Oleh: Amran Ekoprawoto.
“Modal bagi kehidupan individu, kultur, sosial -bahkan ekonomi- dapat dihasilkan melalui pendidikan seni. Melalui pendidikan seni, juga mencakup pengajaran apresiasi seni. Mereka diharapkan memperoleh pengalaman seni meliputi pengalaman mengapresiasi seni dan pengalaman berekspresi seni.
Pengalaman apresiasi seni diperoleh melalui kegiatan mengindra karya seni, merasakannya, memahaminya, mengimajinasikan dan merenungkannya“.
(Prof. DR. Yus Rusyana, Universitas Pendidikan Indonesia)
Dalam kehidupan manusia proses pendidikan merupakan hal penting. Memiliki hubungan dan intraksi sosial, mampu mempengaruhi perkembangan kepribadian manusia. Dengan aktivitas kegiatan pendidikan mamunsia mampu melakukan perubahan individu dan prestasi hidup yang merupakan hasil proses dari kegiatan belajar .
Djumberansyah, menambahkan: Pendidikan sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi. Pembawa baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Usaha-usaha dilakukan untuk menanamkan nilai-nilai dan norma-norma. Mewariskannya kepada generasi berikutnya untuk dikembangkan dalam hidup dan kehidupan yang terjadi dalam suatu proses pendidikan. Bagaimanapun peradaban suatu masyarakat, didalamnya berlangsung dan terjadi suatu proses pendidikan sebagai usaha manusia untuk melestarikan hidupnya.
Seni sebagai hasil kreativitas manusia mampu menjadi sarana komunikasi rasa. Dengan keberadaan karya seni sebagai implementasi kontak rasa, intuisi dan batin.
Ki Hajar Dewantara mengemukakan bahwa: Seni adalah perbuatan manusia yang timbul dari kehidupan perasaannya. Bersifat indah, sehingga dapat menggerakkan jiwa perasaan manusia. Seni itu indah karena tumbuh dari jiwa yang indah. Seni berpengaruh terhadap jiwa pengamat. Seni mempengaruhi jiwa pengamat menjadi indah, sepertii keindahan yang ada pada seni sehingga pengamat menjadi orang yang berhati indah dan luhur.
Pendidikan seni berfungsi sebagai pengembang sensitivitas, kreativitas dan pengembangan ketrampilan. Memberi kesempatan untuk berekspresi, pengembangan imajinasi, daya cipta dan untuk mampu mengembangkan ide – gagasan.
Komunikasi antara seni, pendidikan dan aktivitas kegiatan belajar menjadi mata rantai dalam dari aktivitas kehidupan manusia.
Suwaji Bastomi, menambahkan: Seni untuk pendidikan, yaitu seni yang dipergunakan sebagai alat ntuk mencapai tujuan pendidikan umum. Tujuan pendidikan seni, membentuk manusia paripurna, selaras dan seimbang antara lahir dan batin serta lingkungannya. Seni pendidikan diberikan di sekolah-sekolah khusus kesenian (sekolah kesenian). Diberikan pendidikan seni untuk membekali siswa-siswa agar menjadi manusia yang profesionalisme dalam bidang seni.
Pendidikan kesenian tidak hanya ditilik dari bentuk dan strata formalnya. Harus dipahami sebagai suatu piranti dasar pemahaman kesenian. Dalam kegiatan berolah seni mampu mencetuskan segala perasaan dan pengamatannya. Untuk mewujudkan dalam suatu bentuk ungkapan yang memiliki pemaknaan rasa sebagai ungkapan ekspresi. Melatih seseorang untuk menajamkan kepekaan rasa, dengan demikian semakin terasah kepekaan sosial. Apalagi dimulai dari usia sedini mungkin pada anak-anak. Pada gilirannya memberi dampak positif dalam memupuk kesadaran dan kepekaan serta kemandiran dalam mengambil sebuah keputusan. Ini dilakukan anak sewaktu melakukan pekerjaan melukis - menggambar dalam pemilihan warna. Dia terbebas sehingga menjadi sikap ini membentuk pada dirinya.
Dalam pendidikan yang mereka terima justru terjadinya pemaksaan kehendak. Dilakukan para orang tua/guru, dalam kerja melukis – menggambar . Pada saat ini sikap kepedulian, kepekaan rasa mulai terkikis. Mengarah pada acuh tak acuh, masa bodoh. Malah mengarah pada egosentris, kekerasan, sikap mau memang sendiri. Menjurus pada menghalalkan semua cara demi tujuan tertentu.
Herbert Read, menandaskan: Seni adalah sarana pendidikan seutuhnya.
