(Pesan Moral bagi Jemaah Haji Indonesia)

Istiqamah dalam Beramal

Oleh: H. Suhaidi Arfan Lc, MA. Beramal sedikit lalu diamalkan merupakan salah satu konsep aja­ran Islam yang seharusnya dilaku­kan umat Islam. Dalam konteks haji, para jemaah haji yang kembali ke tanah air diha­rapkan memiliki sikap istiqa­mah dan berupaya mem­pertahankan dan meningkat­kan kualitas ibadah­nya, karena selama menunaikan haji mereka te­lah dilatih, dibimbing dan lang­sung mengikuti ritual ibadah. Sete­lah kembali ke tanah air sikap istiqamah mengamalkan ajaran Islam harus ditunjukkan sebagai buah keberhasilan haji.

Islam secara harfiah dimaknai dengan al-khudu’u atau at-ta’atu (patuh dan tunduk), makna yang terkandung di dalamnya bahwa seorang Muslim adalah mereka yang patuh dan tunduk pada perintah Allah dan Rasul-Nya. Kepatuhan melaksanakan syariat agama menjadikan seorang Mus­lim selamat hidupnya dari berbagai godaan yang membengkokkan dirinya dari jalan yang benar dan mampu menyelamatkannya dari kehidupan dunia yang keras, kejam dan bengis.

Sebagai seorang Muslim yang baru saja dilatih untuk memper­baiki diri dalam meningkatkan kualitas amal ibadah maka harus memiliki konsep agar tetap konsis­ten dan istiqamah pasca kembali dari tanah suci. Untuk menjaga konsistensi dan istiqamah memang bukan hal yang mudah, pada artikel ini penulis ingin ber­bagi ilmu dan pengalaman dengan pembaca agar tetap istiqa­mah melanjutkan kegiatan amaliyah ta’abbudiyah seperti yang telah dilaksanakan selama menunaikan rukun Islam ke lima.

Selalu Berbicara yang Baik

Dalam sabdanya Rasul mene­gaskan,”man kana yu’minu billah wal yaumil akhir fal yaqul khairan au liyasmut (Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhirat hendaklah ia berkata yang baik atau diam). Di antara kebaikan se­orang Muslim ia senantiasa berbi­cara yang baik-baik, tidak menge­luarkan perkataan keji dan kotor, tidak menipu orang, men­jauhi ghibah, dan perkataan yang menya­kitkan hati orang lain.

Seorang Muslim selamat lisan­nya dari perkataan yang tidak ber­guna dan bermanfaat, dia hanya berbicara yang baik-baik saja, karena semakin banyak bicara akan semakin banyak kesalahan yang dilakukan, sebagaimana pepatah lama mengatakan “mulutmu adalah harimaumu”.

Selama berada di tanah suci seluruh jemaah haji dibiasakan untuk memperbanyak zikir dan mengucapkan perkataan baik yang tidak mengandung jidal maupun rafas, maka saatnya mengamalkan dan melanjutkan tradisi baik itu di tanah air dengan berupaya me­ngunci mulut dari perkataan yang buruk.

Semangat untuk Zuhud di Dunia dan Cinta Akhirat

Semua jamaah haji yang datang dari berbagai penjuru dunia me­nanggalkan pakaian kebesaran dan hanya menggunakan pakaian ihram yang warnanya sama dan tidak berjahit. Salah satu nilai kese­der­hanaan yang diajarkan Islam dalam hal ini yakni bersikap zuhud, tidak terpesona dengan kilauan du­nia. Sikap zuhud akan melahir­kan cinta akhirat yang lebih mene­kan­kan ke­giatan di dunia untuk meng­gapai kehi­dupan akhi­rat yang aba­di. Tidak ada amalan selama di tanah suci kecuali mem­perbanyak kebai­kan, ini mendidik kita menja­di pri­badi yang mencin­tai akhirat. Se­ba­lik­nya cinta dunia akan men­ja­dikannya manusia yang tamak har­ta, rakus jabatan dan cinta syahwat.

