Mencari Ulang Makna “Tepo Seliro”

Oleh: Dr. Muhammad Syukri Albani Nasution, MA

Salah satu ajaran Islam yang berhasil diterjemahkan cukup baik bagi masyarakat Muslim dunia adalah toleransi, tenggang rasa- Tepo Seliro”. Hal ini bisa kita saksikan misalnya dalam Piagam Madinah. Sampai dengan saat ini, kita selalu mendengarkan anjuran dan arahan tentang toleransi, harga menghargai sampai sampai ketika kita berpuasa-pun, kita dianjurkan untuk menghargai “hak orang yang tak berpuasa di bulan Ramadan”. Begitu indah-lah seharusnya kita memaknai toleransi yang di ajarkan dan menjadi tradisi dalam kehidupan di negara ini. 

Namun, seluruh umat Islam sesungguhnya merasa kecewa dengan tragedi Tanjung Balai. Meskipun kita harus mendengar tuntas apa penyebab dan masalahnya, namun berlaku anarkis dengan onsep-konsep agama tidaklah dimaklumkan, namun perlu kita cari tahu lebih jauh mengapa hal itu terjadi. 

Bukankah pesan untuk bebas melaksanakan ajaran dan agama masing-masing sesuai pasal 29 UUD 1945. Bukankah Azan bagi orang Islam bagian dari ajaran keagamaan, lalu apa yang salah dengan azan.?

Terasa masih “ada yang belum beres” dalam penerapan ber-toleransi-bertenggang rasa dan ber-topo selero kita. Inilah yang harus menjadi dasar memberi penerjemahan konkrit tentang toleransi tersebut. Jangan hanya sekedar “berkoak-koak” membincangkan hak beragama, yang terkadang, kita sibuk menjaga toleransi, namun kita tidak diberikan hak beragama di tempat lain.

Negara perlu tegas menyikapi hal ini. ini tidak menjadi masalah biasa bila dibiarkan. Jangan sampai ada perpecahan gara-gara pemerintah menganggap enteng masalah yang sensitif ini. 

Menteri Agama harus membuat gerakan konkrit menerjemahkan makna toleransi dan tenggang rasa dari desa- ke desa sampai pada simpul yang paling kecil. Jangan sampai memahami toleransi hanya berhenti di idiologi saja, jangan hanya berhenti di kota-kota besar saja, makna toleransi harus di bebas jalankan sampai ke daerah-daerah terpencil dan tersudutkan. 

Umat Islam dan Tepo Seliro

Sebenarnya di beberapa daerah budaya tenggang rasa sudah sangat baik di terapkan. Budaya saling menghargai dan menghormati dalam perbedaan agama dan keyakinan, kita sebut saja di Surabaya, masyarakat muslim dan non muslim tidak jarang kita temui bahkan saling jaga dan mengamanan pada hari-hari besar berlangsung. 

Toleransi akan diterjemahkan berbatas dengan keyakinan dan ajaran keagamaan. Agama apapun, jika ingin menerjemahkan toleransi maka berhentilah pada hal-hal yang sifatnya memberi kebebasan tentang ajaran agamanya. Tentunya diikat dengan atauran pemerintah yang berlaku. Selebihnya, maka akan berpulang pada inti ajaran penganutnya masing-masing. Islam tidak boleh menggadai ajaran dan aspek ibadahnya atas nama toleransi. Sebab toleransi tidak boleh mengganggu nilai inti ajaran keislaman.

Budaya tepo seliro umat beragama cukup berhenti di memahami, menghargai dan memberi keselamatan seluas-luasnya dan sebaik-baiknya pada perbedaan yang diakui. Bukan merubah paradigma, merubah norma, merubah “teks suci” yang sudah diajarkan oleh agama. Di sinilah peran keluasan hati kita memaknai toleransi. Maka, siapa yang tak “tersinggung”, jika simbol-simbol keagamaannya diganggu bahkan di rusak, hak kebebasan beragamanya dibatasi lewat egoisme pribadi. Padahal agama-adat beradat di negara kita sudah jauh-jauh hari mengajarkan perdamaian, menghargai perbedaan.

Siapapun kita, jika ingin menegakkan perdamaian di bangsa dan negara ini, berhentilah menghakimi ajaran agama orang lain, tatati agama masing-masing dengan jalan yang benar. Lakum dinukum waliyadin. Pahami ayat ini agar nilai perdamaian tumbuh abadi dalam kehidupan. PR besar pemerintah yang juga tak luput dari tanggung jawab masyarakat untuk merubh paradigma tersebut. Telah lama kita jaga perdamaian di bangsa dan negara ini, jangan sampai masalah kecil menodai penghormatan kita pada perbedaan. Secepatnya pemerintah harus ambil tindakan serius. Bukan hanya sekedar penghakiman, tapi juga tindakan pembelajaran. Semoga bangsa ini lebih baik kedepannya.***

Penulis Sekretaris Umum MUI Kota Medan, Wakil Dekan III FKM UIN SU

()

Baca Juga

Rekomendasi