Maaf: Tak Sekadar Berjabat Tangan

Oleh: Rizki Handayani.

Satu bulan penuh umat Islam menjalankan ibadah puasa, tiba saatnya menyambut hari keme­nangan setelah menahan hawa naf­su kembali kepada fitrah kejadian manusia. Idulfitri adalah momen yang dinanti karena setahun sekali berkumpul dengan keluarga, sanak saudara setelah sekian lama harus merantau mencari rejeki. Dan ritual yang biasa dilakukan sehabis salat idulfitri tak lain yaitu bersalam – salaman, saling meminta maaf “sungkem” antara anak dengan orang tua, adik dengan kakak, dan saudara lainnya serta jiran tetangga.

Meminta maaf dan memaafkan adalah dua hal yang mudah tapi sulit dilakukan. Karena orang yang bersalah harus melawan ego nya untuk mengakui kesalahan apalagi terhadap yang lebih muda. Begitu­pun memaafkan, sudah ia disakiti kini masih harus ikhlas menerima maaf dari orang yang pernah menyakiti. Begitulah manusia yang tak lepas dari salah dan lupa. Namun segudang dosa yang diper­buat manusia kepada Allah akan tetap Allah maafkan karena Allah Maha Pemaaf asalkan dengan tulus dan tidak mengulanginya lagi.

Dan hendaklah kamu memohon ampunan kepada Tuhanmu dan bertobat kepadaNya, niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik kepadamu sampai waktu yang telah ditentukan. Dan dia akan memberikan karunianya kepada setiap orang yang berbuat baik. Dan jika kamu berpaling, maka sungguh, aku takut kamu akan ditimpa azab yang besar (kiamat) (Q.S. Hud : 3).

Namun kesalahan pada manusia haruslah diselesaikan dengan manusia juga karena itu akan menjadi sangkutan di hari akhir kelak. Ada istilah ridho Allah adalah ridho nya orang tua, jika tergores hati nya dengan kalimat kita yang membentak, langit akan melaknatnya.

Ada istilah yang muda lah yang harus mengalah dan meminta maaf dan memaafkan meskipun kadang yang lebih tua juga kerap melaku­kan kesalahan. Seperti kakak yang merebut mainan adik saat sedang bermain bersama. Walaupun adik lebih muda tetap kakak harus meminta maaf karena kakaklah yang bersalah. Apakah hal ini biasa berlaku di kalangan orang dewasa? Belum tentu yang lebih tua mau memulai meminta maaf.

Tak jarang saling salam salaman terkadang hanya dijadikan forma­litas di hari raya saja. Seperti penga­laman teman yang masih menyim­pan sakit hati atas perkataan salah seorang temannya meskipun sudah meminta maaf.

Menjelang lebaran tepatnya malam takbiran hingga esok hari­nya tentang pesan siaran ke seluruh kontak BBM atau pesan singkat yang isinya kalimat permo­honan maaf namun kerap dijumpai kali­mat ‘mohon maaf apabila ada kata – kata yang salah’ seolah terkesan memang tidak me­miliki salah yang berarti. Jadi si penerima pesan harus mengingat kembali adakah kesalahan yang pernah dibuat kemudian memaaf­kannya tanpa perlu dijelaskan pada si pengirim pesan. Padahal jika mera­sa tidak punya salah kenapa harus meminta maaf, benar adanya meminta maaf bukan berarti kalah, begitupun memaafkan bukan berarti lemah. Memang sejatinya saling me­maaf­kan adalah tindakan yang mulia. Namun begaimanakan menum­buh­kan rasa ikhlas me­minta maaf dan memaafkan? .

Meskipun tindakan mulia me­minta maaf cukup sulit terlebih hati masih diselimuti ego yang tinggi mungkin karena status sosial, usia yang lebih tua, atau me­rasa tidak terlalu perlu karena menganggap perbuatanya biasa saja. Atau barangkali sudah sadar atas kesalahnnya tapi malu dan gengsi untuk meminta maaf du­luan. Namun ada tindakan - tinda­kan yang cukup membiasakan kita untuk tidak sungkan meminta maaf. Antara lain membiasakan sering meminta maaf saat ada hal yang tidak tepat menurut kita. Seperti terlambat hadir disuatu per­temuan, tidak menepati janji yang telah disepakati, lupa dan lain mes­kipun teman kita tidak terlalu mepermasalahkan.

Menggunakan kata tolong saat meminta diambilkan atau menyu­ruh seseorang agar orang yang di­min­tai tolong tidak merasa men­jadi rendah. Mengucapkan terima kasih sebagai atasan atas apa yang telah dilakukan bawahan­nya agar merasa dihargai hasil kerjanya. Dengan begitu kita tidak kaku lagi dan terbiasa dalam meminta maaf kepada orang lain.

Seperti hal nya meminta maaf, memaafkan juga butuh latihan setiap hari untuk belajar ikhlas menerima kembali orang yang telah melukai hati kita. Caranya, selalu berfikir positif bahwa apa yang dikatakan atau dilakukan semata-mata karena ketidak­tahuan­nya, khilaf dan tidak dise­ngaja. Disini maksudnya, Dia tidak tau kalau yang dilakukan bisa me­lukai perasaan orang lain. Sedang­kan jika tindakannya me­mang disengaja mungkin Dia sedang dikuasai oleh sifat buruk pada dirinya. Biasakan menegur untuk saling mengingatkan bahwa yang dilakukan itu salah, tetap dengan bahasa yang tidak meng­gurui, karena terkadang ada tipikal orang yang tidak senang jika ditegur padahal dia bersalah. Maafkanlah seseorang dengan segera walaupun kondisi kita mampu membalas perbuatannya dikemudian hari dengan lebih kejam.

Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, tetapi barang siapa memaafkan dalam berbuat baik (kepada yang berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah, sungguh, Dia tidak suka orang yang dzalim ( Q.S. Asy-Syura : 40).

Selalu mengingat bahwa Allah selalu memaafkan meski sering kali diduakan hambanya. Belajar dari tauladan Nabi Muhammad SAW yang memaafkan orang - orang yang benci padanya. Lantas bagai­mana dengan kita yang bukan siapa–siapa berupaya untuk som­bong dalam meminta maaf dan menerima maaf.

Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf serta jangan pedulikan orang – orang yang bodoh (Q.S. Al A’raf : 199)

Setiap perkataan tidak dapat ditarik kembali maka berhati – hatilah dalam berbicara agar tak menimbulkan sakit hati.

Penulis merupakan pegiat di Forum Lingkar Pena Medan.

()

Baca Juga

Rekomendasi