Oleh: Drs. Gustap Marpaung, SH. Memahami arti warga Negara merupakan identitas resmi seseorang terhadap satu negara. Makna yang melekat dalam defenisi sebuah Negara, ada apa bila ada tiga unsur yang tridak terpisahkan yaitu wilayah (daerah), ada penduduk (warga negara) dan ada pemerintahan.
Warga negara melekat hak dan kewajiban. Artinya, bila seseorang itu menjadi warga negara satu negara maka hak diperolehnya dan kewajiban dia tunaikan. Hal ini penting sebab menyangkut kedaulatan satu bangsa. Tidak semua orang yang berada pada satu negara warga negara dari negara yang ditempatinya. Bisa saja seseorang itu sedang menuntut ilmu atau bekerja di negara itu.
Arcandra Tahar yang semula WNI bekerja selama 20 tahun di Amerika Serikat (AS) bisa saja mendapatkan status kewarganegaraan dari PemerintahAS, bisa saja tidak yakni tetap sebagai warga Negara Indonesia. Presiden Joko Widodo (Jokowi) memanggil Archandra ke Indonesia untuk menjadi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Kendati akhirnya setelah menuai kritik, Presiden Jokowi memberhentikan dengan hormat Acrhandra Tahar sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Senin (15/8).
Saat dilantik pada Rabu (27/7/2016), Arcandra sudah memegang paspor AS setelah melalui proses naturalisasi pada Maret 2012 dengan mengucapkan sumpah setia kepada AS. Karena Indonesia belum mengakui dwikewarganegaraan, secara hukum, Arcandra dinilai sudah kehilangan status WNI-nya.
Warga Negara Indonesia yang lama bermukim di luar negeri, pulang ke Indonesia menjadi pejabat negara bukan kali yang pertama buat Arcandra Tahar. Era pemerintahan Orde Baru, Presiden Soeharton tahun 1974 memanggil pulang Bacharuddin Jusuf Habibie yang telah lama berkarier di Jerman untuk duduk di pemerintahan.
Pulangnya Habibie ke Indonesia dari Jerman tidak menjadi polemik seperti Arcandra Tahar yang telah lama di Amerika Serikat. Penyebabnya karena diduga Arcandra pernah memiliki paspor Amerika Serikat.
Bila seseorang memiliki paspor satu negara maka otomatis seseorang itu warga negara dari paspor yang diterbitkan negara tersebut. Apakah Arcandra benar memiliki paspor Amerika Serikat atau tidak butuh pembuktian lebih lanjut dan kejujuran dari orang tersebut.
Soal lama atau sebentar berada di luar negeri tidak menjadi penentu seseorang itu menjadi warga negara dari negara tersebut. Habibie lama berkarier di luar negeri tetapi tetap warga Negara Indonesia. Setelah menamatkan studi di SMAK Dago, Bandung, Habibie melanjutkan kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB) jurusan Teknik Mesin dan lulus tahun 1954. Kemudian melanjutkan studi di Rhenisch Wesfalische Tehnische Hochscule Jerman. Tahun 1965 Habibie meraih Doktor Ingenieur (Doktor Teknik) dengan keahlian bidang Desain dan Konstruksi Pesawat Terbang.
Lantas, Habibie bekerja di Messerschmitt-Bolkow-Blohn atau MBB Hamburg. Kariernya bagus sehingga dipercaya menjadi Vice President sekaligus Direktur Teknologi di MBB periode 1973-1978. Satu hal yang biasa karena prestasinya, Pemerintah Jerman menawarkan untuk menjadi warga negara kehormatan. Namun, Habibie menolak tawaran itu dan memilih tetap menjadi warga Negara Indonesia. (dikutip dari buku berjudul, ‘Habibie dan Ainun’)
Status Warga Negara Harus Jelas
Tahun 1974, Presiden Soeharto memerintahkan Mayjen TNI Ibnu Sutowo menemui BJ Habibie di Jerman untuk membujuk agar dia mau pulang ke Indonesia untuk membangun industri dirgantara. Habibie langsung mengiyakan permintaan Presiden Soeharto dan kembali ke Indonesia. BJ. Habibie diangkat menjadi penasihat pemerintah pada bidang teknologi pesawat terbang dan teknologi tinggi dan sebagai Menteri Riset dan Teknologi.
Habibie dengan mudah kembali ke Indonesia karena status warga Negara Indonesia dan tidak pernah mengambil status warga negara kehormatan yang ditawarkan Jerman. Habibie tetap berstatus sebagai permanent resident di Jerman Barat.
Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia menyebutkan, warga negara Indonesia kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri, tidak menolak, atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain.
Pasal 31 Ayat 1 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 tahun 2007 sebagai aturan pelaksana Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia menyatakan status warga negara harus jelas, tidak boleh dua kewarganegaraan. PP ini berlaku buat semua warga Negara Indonesia tanpa terkecuali.
Berdasarkan PP No. 2 tahun 2007 Pasal 31 Ayat 1, “Warga Negara Indonesia dengan sendirinya kehilangan kewarganegaraannya karena: Memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri; Tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu; Masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden; Secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya dapat dijabat oleh Warga Negara Indonesia; Secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut; Tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing; Mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya; atau Bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia selarna 5 (lima) tahun terus menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi Warga Negara Indonesia sebelum jangka waktu 5 (lima) tahun itu berakhir.
Setiap 5 (lima) tahun berikutnya yang bersangkutan tidak mengajukan pernyataan ingin tetap menjadi Warga Negara Indonesia kepada Perwakilan Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan padahal Perwakilan Republik Indonesia tersebut telah memberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan, sepanjang yang bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.”
Polemik tentang kewarganegaraan memiliki dasar hukum yang kuat dan ini harus diimplementasikan secara jelas dan tegas sebab menyangkut soal tatanegara satu negara dan hubungan dengan tatanegara lain selain Indonesia.
Masalahnya tidak sederhana maka jangan disederhanakan. Pindah warga negara itu merupakan Hak Azasi Manusia (HAM) akan tetapi harus melalui mekanisme hukum yang jelas sehingga Indonesia di mata internasional memiliki kewibawaan dan tidak melanggar koridor dari kedaulatan negara lain dan mengukuhkan kedaulatan Negara Indonesia.
Menjadi menteri tentu harus dinilai dari kesetiaan bernegaranya. Seorang menteri yang memiliki status dua kewarganegaraan tentu diragukan kesetiaannya terhadap Indonesia.
Sesungguhnya PP No. 2 Tahun 2007 berlaku untuk semua warga negara Indonesia dan menjadi contoh kepada para pejabat negara agar negara berdaulat. Kita tidak ingin Indonesia yang sudah 71 tahun berdaulat, tercemar dengan ketidak jelasan warga negaranya. Siapapun itu karena negara itu ada karena pertama ada wilayah (daerah), kedua ada penduduk (warga) dan ketiga ada pemerintahan. Satu kesatuan yang utuh.
Syukur Presiden Jokowi bertindak tegas dan cepat, kendati hal ini menjadi pelajaran dalam kehidupan bernegara ke depan agar tidak terulang. ***
Penulis adalah alumnus Fisip USU dan FH Univ Langlangbuana Bandung. Saat ini berdinas di Pengadilan Negeri Kupang, NTT