Medan, (Analisa). Masalah terbesar nazir menyangkut harta wakaf adalah karena nazir secara administrasi banyak yang belum tertib. Selain itu, masa tugas nazhir pada zaman dahulu tidak dibatasi. Sehingga banyak ditemukan yang menjadi nazir sampai seumur hidup, bahkan ada yang menjadi nazir sampai turun temurun.
Setelah lahirnya Badan Wakaf Indonesia (BWI) serta dibuat peraturannya, maka masa bakti nazir hanya 5 tahun sesuai dengan Perturan Pemerintah No. 42 tahun 2006 Pasal 14.
Demikian disampaikan Drs. Syariful Mahya Bandar, M.Ap Sekretaris Badan Wakaf Indonesia Provinsi Sumatera Utara saat menyerahkan SK penggantian nazir tanah wakaf alm. Abd. Rauf Pulo Brayan di Gedung BWI Sumatera Utara, Kompleks Asrama Haji Medan Selasa (19/7)
“Masa bakti nazir adalah lima tahun dan dapat diangkat kembali sesuai dengan PP tahun 2006 ayat 1. Sedangkan pada Ayat 2 disebutkan, pengangkatan kembali nazir sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 dilakukan oleh BWI. Apabila yang bersangkutan telah melaksanakan tugasnya dengan baik dalam periode sebelumnya sesuai ketentuan prinsip syariah dan peraturan perundang-undangan.” Jelas nya.
Ditambahkan Mahya, jika nazir yang lama ingin diperpanjang, maka hal tersebut bisa dilakukan selama sang nazir masih tetap menjalankan tugas-tugas kenazirannya sesuai dengan hukum syari dan hukum positif untuk periode kedua. Meskipun begitu, masyarakat dan tokoh agama tetap akan memantau dan mengawasi sampai dengan penerbitan SK oleh BWI.
Tugas nazir juga bukan hanya sekadar memelihara harta wakaf, tetapi juga mengamankan dan mengembangkan untuk kepentingan umat Islam. Harta wakaf tidak boleh statis, kalau kuburan memang terkesan tidak bisa dikembangkan. Tetapi juga harus dipelihara dan bisa bermanfaat bagi keluarga yang akan dimakamkan di pekuburan tersebut.
“Berdasarkan penyerahan SK pada hari ini, semoga bisa menjadi contoh bagi nazir lainnya yang sudah puluhan tahun bahkan ada yang turun temurun untuk bisa dievaluasi masyarakat dan tokoh agama agar setiap pergantian dan pengangkatan nazir yang baru bisa didaftarkan di BWI,” tegas Mahya.
Peremajaan Nazir
“Harapan kita, masyarakat bersama dengan tokoh agama sudah bisa membuat wacana tentang pergantian/peremajaan nazir pada masa sekarang karena ke depan nazir di samping administrasinya harus tertib juga harus sesuai dengan amanah,” tegas Mahya.
Setelah diserahkan SK oleh BWI, para nazir harus menghimpun dokumen harta wakaf, selanjutnya adalah mensertifikatkan harta wakaf sebab banyak harta wakaf yang tidak bersertifikat. Jika nazir tidak melakukan hal tersebut, maka nazir dianggap tidak amanah terhadap tugasnya.
Kemudian di samping mengamankan,lahan wakaf juga harus diproduktifkan. Sebab banyak lahan wakaf yang kosong dan tidak dipedulikan oleh nazirnya. Padahal untuk zaman sekarang, lahan wakaf sudah selayaknya untuk dikembangkan. Dengan status tanah wakaf, tetapi bisa dikembangkan untuk kepentingan produktif seperti untuk sekolah, lahan tambak, lokasi parkir dengan harus mencatat dan dipertanggungjawabkan hasilnya.
Kewenangan mengganti nazir sesuai dengan prosedur yang ada, jika luas lahan wakaf di bawah 1.000 meter persegi, maka kewenangannya berada di BWI Kabupaten/Kota. Jika luas lahan 1000 – 20.000 meter persegi, maka kewenaangannya berada di BWI Provinsi. Jika di atas 20.000 meter persegi, maka itu adalah kewenangan BWI pusat.
Saat ini, di Sumatera Utara terdapat 36.036.460 meter persegi/ 16.280 lokasi yang tersebar di berbagai kabupaten dan kota. Untuk yang sudah bersertifikat berjumlah 7.761 lokasi (47%) dan yang belum bersertifikat berjumlah 8719 lokasi (58%) Pada umumnya harta wakaf berbentuk rumah ibadah, sarana pendidikan dan pekuburan. (anto)