Medan, (Analisa). Angin kencang beberapa hari lalu turut merusak sejumlah rumah di Medan dan Deliserdang. Beberapa atap warga jatuh bahkan berterbangan. Melihat kondisi ini, sebaiknya, masyarakat disarankan kembali melihat kekuatan bangunan di kawasan yang memang berada di zona angin kencang.
Dosen Teknik Sipil Universitas Negeri Medan (Unimed) bidang Keahlian Struktur Bangunan, Sutrisno, Rabu (14/9) menyarankan masyarakat yang berada di zona angin maksimum dapat mengikuti prinsip desain bangunan yang sesuai.
"Kalau dari prinsip mendesain bangunan, ada yang dinamakan unsur beban. Salah satu beban itu yakni (beban) angin. Saat merencanakan beban angin untuk mendesain si gedung, kemudian datang hal-hal yang di luar perencanaan, maka gedung-gedung itu pasti akan bermasalah. Istilah ekstrimnya, bisa roboh," sebutnya.
Analisisnya, jika bagian atap saja yang terangkat atau rusak, bukan bangunan, maka masyarakat disarankan mematuhi ketentuan khusus. "Kalau tentang desain atap, ada namanya kemiringan atap. Kemiringan atap ini, jika yang ketarik adalah angin yang datang dan kemudian angin itu bekerja sebagai angin hisap, berarti kemiringan atap itu tidak direncanakan dengan baik. Kemiringannya (yang tidak baik) seperti itu, bisa menyebabkan timbulnya angin hisap, bukan angin tekan. Kalau itu adalah angin tekan, (atap) tidak akan lepas. Artinya, kalau (atap) terbang, hal itu disebabkan angin yang datang berubah menjadi angin hisap sehingga terangkat si atap rumah itu," paparnya.
Terkait rusaknya sejumlah rumah-rumah tersebut, juga harus dilihat kondisinya. "Atapnya itu roboh atau terangkat bergeser? Dia bisa begini. Kalau anginnya angin datang, perkiraan saya angin datang itu menyebabkan angin hisap. Ada istilahnya 'jumping hidrolik'. Seperti air mengalir, terus air menabrak, kemudian sisi yang ditabrak itu, di belakangnya, ada yang menarik air. Jadi ada yang menghisap. Angin dan air itu sama, hidrolik, fluida, maka perilakunya pun serupa. Kalau memang robohnya atap menekan ke bawah dan tidak semua, berarti ikatan si atap dengan ring balok di penghujung rumah itu tidak kuat. Pengait antara atap dengan konstruksi induk kurang dijaga. Jadi tidak dikait atau tidak dipegangi dengan besi dari kolom praksis. Tapi, umumnya tidak dikait," rincinya.
Sementara, kalau bagian dinding roboh, itu berarti ring baloknya tidak kuat atau bisa jadi tidak ada (ring balok) sama sekali. "Ring itu kan, sebenarnya mengambil kata dari cincin, jadi sepanjang dinding itu, di atasnya dicor keliling, (posisi) tidur dan menutup si dinding itu. Jadi menyatukan yang di tiang tadi. Artinya, bagian itulah yang kemungkinan tidak sesuai atau bahkan tidak ada," jelasnya.
Zona-zona
Dilanjutnya, beberapa zonase pemukiman atau wilayah sebaiknya dilihat bagaimana kondisi jalur angin maksimumnya. "Memang, di Jalan Gedung Arca itu bukan hanya terjadi kali ini saja. Beberapa puluh tahun lalu, atapnya juga pernah terbang. Artinya, itu kemungkinan jalur angin. Yang paham, orang BMKG, terkait jalur-jalur angin," sebutnya.
Selain Medan, beberapa daerah di Deliserdang sebaiknya dianalisis jalur-jalur angin maksimumnya. "Di Datuk Kabu, arah Pasar Lima Tembung Deliserdang juga sepertinya zona angin kencang maksimum. Artinya, kalau membuat bangunan, kaitannya harus kuat. Waspadai ikatan atap dengan konstruksi di bawah kalau membangun," imbaunya.
Ada pertimbangan terkait pemetaan dan pemberitahuan daerah mana saja pusat atau jalur-jalur angin itu. "Saya merekomendasi, bagi yang mau membangun di jalur itu, harus mempertimbangkan kaitan antara kuda-kuda bagian atap dengan bangunan induk. Harus dikuatkan di situ harus dikaitkan betul betul supaya tidak terangkat atapnya. Pertimbangkan kait kolom praksis dengan ring balok yang dikombinasikan dengan kuda kuda bagian atap," sebutnya.
Selain itu, desain baliho juga harus diantisipasi terkait jalur angin maksimum. "Kalau untuk baliho, dominan paling ekstrim terhadap beban angin. Yang paling ekstrim bekerja itu terletak di beban anginnya. Jadi, sebesar angin itu menabrak lebarnya baliho, itulah daya yang menyebabkan rusaknya baliho.
Artinya, tiang, kalau tidak didesain berdasarkan angin tampungan dari baliho, akan patah tiangnya. Kalau misalkan tiangnya kuat, larinya ke pondasi, maka (baliho) itu akan terbongkar" katanya.
Pemerintah, imbaunya, tetap mematuhi ketentuan desain yang benar. "Kalau memang harus ada baliho, baliho itu harus mampu atau didesain berdasarkan kecepatan angin yang berada di daerah tersebut. Artinya, tetap boleh dipasang (baliho), tetapi kekuatannya harus lebih dari angin yang bertiup kencang.
Baliho yang didesain di daerah (zona) angin maksimal ini, harus mampu menahan angin yang datang," sebutnya.
Rekomendasinya, ke pemerintah setiap mau pasang baliho, harus memberikan analisa struktur dari baliho-baliho ke bagian yang menanganinya. "Ada analisa strukturnya, cakupan tentang beban angin sudah termasuk di dalamnya," jelasnya. (st)