Mendahulukan Perintah Allah

Ketaatan Seorang Muslim ketika berada di tanah suci luar biasa, begitu seruan Tuhan berku­mandang segera memenuhinya dengan kerelaan meninggalkan apa yang dia cintai. Begitulah kecintaan kita kepada Tuhan, maka sekem­balinya dari tanah suci sikap seperti ini harus dipertahankan. Mungkin selama ini panggilan Tuhan selalu di nomor duakan dan terkadang malah diabaikan kini saatnya merubah kebiasaan buruk tersebut dengan mendahulukan perintah-Nya. Itu tanda sempurnanya iman dan berkualitasnya pribadi yang bersangkutan. Jeleknya iman dan buruknya makhluk ciptaan Tuhan terlihat dari mereka yang selalu melalaikan, mengulur-ngulur waktu berbuat baik bahkan berani mengabaikan perintah Tuhan. Mereka itu makhluk Tuhan yang berjalan di muka bumi dengan sombong, padahal Tuhan telah me­la­rang menjadi orang som­bong,­”wala tamsyi fil ardi maraha” (ja­nganlah kamu berjalan di muka bumi dengan sombong). Orang sombong enggan memenuhi pang­gi­lan Tuhan, malas beribadah, tidak mau menundukkan wajah dan men­cium lantai. Pada hal dia makhluk biasa, yang lemah, tidak memiliki kekuatan, dan kekayaan yang be­rarti, apa yang dia punya sesung­guhnya adalah pemberian Tuhan yang tidak disadarinya.

Banyak Bersyukur

Banyak nikmat Tuhan yang dianugerahkan kepada manusia, seandainya kita gunakan air laut sebagai tinta dan ranting pohon sebagai pulpennya untuk menu­liskan satu persatu karunia Tuhan pasti tidak akan mencukupi. Mere­ka yang berangkat haji patut ber­sykur karena telah diberikan Tuhan kesempatan menyempur­nakan ajaran Islam dan memenuhi pang­gi­lan Tuhan. Masih banyak orang yang menunggu giliran berangkat haji dan masih banyak pula yang belum memiliki kesempatan untuk haji. Maka salah satu upaya untuk mensyukuri nikmat Tuhan dengan semakin mening­katkan ketaatan pada Allah. Sekem­balinya dari tanah air sikap berusaha untuk men­jaga dan melaksanakan perin­tah Tuhan harus terpatri kuat dalam diri kita sebagai ungkapan syukur. Mereka yang bersyukur akan selalu berzikir, mendekatkan diri kepada rabbnya.

Memiliki Hati yang Bersih dan Iman yang Terjaga

Hati seorang Muslim yang senantiasa istiqamah dan konsisten menjalankan syariat Tuhan akan bersih dan suci karena qalbunnya salim. Hati yang dipenuhi oleh iman yang kuat akan mendorong dirinya untuk dekat kepada Tuhan dengan meningkatkan kualitas ibadah. Cinta Tuhan dan kualitas ibadah yang selalu dikerjakan akan me­ngokohkan iman dan mem­bersih­kan hati manu­sia dari berbagai koto­ran dan maksiat. Hati yang jernih dan bersih akan me­lahirkan perbua­tan mulia seba­liknya hati yang kotor akan mem­bawa pemilik­nya berbuat kotor lagi menjijikan. Walaupun hati kecil teta­pi dia sangat mem­pengaruhi kehidu­pan seseorang, karena dia seperti raja dan anggota tubuh adalah pra­jurit­nya. Jika raja­nya baik, saleh maka rakyatnya saleh dan baik, kalau raja­nya suka bermaksiat maka bawa­han pasti mendapat dukungan atasan untuk ikut maksiat juga. Maka sekembali dari tanah suci jamaah haji tentu memiliki hati yang sehat, bersih dan iman yang kuat. Jangan kotori hati yang sudah bersih dengan noda maksiat dan jagalah iman, kare­na dia pasang surut, bisa bertambah, berkurang bahkan hilang sama sekali.

Pesan akhir penulis buat jamaah haji tercinta untuk terus berlomba-lomba dalam melakukan kebai­kan­”fastabiqul khairat” sebagai lang­kah untuk menjaga sikap istiqamah dan konsistensi dalam beramal ibadah pasca haji, semoga menjadi haji yang mabrur.

Penulis Dosen STAI Hikmatul Fadhillah

()

Baca Juga

Rekomendasi