Pendidikan adalah pembinaan perkembangan. Selain kematangan fisik, perkembangan ini hanya nampak dalam ekspresi yang berupa tanda-tanda dan lambang-lambang visual atau auditif. Oleh karenanya itu pendidikan dapat diartikan sebagai pembinaan. Cara-cara untuk berekspresi mengajarkan kepada anak-anak untuk dapat mampu, menghasilkan suara, perwujudan rupa, gerakan dan bentuk-bentuk wujud lainnya.
Sebagai aktivitas pengembangan manusia maka berhubungan dengan lembaga formal. Dalam pelaksanaan teknis operasional pendidikan diatur dalam pedoman pelaksanaan berupa kurikulum. Dalam kaitan ini peran kurikulum memiliki tujuan untuk mengembangkan tujuan pendidikan sesuai dengan kebijakan dan peraturan. Telah disusun oleh Pemerintah dan disetujui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), melalui Departemen Pendidikan Nasional RI.
Dalam kehidupan manusia pendidikan menjadi hal utama dalam mencerdaskan diri. Sebagai upaya untuk mengangkat harkat dan martabat. Pada sisi lain, seni itu tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Dalam menata kepekaan intuisi, rasa keperdulian dan empati terhadap proses kehidupan ini serta menenuhi kebutuhan batiniah.
Pengamat Seni Arie F Batubara mengemukakan: dalam kehidupan manusia ada tiga aspek mempengaruhi dalam menentukan pola tingkah lakunya. Baik yang berhubungan dengan pergaulan sesama manusia maupun lingkungannya, yaitu logika, etika dan estetika.
Dengan ketiga unsur ini harus mampu berjalan dengan seimbang dan serasi sehingga mampu membentuk manusia yang berkualitas. Memiliki wawasan yang mengarah pada kreativitas, kearifan dan kecerdasan. Memiliki kepekaan dan tingkat apresiasi seni yang baik dan berbobot.
Pendidikan seni seharusnya dibina sejak sedini mungkin, pada anak-anak usia 4 tahun. Aktivitasnya dalam berolah seni (senilukis), sangat tinggi. Pada usia 4 tahun sampai 9 tahun aktivitas anak-anak dalam melakukan pekerjaan senilukis sangat ekspresif dalam menciptakan-mewujudkan ungkapan, ide – gagasannya.
Kekuatan sensitivitas dan kreativitas sangat besar, dengan leluasa dan kebebasan kreativitasnya. Mereka melahirkan ungkapan simbol-simbol dari ekspresi karyanya. Ungkapan penuh dengan kesan reaksinya terhadap apa yang dilihat, diamati dan dialaminya. Tidak mengenal proporsi, sapuan warnanya sebegai benda ekspresi dalam tatanan warna yang bebas. Tanpa memperdulikan kenyataan yang ada di alam. Sebagai mana orang dewasa melihat daun berwarna hijau, atau awan berwarna biru . Awan dapat saja berwarna hitam atau merah , daun berwarna coklat ataupun dapat berwarna kuning.
Anak-anak berbicara melalui bahasa intuisi, bahasa rasa, sehingga rasionalnya tidak berfungsi. Dominan adalah kepekaan intuisi. Apa yang diungkapakan adalah sebuah kemurnian dari seorang anak melihat, mengamati sesuatu yang dialaminya.
Sensitivitas sangat tinggi inilah yang harus dipupuk. Kepekaan rasanya terasah sampai beranjak remaja, dewasa. Justru sensitivitas ini senantiasa dibekukan dengan berbagai paham, dokrin yang disampaikan - dipesan orang tua atau guru. Kenyataan ini dapat kita rasakan dalam kehidupan nyata saat ini kita semakin menipis rasa kepekaan dan kepedulian terhadap sesama.
Seni merupakan kristalisasi dari proses pengembangan kreativitas dalam melahirkan sebuah karya seni serta menjadi sarana komunikasi antar manusia , bangsa dan Negara.
Menjadi media komunikasi rasa bagi manusia untuk menenuhi kebutuhan hidupnya. Manifestasi ungkapan dijabarkan dalam bentuk simbolis, imajinasi, kemampuan dalam menawarkan siratan ide - gagasan dan perasaan.
Peran rasional serta nilai praktis, ekonomis sangat diutamakan sehingga segala cara dihalalkan untuk mencapai tujuan. Tanpa memikirkan keseimbangan kosmologi, pendidikan seni dalam tatanan kehidupan manusia.
Penulis; pengamat senirupa, tinggal dan menetap di Bogor.