Merdang-merdem Kuta Medan

Oleh: Ramen Antonov Purba.

Medan berusia 426 ta­hun. Diawali pada tahun 1590 oleh Guru Patimpus. Putra asal Aji Jahe, menikah dengan Boru Bangun dari batu karang. Bertu­buh kekar, tinggi, gagah dan ber­jiwa patriotik. Ahli dalam berba­gai pengetahuan, obat-obatan, ilmu gaib, dan memiliki kesak­tian. Luar biasa seorang Guru Pa­timpus. Perjalanan panjang yang dilakukannya menjadi se­jarah yang menginsipirasi pem­ba­ngunan kota Medan.

Bertujuan mencoba kesakti­an, Guru Patimpus menuruni lembah-lembah mistis. Mele­wati hutan rimba dan binatang buas. Ia mendaki lembah-lem­bah terjal dan curam. Menelu­su­ri aliran Lau Petani menuju hi­lir sungai Deli. Akhirnya mem­bu­ka dan mendirikan kampung dipertemuan sungai Deli dan Babura yang dinamainya de­ngan ‘Mada an’. Mada an arti­nya baik atau sembuh.

Dahulu di perkampungan ba­nyak yang sakit. Guru Patimpus yang memiliki pengetahuan obat, melakukan pengobatan. Kemudian berubah menjadi ‘Medan’ seperti sekarang. ‘Ku­ta’ berubah menjadi ‘Kota’.

Merdang merdem merupa­kan bahasa Karo yang sama de­ngan kerja tahun. Merdang mer­dem adalah upacara perayaan syukur kepada Sang Pencipta. Syukur atas kelimpahan rejeki yang diberikan. Syukur atas hujan yang diturunkan berlimpah ke lahan-lahan pertanian. Syu­kur atas hasil panen yang ber­lim­pah.

426 tahun bukan waktu yang singkat. Wajar jika kita meng­ucap syukur. Medan bukan lagi seperti dulu, sederhana dan tra­disional. Medan sudah metropolitan. Didiami ragam suku dan agama. Mulai Karo, Toba, Jawa, Mandailing, Tionghoa dan lain­nya.

Pembangunan sangat ber­kem­bang. Mall ada dimana-ma­na. Pusat perbelanjaan tak sulit dijangkau. Hotel berbintang ber­taburan. Hebatnya, Medan me­ru­pakan Ibu Kota provinsi Su­ma­tera Utara. Salah satu pro­vinsi terbesar di Indonesia.

Beberapa waktu lalu, dila­ku­kan merdang merdem kota Me­dan 2016. Kedua kalinya acara digagas. Berbagai acara ditam­pilkan. Ada ndikar (silat Karo), te­ater Karo, guro-guro aron (me­nari per marga dan beru), nya­nyian Karo dan pembacaan puisi Karo. Semua untuk memperi­nga­ti kemajuan kota Medan yang spektakuler. Dihadiri oleh tokoh Karo lintas agama. Pemuka adat Karo, sampai pejabat pemerinta­h­an lintas daerah. Dari Kabupa­ten Karo, Deli Serdang, Kota Me­dan, dan Gubernur Sumatera Utara.

Meski merdang merdem bu­daya Karo. Bukan berarti kota Medan dimiliki oleh suku Karo. Medan merupakan milik semua warga kota Medan. Denominasi suku, agama, kebudayaan dan adat istiadat. Karenanya, kita wa­jib berpartisipasi aktif dalam pembangunan yang digagas Guru Patimpus Sembiring Pela­wi. Sejarah kota Medan harus dikenang dan diperingati. Men­jadi pemacu semangat mema­ju­kan kota Medan yang kita cin­tai.

Kota Metropolitan

Kota Medan merupakan kota besar. Terdiri dari 21 Kecamat­an dan 149 Kelurahan. Sistem pemerintahan menjadikan Me­dan dipimpin oleh walikota dan wakil. Setiap tahun ada pemba­ngunan yang dilakukan.

Wajar di Medan semua sudah tersedia. Mulai dari rumah sekolah sam­pai rumah sakit ada. Pusat per­belanjaan pun berdiri kokoh di beberapa lokasi strategis. Men­ja­dikan warga kota Medan tak kesulitan lagi memenuhi kebu­tu­hannya.

Warga dari wilayah lain ba­nyak yang datang ke Medan. Tak hanya untuk berbelanja. Ada yang bersekolah dan ber­obat. Sungguh maju kota Me­dan. Warga kota Medan patut mensyukuri berkat Tuhan. Kita sebagai warga kota Medan harus bersatu merawat dan mengem­bangkan kota Medan. Dengan de­mikian, perjuangan para pen­dahulu kita tak sia-sia.

Guru Patimpus Sembiring Pelawi memiliki harapan besar. Harapannya perlahan-lahan ter­penuhi. Kota Medan tak pernah berhenti). Mobilitas aktivitas cu­kup tinggi. Kota Medan tak kalah dengan kota besar seperti Jakarta dan Surabaya. Tinggal meningkatkan pembangunan. Demi kebaikan, kenyamanan, kesejahteraan, dan kedamaian warga medan.

Menghargai Sejarah

Kita tak boleh lupa dengan se­jarah. Sejarah besar yang men­jadikan kita memiliki tempat bernaung. Guru Patimpus meno­rehkan sejarah yang penting. Bu­kan hanya bagi warga kota Medan, juga bagi Indonesia. War­na khas yang dikontribusi­kan pada kebudayaan bangsa, serta cikal bakal pembangunan yang mengandung nilai perjua­ngan, harus selalu dikenang.

Spirit yang dimilikinya harus digali dan dilestarikan. Juga di­pelihara serta dibina untuk me­ningkatkan semangat berjuang dan cinta tanah air. Sejarah be­sar yang ditorehkan oleh tokoh- besar harus menjadi inspirasi.

Sehingga kita juga akan menjadi penoreh sejarah. Bukan hanya sebagai penikmat dari perjala­nan sejarah tersebut. Keagung­an jiwa Guru Patimpus harus men­jadi penyemangat warga Medan.

Salah satu bukti sejarah yang perlu dilestarikan yakni makam Guru Patimpus. Berada di kawa­san Hamparan Perak, Deli Ser­dang. Beberapa sumber merilis, makam dikelilingi ilalang. Ha­nya terdapat batu diatas kepala dan di kaki. Selebihnya hanya gundukan tanah. Sebagai ma­sya­rakat yang peduli dan meng­hargai sejarah, tentu harus ada per­hatian terhadap makam tersebut.

Jika memang makam tersebut masih menimbulkan tanda ta­nya. Tak ada salahnya melaku­kan penelusuran.

Peran peme­rin­tah kota Medan sangat diha­rapkan. Sejarah harus tetap di­jaga dan diperbaharui informa­sinya. Tak terjadi kesimpang­siuran. Tempat peristirahatan ter­akhir orang yang pertama mem­buka perkampungan cikal bakal Kota Medan tentu harus di­remajakan.

Besar harapan untuk tetap mengenang acara merdang merdem terus dilakukan. Agar warga Kota Medan senantiasa mengingat asal mula kota tem­pat dia bermukim. Agar warga Kota Medan senantiasa mengi­ngat pelaku sejarah dari berdiri­nya kota Medan. Semoga kota Medan semakin berkembang dan jaya.

Penulis; Staf UPT Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Politeknik Unggul LP3M Medan. Peminat budaya dan adat-istiadat suku Karo.

()

Baca Juga

Rekomendasi