili calon siswa. Pemerintah menilai hal itu sudah cukup, sebab ujian sekolah memiliki standar yang dikoordinasikan oleh dinas pendidikan di setiap provinsi. (Dikutip dari Harian Kompas 1 April 2014, judul berita Sekolah Tidak Boleh Gelar Tes Masuk)
Sayangnya berita itu tidak menjelaskan bagaimana cara penerimaan siswa baru itu tanpa tes akademik itu sebab yang selama ini hampir semua sekolah-sekolah SMP dan SMA/SMK baik negeri maupun swasta melakukan tes akademik dan juga ada yang melakukan tes perilaku calon siswa. Bagi calon siswa yang lulus tes akademik dengan nilai baik dan tes perilaku atau tes psikologi yang baik saja yang diterima pada sekolah yang melakukan tes. Sementara siswa yang tidak lulus tes akademik dan perilaku maka tidak dapat diterima pada sekolah yang melakukan tes.
Tes akademik dan tes perilaku yang dilakukan sekolah karena terjadi kelebihan daya tampung sekolah dan harus melakukan seleksi maka pengelola sekolah memprioritaskan siswa yang lulus tes akademik dan tes perilaku. Sementara calon siswa yang tidak lulus tes akademik maka tidak bisa diterima di sekolah itu. Akhirnya sekolah itu hanya menerima calon siswa yang pintar-pintar saja dan yang baik-baik saja perilakunya.
Hakikat Pendidikan Formal
Kembali kepada pendapat Munif Chatib tentang fungsi sekolah yang sesungguhnya dan apa yang dikatakan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hamid Muhammad dalam berita bahwa penerimaan siswa baru dilakukan tanpa melalui tes akademik.
Pendapat keduanya sejalan dengan teori Dr. Howard Gardner, seorang psikolog Harvard University pada tahun 1983 mempresentasekan sebuah teori multiple intelligences. Dalam teori Howard Gardner itu dijelaskan tentang kecerdasan majemuk yang menilai setiap anak memiliki kecerdasan masing-masing atau majemuk. Artinya, multiple intelligences bahwa setiap anak memiliki kecerdasan tersendiri atau sesungguhnya tidak ada anak yang bodoh dan anak yang nakal.
Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya, setiap anak yang dilahirkan itu suci, bersih seperti kertas putih, tinggal orangtuanya yang membentuk kertas putih itu mau menulis apa. Sabda Nabi Muhammad SAW ini secara medis sangat tepat karena setiap anak yang dilahirkan sudah memiliki kecerdasan dan potensi dalam dirinya. Namun, potensi itu harus digali dan dikembangkan oleh lingkungan, orangtua, pendidik (guru) dan lainnya maka dapat dikatakan tidak ada anak yang dilahirkan itu bodoh. Namun, dalam perkembangannya perlu didikan, pengajaran dan informasi-informasi untuk mengisi potensi dalam otak si anak.
Pendapat Munif Chatib, teori Dr. Howard Gardner, hadist Nabi Muhammad SAW cukup tegas menjelaskan bahwa semua anak (calon siswa) itu memiliki potensi untuk pintar dan baik maka apa yang dikatakan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hamid Muhammad harus dilaksanakan dalam pelaksanaan penerimaan siswa baru pada sekolah-sekolah pendidikan formal di Indonesia.
Sebaiknya penerimaan siswa baru harus berdasarkan kepada daerah atau domisili calon siswa dengan lokasi sekolah. Namun, hal ini belum terlaksana, akhirnya melebihi daya tampung sekolah-sekolah favorit dan dilakukanlah tes akademik dan tes perilaku kepada para calon siswa.
Pemandangan yang dilihat setiap tahun ajaran baru di Indonesia ribuan calon siswa yang mengikuti tes penerimaan pada sebuah sekolah yang daya tampungnya hanya ratusan saja. Akibatnya ratusan calon siswa dinyatakan tidak lulus tes akademik dan perilaku. Kesannya para calon siswa yang tidak lulus tes akademik dan perilaku itu adalah calon siswa yang tidak pintar secara akademik dan tidak baik kelakuannya. Pada hal fungsi utama sebuah sekolah untuk mendidik anak didik menjadi pintar dan berkelakuan baik.
Pada sisi lain terjadi diskriminatif terhadap para calon siswa karena adanya pembedaan antara calon siswa pintar dan berperilaku baik dengan calon siswa yang dinilai kurang pintar dan berkelakuan kurang baik. Seharusnya ini tidak terjadi sebab fungsi utama sekolah adalah memperbaiki perilaku anak dari yang tidak baik menjadi lebih baik dan memintarkan anak yang tidak pintar maka perlu meniadakan tes akademi masuk sekolah dan mengutamakan calon siswa dari lingkungan sebuah sekolah berdiri, mulai dari lingkungan terdekat yakni ring pertama dari sekolah, jika masih tersedia daya tampung sekolah diambil calon siswa dari ring kedua dan ring selanjutnya. ***
* Penulis tenaga pendidik, alumni Fakultas Tarbiyah (Pendidikan) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sumatera Utara.