Oleh: Christian Dior P. Sianturi, S.H.
Tulisan ini merupakan pandangan dari seorang calon advokat yang prihatin melihat tindakan para advokat yang melakukan penyuapan (korupsi) kepada hakim dan atau pejabat pengadilan dengan tujuan memenangkan atau menguntungkan perkara kliennya.
Dari berbagai sumber yang dikutip Penulis, dari tahun 2010 sampai dengan saat ini, ada sekitar sembilan advokat yang melakukan penyuapan kepada hakim dan atau pejabat pengadilan. Kesembilan orang tersebut ada yang sudah divonis bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan ada juga yang masih ditetapkan sebagai tersangka (belum divonis), yaitu: Adner Sirait, Haposan Hutagalung, Mario C Bernardo, Susi Tur Andayani, M. Yagari Bhastara, O.C. Kaligis, Bertha Nathalia Kariman, Kasman Sangaji, dan Raoul Adhitya Wiranatakusumah.
Sumpah Advokat
Jika diperhatikan dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat, sebelum menjalankan profesinya, seorang advokat wajib bersumpah menurut agamanya atau berjanji. Salah satu bunyi sumpah atau janji yang akan diucapkan oleh seorang advokat tersebut adalah “Demi Allah saya bersumpah/saya berjanji bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi di dalam atau di luar pengadilan tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada hakim, pejabat pengadilan atau pejabat lainnya agar memenangkan atau menguntungkan bagi perkara klien yang sedang atau akan saya tangani”.
Dari bunyi sumpah/janji tersebut di atas, terlihat jelas bahwa seorang advokat harus memang teguh prinsip “tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada hakim, pejabat pengadilan atau pejabat lainnya agar memenangkan atau menguntungkan perkara klien yang sedang atau akan ditanganinya”. Namun, yang terjadi belakangan ini adalah maraknya kasus penyuapan yang dilakukan oleh advokat kepada hakim dan atau pejabat pengadilan.
Advokat merupakan profesi yang terhormat (Officium Nobile). Hal itu berarti advokat sebagai penegak hukum harus memiliki sikap dan tindakan yang senantiasa menghormati hukum dan keadilan serta memegang teguh sumpah jabatannya. Penulis mengutip perkataan Hoegeng (mantan Kepala Kepolisian Republik Indonesia) yang berpesan bahwa “sumpah jabatan itu harus diingat terus dan dilaksanakan terus. Jangan diabaikan, seolah sumpah itu hanya diucapkan tetapi tidak untuk dilaksanakan dan dipedomani. Sumpah itu harus diwujudkan dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab secara konsisten dan konsekuen. Begitu kita lupa akan sumpah itu, kita bergerak memasuki gerbang kejahatan” (Bentang, 2014). Perkataan Hoegeng ini rasanya tepat untuk dijadikan pedoman bagi para advokat dalam menjalankan profesinya supaya benar-benar mengingat dan melaksanakan sumpah jabatan yang telah diucapkannya.
Mencari Kebenaran, Bukan Kemenangan
Mencari kebenaran, bukan kemenangan! Kata-kata itulah yang selalu dipegang teguh oleh seorang advokat, Yap Thiam Hien. Yap Thiam Hien merupakan seorang advokat yang selalu siap membela siapapun yang hak-haknya dicabik-cabik dan tidak pernah memandang bulu dalam membela siapapun yang datang kepadanya. Wejangan yang kerap disampaikan Yap Thiam Hien kepada kliennya adalah “jika saudara hendak menang perkara, jangan pilih saya sebagai pengacara anda, karena kita pasti akan kalah, tetapi jika saudara merasa cukup dan puas mengemukakan kebenaran saudara, saya mau menjadi pembela saudara”. Apakah sekarang ini masih ada advokat yang berani memberikan wejangan seperti itu kepada kliennya? Apakah sekarang sudah sebaliknya, mencari kemenangan, bukan kebenaran?
Rasanya sulit untuk menemukan seorang advokat yang berani memberikan wejangan seperti itu kepada kliennya, kecuali advokat (pengacara publik) yang memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma (Pro Bono). Kalau memang benar mencari kebenaran, mengapa sampai harus menyuap hakim ataupun pejabat pengadilan? Kebenaran dicari tidak dengan cara melakukan suap, tetapi dilakukan dengan cara memperjuangkannya dan membuktikannya dengan bukti-bukti yang dimiliki. Sepertinya para advokat yang melakukan penyuapan kepada hakim ataupun pejabat pengadilan tersebut tidak mungkin mencari kebenaran karena kalau memang mencari kebenaran pastinya para advokat tersebut akan berusaha untuk memperjuangkannya dan membuktikannya tanpa harus melakukan suap. Rasanya lebih tepat untuk mengatakan bahwa mereka bertujuan untuk mencari kemenangan dengan menghalalkan segala cara.
Kemenangan memang penting, tetapi itu bukan menjadi yang utama dan segalanya. Pada prinsipnya setiap advokat Indonesia harus jujur dalam mempertahankan keadilan dan kebenaran yang dilandisi dengan moral yang tinggi, luhur, dan mulia serta melakukan tugasnya tidak bertujuan semata-mata untuk memperoleh imbalan materi saja tetapi lebih mengutamakan tegaknya hukum, kebenaran, dan keadilan (Pasal 2 dan 3 huruf b Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI)). Dari bunyi pasal tersebut dapat simpulkan bahwa prinsip dasar seorang advokat Indonesia adalah harus mempertahankan dan mengutamakan kebenaran dan keadilan, bukan mengutamakan kemenangan.
Lebih lanjut, menjamin kemenangan kepada klien atas perkara yang ditangani seorang advokat merupakan suatu hal yang tidak dibenarkan di dalam Pasal 4 huruf c KEAI. Menurut Harry Ponto (advokat senior), “jaminan sebuah kemenangan merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh para advokat untuk mencari atau merebut klien. Pada dasarnya klien itu mencari kemenangan atas suatu sengketa hukum, makanya klien cenderung mudah tergiur begitu datang seorang advokat yang menawarkan jasa dengan iming-iming kemenangan. Hal seperti itulah yang terjadi di dalam praktik dan jadi salah satu dinamika yang terjadi di lapangan” (hukumonline, 24/08/2015).
Advokat harus berani menolak hal seperti itu karena pada dasarnya perbuatan itu sudah melanggar kode etik advokat. Sebagaimana diungkapkan oleh Frans Winarta (advokat senior) bahwa “advokat harus berani berkata tidak terhadap bujukan agar membeli kemenangan atas kliennya. Ia juga berpesan kepada semua advokat harus mensyukuri nikmat yang ada. Tidak perlu takut tidak bisa hidup, tidak dapat rezeki, tidak dapat klien, dan tidak dapat perkara” (hukumonline, 20/06/2016). Yang perlu ditanamkan oleh seorang advokat adalah mempertahankan dan mengutamakan kebenaran dan keadilan. Tegakkanlah kebenaran dan keadilan! Bila kebenaran dan keadilan sudah didapatkan, pastilah kemenangan juga telah didapatkan.***
Penulis adalah Calon Advokat / Alumnus Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran.